Masa lalu atau masa depan?

32.2K 2.3K 148
                                    

"Jika bersamamu hanyalah mimpi, maka aku akan bangun dan berusaha untuk mewujudkannya." -Alana Paramitha-

Hari itu Alana pergi ke mall bersama Desi dan Sela—dua sahabatnya. Mereka bertiga sudah menjadi sahabat, sejak gadis itu pindah ke kota bersama ibunya. Ditambah lagi rumah yang berdekatan, membuat ikatan persahabatan diantara mereka jadi semakin kuat.

Setelah seharian bersenang-senang dengan berbelanja, berfoto ria, menggosip, dan membeli pop ice di genggaman masing-masing. Mereka berjalan menuju lantai dasar, ingin segera pulang sebelum matahari terbenam di ufuk barat.

Brugh.

"Aw." Alana meringis kesakitan, saat seorang wanita tiba-tiba berlari tergesa-gesa dan tak sengaja menabraknya. Sehingga membuat barang belanjaan, serta minuman di tangannya jatuh ke lantai. Tumpah. "Mbak, nggak papa?" tanyanya.

Wanita itu menggeleng. "M-ma-af."

"Iya nggak pa--" Alana tak melanjutkan ucapannya, karena wanita itu langsung berlari entah kemana. Ia mengerutkan dahi, heran. Melihat wajah wanita tadi sangat pias, seakan tengah ketakutan. Entah apa yang terjadi, dirinya tidak mau terlalu ikut campur masalah pribadi orang lain.

Ia berjongkok memungut barang belanjaan yang tadi terjatuh ke lantai, lalu mendongakkan kepala saat mendengar langkah kaki Sela dan Desi yang berlari menjauh darinya.

"Desi! Sela! Kalian mau kemana?!" tanyanya setengah berteriak, tetapi kedua sahabatnya tidak menoleh ataupun memberikan jawaban.

Gadis itu mengedarkan pandangan ke sekitar lantai dua. Di mana suasana yang tadinya ramai dan tenang, berubah menjadi sangat tegang dan mencekam. Orang-orang berlarian kesana-kemari, tak tentu arah. Suara gaduh menggema di dalam mall, sesekali ia juga mendengar rintihan kesakitan dari lantai dasar. Entah apa yang terjadi di sana, dirinya tidak tahu.

Bahkan ia masih belum mengerti, apa yang terjadi saat ini. Kenapa semua orang berlari ketakutan? Kemana kedua sahabatnya pergi? Dan Ada kejadian apa di lantai dasar? Tiga pertanyaan itu terus berputar di kepala, tetapi dia tidak bisa menjawabnya.

Dor!

Seketika tubuh terdiam mematung, bola matanya membulat sempurna. Jantungnya berdegup kencang, hingga membuat dada terasa sangat sesak. Raut wajahnya pun berubah pucat pasi, bersamaan dengan rasa takut yang menjalar ke seluruh tubuh. Bunyi tembakan yang berasal dari lantai dasar, membuat tubuhnya menjadi lemas.

Meski sering mendengar atau menonton film action yang dipenuhi dengan adegan perkelahian, serta baku tembak di televisi atau bioskop, tetapi jika melihatnya secara langsung dia tidak sanggup. Sangat mengerikan.

Ingin rasanya lari dan bersembunyi ke tempat yang aman, tetapi tubuhnya justru semakin lemas hingga terduduk di lantai. Netranya menatap nanar orang-orang yang berlarian tak tentu arah, terkadang sampai ada yang tersungkur ke lantai.

Ia merutuki kebodohannya sendiri, karena disaat genting seperti ini tubuhnya justru tidak bisa diajak berkerjasama. Tetap diam di tempat, seakan membeku bagaikan patung.

"Argh ...!"

"Tolong ...! Argh ...!"

"Cepat lari, selamatkan diri!"

"Apa salah kami ...?!"

"Tolong jangan sakiti kami ...!"

"Akkhhh ...!"

Dor, dor, dor!

Alana langsung menutup telinga, dan matanya. Wajahnya terlihat semakin pucat, bersamaan dengan tubuh yang bergetar hebat. Keringat dingin mulai membasahi dahi. Ia benar-benar ketakutan mendengar teriakan, serta bunyi tembakan yang bertubi-tubi dan begitu memekikkan telinga.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang