Hukuman

74.5K 5.1K 104
                                    

Di parkiran, Alana akhirnya menemukan mobil milik Devano setelah bertanya pada satpam. Ia berjalan mendekati mobil sedan warna hitam lalu membuka bagasinya, tiba-tiba bola matanya membulat sempurna saat melihat banyak pakaian dan sepatu dengan berbagai macam model dan merk terkenal.

"Argh! Dasar buaya darat ... jadi, dari tadi aku dikerjain sama dia! Dia bilang harus profesional lah, disiplin lah, bertanggung jawab, dan bla bla bla bla. Tapi, dia sendiri malah ngerjain sekretarisnya yang cantik dan imut ini ...!"

Gadis itu memasukkan boneka doraemon serta pakaian yang tadi sudah dibeli. Ia benar-benar geram dan kesal karena di dalam bagasi mobil Devano sudah ada banyak baju dan sepatu, tetapi malah menyuruhnya untuk tetap membeli pakaian di Mall. Tak hanya itu, dirinya juga kesal saat pria itu memarahinya seakan dialah yang paling benar di dunia ini.

Berulang kali Alana memberikan sumpah serapahnya untuk Devano, sampai-sampai semua orang yang ada di luar kantor terus memperhatikannya. Namun, ia sudah tidak peduli karena rasa bencinya pada pria itu mengalahkan rasa malunya. Setelah merasa cukup puas, dia menutup bagasi mobilnya lalu melangkah pergi.

•••

Di dalam kantor, Alana berjalan menghampiri Silvi yang tengah mengerjakan sesuatu bersama karyawan lainnya. Ia langsung duduk di salah  kursi kosong tepat di samping sang sahabat, karena si empunya kursi pergi entah kemana.

"Silvi," panggilannya pelan, tak mau mengganggu karyawan lain.

"Apa, Na?" Silvi menjawab dengan tatapan masih fokus pada layar laptopnya. "Kamu butuh sesuatu?"

"Kenapa kamu nggak bilang, kalo CEO di sini itu adalah Devano?" tanya Alana.

"Kenapa emangnya, dia mantan kamu? Udah dong, Na ... masa lalu jangan terlalu dipikirin, kan banyak cowok yang namanya Devano. Nggak cuma mantan kamu doang," jawab Silvi seadanya.

Alana mengembuskan napas kasar. "Tapi, dia emang mantan aku, Sil ...."

"What! Jadi Pak Devano adalah cowok yang dulu pernah nyelingkuhin kamu, Na?!"

Seketika semua orang yang ada di kantor menatap ke arah Silvi dan Alana, saat mendengar teriakan Silvi yang menggema di seluruh sudut ruangan.

Alana langsung menundukkan kepala, menutupi wajah dengan telapak tangan guna menghilangkan rasa malu akibat ulah sahabatnya itu. Ia benar-benar menyesal karena sudah mengatakan hal ini di dalam kantor, dan hasilnya semua karyawan wanita kini menatapnya dengan tajam. Entah itu tatapan cemburu atau mereka tidak terima, jika ada yang berkata buruk tentang pria itu.

"Sil, sumpah deh ya, suara kamu itu kaya toa! Semua orang jadi liatin kita berdua," gumamnya.

Silvi tersenyum kikuk lalu memutar kursi agar berhadapan dengan Alana, kemudian mendekatkan tubuhnya pada sang sahabat.

"Tapi, yang kamu bilang tadi beneran kan, Na?"

Alana mengangguk. "Iya lah, itu buktinya tadi semua orang pada liatin kita. Suara kamu itu emang kaya toa!"

"Is, bukan itu maksudku. Tapi, beneran nggak kalo Pak Devano adalah mantan kamu," sahut Silvi.

"Iya! Dan ... aku terjebak di sini gara-gara kamu."

"Wuah, hebat ya kamu, Na, bisa ada di barisan para mantannya Pak Dev," celetuk Silvi.

"Hebat apanya coba! Justru aku nyesel ya, karena pernah pacaran sama dia."

Silvi tersenyum kikuk. "Udah deh, Na, mendingan jangan nyeritain Pak Devano lagi ya."

"Kenapa? Kamu juga suka sama dia? Ya ampun, Sil ... aku saranin supaya kamu cari cowok lain aja, ya. Soalnya, Devano itu jahat Sil, ja-hat!"

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang