Logika atau Hati?

19.1K 1.7K 337
                                    

Hai ... apa kabar semuanya?

Ada yang nungguin Pak Dev sama Alana, nggak nih? Atau malah nungguin si Tiang Listrik, Gavin? Hehe.

Jangan lupa vote, komentar, dan krisannya.

Happy reading ....

"Ketika logika dan hati tak sejalan."

•••

Pukul 12.00 siang. Alana berjalan memasuki gedung RM Group dengan langkah gontai, wajah ditekuk, serta sambut diikat asal-asalan. Sejenak menghentikan langkah, menatap tajam kantung plastik hitam di kedua tangannya.

"Argh ...! Dasar Buaya Darat sialan!" teriaknya frustasi, tak mempedulikan beberapa karyawan yang menatapnya bingung sekaligus ngeri.

Sungguh, saat ini dia benar-benar merasa kesal pada Devano, karena menyuruhnya melakukan hal yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Menurutnya, semua ini sangat unfaedah dan membuang-buang waktu, yaitu berbelanja kebutuhan dapur saat jam kerja.

Entahlah, sikap pria itu memang selalu berubah-ubah seperti bunglon. Kadang memarahi dan menuntutnya untuk bersikap profesional, tetapi juga memberikan perintah yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan masalah kantor.

Ya, Devano memang sangat menyebalkan dan selalu membuat darahnya mendidih, tetapi ia tidak berani menyalurkan kekesalannya secara langsung. Hingga berakhir mengumpati, serta menyumpah serapahi pria itu dalam hati.

Setelah memasuki lift dan sampai di lantai paling atas, gadis itu berjalan menuju ruangan CEO perusahaan.

Namun, saat hendak membuka pintu ia terlonjak kaget karena seseorang tiba-tiba keluar dari dalam ruangan, hingga mereka hampir bertabrakan jika dirinya tidak mundur beberapa langkah.

"Tiang Listrik/Bantet?" kaget Alana dan Gavin bersamaan.

Keduanya saling memandang, dengan sorot mata penu keterkejutan.

"Lo dari mana aja sih? Dari tadi gue nungguin lo, sampe kekenyangan tau nggak?!" gerutu Gavin.

"Disuruh belanja sama Pak Dev!" Alana mendengkus kesal, sedangkan playboy itu malah menertawakannya. Mungkin, inilah yang dinamakan bahagia di atas penderitaan orang lain.

"Bagus-bagus, lo emang harus mulai terbiasa sebelum jadi ibu rumah tangga. Mungkin Kak Dev lagi ngetes lo, Tet. Buat mastiin kalo dia nggak salah pilih pasangan. Hahaha."

"Argh ...! Kenapa sih, aku harus berada di antara cowok-cowok super nyebelin? Pertama Pak Dev, Zainal, dan sekarang kamu!"

Gavin mengedikkan bahu. "Mana gue tau. Udahlah, nikmatin aja ... lagian, banyak loh yang pengen ada di posisi lo. Dikelilingi cowok-cowok ganteng."

"Nikmatin palakmu! Yang ada aku darah tinggi ngadepin kalian!"

"Udah ah, daripada denger lo ngomel-ngomel nggak jelas, mending gue istirahat," sahut Gavin, seraya mengusap telinganya. Malas mendengar umpatan gadis di hadapannya.

"Ya udah sana pergi!"

"Iya-iya, sabar! Eh, tapi sebelum gue pergi. Gue mau ngasih tau kalo gue kalah taruhan, dan gue bakalan perjuangin Silvi. Ya ... meskipun gue menang, gue juga bakalan perjuangin dia. Hehe."

"Semangat! Aku dukung kamu." Alana tersenyum lebar.

"Thanks, Bantet. Oh iya, satu lagi, berkat tantangan lo kemaren ... gue jadi hoki banget hari ini. Makasih yak, lain kali kita bikin tantangan lagi." Gavin menepuk bahu Alana, kemudian berlalu pergi begitu saja.

Jadi Sekretaris Mantan [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang