Halo ... apa kabar?
Semoga sehat dan bahagia selalu ya 😁Happy reading ....
•••
"Astagfirullah." Gavin bergumam pelan lalu segera menarik tubuh mungil Silvi, agar berdiri di depannya. Ia harus melindungi diri dari gadis yang tiba-tiba muncul, dan kini menatapnya nyalang penuh kemarahan. Sial. Padahal ia sudah waspada agar tidak berpapasan dengan musuh bebuyutan, tetapi semua sia-sia.
Sudah susah payah menghindar, kenapa takdir selalu mempertemukan mereka? Ck, sekarang Alana benar-benar seperti jalangkung yang datang tak diundang, pulang tak diantar. Mengesalkan.
Dengan susah payah, dia menelan saliva yang terasa pahit. Mencoba untuk tetap tenang, walau tubuh mulai gemetar, serta berkeringat dingin. Dirinya yakin, peperangan diantara Alana dengan Devano pasti sudah terjadi, dan mereka sudah berdamai, kemudian akan membalaskan dendam padanya. Sungguh, tidak pernah terbayangkan jika tubuhnya dikoyak kebar-baran Alana, lalu dibekukan aura sedingin es yang menyelimuti Devano. Mengerikan sekali.
"Kamu tu cowok, tapi beraninya ngumpet di belakangnya Silvi, dasar banci!" ejek Alana.
"Mulut lo kalo bacot suka nggak disaring yak, mana ada banci ganteng kaya gue?"
Gadis ayu itu memutar bola mata malas. Sejenak menghela napas berat, lalu tersenyum sinis seraya bersedekap dada. "Dasar penakut! Baru dipelototin aja udah gemeteran, untung nggak sampe pipis di celana. Hahaha."
"Jangan ketawa lu, Bantet!" Gavin menatap Alana tajam. Bibirnya mencebik, disertai napas memburu karena api amarah dalam diri sudah berkobar, membuat aura di sekitar mereka terasa semakin panas. "Lagian, di dunia ini cuma, Kak Dev, yang santuy ngadepin Tuyul bar-bar kaya lo," lanjutnya ngegas.
Alana berdecih, netra semakin mendelik tajam, napas naik-turun tak beraturan, dan tangannya terkepal kuat. Tidak sabar ingin menghajar Gavin habis-habisan, apalagi setelah mendengar ejekan yang membuat emosi semakin meluap sampai ubun-ubun. Selain Devano, Gavin Resya Mardani juga termasuk manusia menyebalkan dalam hidupnya, karena selalu saja membuat kesal. Rasanya, hari-hari yang dilewati tidak akan lengkap jika belum mengomeli dua pria itu.
"Dasar Tiang Listrik ...! Kalo bareni sini maju!"
Pria jangkung itu tertawa mengejek. "Hadapi dulu calon Bendahara gue, kalo lo bisa ngalahin, Silvi, gue bakalan maju!"
Silvi menoleh ke belakang, seraya mengerenyitkan alis. Bingung mendengar pernyataan yang dilontarkan oleh pujaan hatinya. "Calon Bendahara?"
Gavin tersenyum, mengangguk pelan, lalu berbisik, "Kalo kita udah nikah, pasti lo paham."
Wajah gadis bersurai sebahu itu memanas, disertai dada yang berdebar kencang. Entah mengapa, ucapan sang kekasih selalu mengena di hati, hingga membuatnya tak berani beradu pandang dengan Gavin. Tersipu malu.
"Jangan percaya, Sil! Dia itu playboy kelas kakap, jadi semua cewek pasti dirayu," sahut Alana memperingati.
"Nggak semua cewek kali ... buktinya, lo nggak!" sergah Gavin tak terima.
"Y-ya ... kenapa aku nggak?!"
Mantan playboy kelas kakap itu hampir saja tertawa, mendengar pertanyaan konyol yang dilontarkan oleh musuh bebuyutannya. Coba pikir, siapa yang berani merayu Alana? Kalau baru hendak bicara saja sudah mendapatkan tatapan membunuh dari Devano. Lebih baik mnundur secara perlahan, daripada harus berhadapan dengan singa yang siap menerkam mangsanya. Menakutkan.
"Ya ... karena lo Bantet," jawabnya enteng.
"Argh ...! Dasar nyebelin ...!"
Alana yang sudah kehabisan stok kesabaran langsung berlari hendak mencakar wajah songong Gavin yang semakin bersembunyi di balik punggung Silvi, tetapi gagal karena tudung hoodie-nya tiba-tiba ditarik dari belakang. Ia mendongak menatap Devano tajam, mengembuskan napas kasar, lalu mencebikkan bibir sebal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]
RomansaMantan. Sebutan itu biasanya ditujukan untuk seseorang yang pernah mengisi kekosongan relung hati kita, tetapi harus berakhir dengan perpisahan. Disaat itulah seseorang mulai mengubur dalam-dalam semua kenangan indah yang pernah dilewati bersama pas...