Tari memarkirkan mobilnya di pelataran rumah yang sudah sepi, tidak ada satupun satpam yang berjaga di sana. Mungkin mereka sedang membuat kopi dan makanan ringan, agar tidak mengantuk saat berjaga.
Baru beberapa langkah keluar dari mobil, tiba-tiba seseorang membekap mulutnya menggunakan sapu tangan yang sudah diberi obat bius. Sehingga membuat kepalanya mendadak pusing dan terasa berat, pandangan pun mulai terlihat buram, semuanya seperti berputar dengan cepat, sampai dia terjatuh tak sadarkan diri.
Dengan sigap pria itu mengangkat tubuh Tari, seperti memikul karung beras. Berjalan menuju mobil sedan warna putih yang terparkir di tepi jalan, setelah mendudukkan tubuh gadis itu, Arian duduk di kursi kemudi. Kemudian melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, memecah keheningan malam yang sudah mulai larut.
Bukan tanpa alasan dirinya menculik gadis itu, karena tadi tiba-tiba Zain menelpon dan mengatakan bahwa dua orang yang membuat Alana terluka, disuruh oleh Tari. Ya, tadi siang dia juga mengikuti gadis itu kemana-mana, sampai berhenti di depan gedung RM Group selama hampir satu jam. Lebih tepatnya, sebelum kecelakaan yang menimpa Alana terjadi.
_____
Devano dan Alice pun sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. Suasana di dalam mobil terasa hening dan sepi, karena gadis itu masih kesal pada Devano. Pasalnya, pria itu tidak mau menuruti sarannya.
Padahal, dia akan siap membantu sampai akhir, jika Devano benar-benar serius ingin menggunakan kekuasaannya untuk menikahi Alana. Namun, sahabatnya itu memang terlalu baik dan polos, hingga tidak ingin memaksakan kehendak pada Alana.
Pria itu merogoh saku celana, mengambil ponselnya yang berdering tanda ada panggilan masuk. Setelah menekan tombol terima, ia menempelkan benda pipih itu di telinga.
"Halo?"
"Tuan Muda, saya sudah berhasil menangkap pelaku yang sudah melukai Nona Alana," ujar Zain dari ujung sana.
Devano menghela napas lega, karena bodyguardnya berhasil meringkus pelaku yang sudah lancang melukai Alana. "Sekarang kamu di mana?"
"Saya di rumah Anda, Tuan."
"Lalu pelakunya?"
"Ada di sini bersama saya. Apa Anda ingin mengobrol dengan mereka, biar tidak terlalu tegang. Hehe."
"Tidak. Lagi pula, kenapa kamu harus membawa mereka ke rumah? Kenapa tidak langsung ke kantor polisi saja?"
"Masalahnya, adalah ... Nona Tari yang menyuruh mereka melukai Nona Alana."
"Jangan asal menuduh dulu, biarkan saja polisi yang menyelidiki semuanya." Devano mencoba untuk tetap tenang, dan berpikir positif tentang Tari. Tidak mau asal tuduh atau menghakimi gadis itu.
"Saya sudah terlanjur menyuruh Arian untuk membawa Nona Tari ke rumah Anda, Tuan."
"Baiklah, sebentar lagi saya sampai."
"Kalau begitu telponnya saya tutup ya, Tuan. Soalnya, pulsa saya sudah hampir habis."
"Iy--"
Belum sempat Devano menjawab, Zain sudah memutuskan sambungan telepon dari ujung sana. Sungguh, ia benar-benar bingung kenapa sang ayah bisa mempekerjakan bodyguard seperti Zain. Bahkan pria itu selalu bersikap informal padanya. Menyebalkan.
"Siapa yang menelepon, Dev?" tanya Alice, dengan pandangan masih fokus ke depan.
"Selain Alana dan Gavin, siapa lagi orang yang berani melawanku."
"Zain?" tebak Alice.
"Hm."
Pria itu hanya menjawab dengan deheman. Sudah sangat lelah, karena dari tadi menceritakan banyak hal pada Alice. Kisah cinta yang amat sangat rumit, bagaikan benang kusut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]
RomanceMantan. Sebutan itu biasanya ditujukan untuk seseorang yang pernah mengisi kekosongan relung hati kita, tetapi harus berakhir dengan perpisahan. Disaat itulah seseorang mulai mengubur dalam-dalam semua kenangan indah yang pernah dilewati bersama pas...