Serba Salah

18.1K 1.7K 339
                                    

Jangan lupa vote dan komentar. Yang belum follow, silahkan follow dulu. Terima kasih 😊

_______

Jam dinding menunjukkan pukul 06.30 pagi. Devano berjalan menuruni tangga dengan penampilan yang sudah rapi, tetapi langkahnya sedikit lunglai seolah tengah kelelahan. Bahkan hari ini ia tidak lari pagi, beres-beres rumah, ataupun memasak seperti biasanya. Jadi, Alice lah yang harus menyiapkan segala keperluannya dan Gavin, meski baru saja kembali dari luar kota.

Berjalan melewati Gavin yang tengah fokus menyantap sarapan, kemudan menarik kursi, dan mendudukinya.

"Sudah bangun?" tanyanya basa-basi.

"Belum, masih tidur!" cetus Gavin, tetap fokus menyantap sarapan, tanpa mempedulikan pria yang kini duduk di hadapannya.

"Kaya nggak ada pertanyaan lain aja, anak kecil juga tau, kali ... kalo aku duduk di sini berarti udah bangun ...!" Mendengkus kesal, seraya memutar bola matanya malas.

Alih-alih menanggapi, Devano justru tampak santai menikmati makanan yang sudah tersaji di atas meja.

"Kak Dev, hakh!"

Playboy kelas kakap itu membelalakkan mata, sambil menutup mulut menggunakan telapak tangan. Terlonjak kaget, melihat wajah sang kakak babak belur. Padahal yang ia tahu, kemarin Devano bermain dengan Sely. Tidak mungkin kan, gadis mungil itu menghajar kakaknya sampai babak belur? Ya, sangat mustahil.

"Kak Dev, kok bisa babak belur kaya gitu? Apa tadi malem ketauan sama warga, terus digebukin? Ck, pasti Zain nggak becus ya jagain lilinnya? Makanya, jadi ketauan sampe babak belur gini," celotehnya panjang lebar.

Devano menatap Gavin, sembari mengerutkan dahi heran. Lebih tepatnya, ia tidak paham dengan apa yang dimaksud oleh adik sepupunya itu. "maksud kamu?" Lebih baik bertanya, daripada dihantui rasa penasaran.

"Kak Dev, tadi malem ngepet, 'kan ... aduh!"

Gavin memekik kesakitan, seraya mengusap kening yang benjol. Pasalnya, ada sendok tiba-tiba melayang mengenai dahi mulusnya, hingga menimbulkan rasa sakit di sana. Tak lain dan tak bukan, yang lancang melukainya adalah Devano. Ya, siapa lagi yang akan melakukan hal itu jika bukan kakaknya, karena tidak mungkin ada sendok bisa terbang sendiri.

Namun, bukannya merasa bersalah, CEO muda itu justru tampak tenang seolah tak berdosa, walau sudah membuat wajah Gavin semakin babak belur. Percuma saja memberi pelajaran pada siapa pun yang sudah berani melukai adik sepupunya itu, jika dia sendiri lah yang melakukannya.

"Ck, dasar es! Nggak bisa diajak bercanda," gerutu Gavin.

"Terserah," balas Devano singkat.

"Ya udah, sana masuk kulkas!"

"Ngapain?"

"Tempat es itu, ya di dalem kulkas, biar nggak mencair. Kalo perlu, ke Kutub Utara sekalian, biar diinjek-injek sama beruang!"

Devano menatap Gavin jengah. "Bodoh," gumamnya.

"Siapa?"

"Kamu."

"YANG NANYA!"

"Sialan," umpat Devano.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang