29

5.1K 469 97
                                    

Al mengangkat Andin dan menidurkannya di tempat tidur, kali ini Al tidak berusaha membangunkan Andin, ia membiarkan istrinya tidur dan beristirahat.

Berbeda dengan Al yang tidak bisa tidur. Ia memikirkan nasib rumah tangganya. Andin akan menceraikannya dan Al tidak mau itu terjadi.

Satu hal yang membuat Al belum berani menyatakan cintanya pada Andin, yang membuat Al terus menyangkal perasaannya cintanya, selain gengsi adalah vonis dokter. Akibat dari kecelakaannya beberapa tahun lalu dan benturan yang terjadi pada alat vitalnya, dokter mengatakan bahwa kecelakaan tersebut membuat kualitas sperma Al menurun karena ada beberapa jaringan yang rusak di sana, ada kemungkinan Al akan sulit mendapatkan keturunan biarpun mungkin jika berhubungan Al akan terlihat normal. Tidak ada yang mengetahui hal tersebut kecuali Al sendiri.

Al takut mengecewakan Andin juga nantinya, jika ia tidak bisa memberikan Andin keturunan. Tapi Al ternyata tidak bisa kehilangan Andin, ia sangat takut ketika Andin marah tadi, Al memutuskan pasti akan mengatakannya kepada Andin, sekaligus menyatakan cintanya, meskipun ntah kapan.

Tentang Michelle, bukan tidak ingin mempercayai Andin tapi menurut Al kecurigaan Andin tidak mendasar, tidak ada data dan fakta. Sementara Michelle, ada data di sana, rekam medisnya, dokter, alat-alat, obat. Semuanya sangat meyakinkan bagi Al.

Al merasa Andin hanya cemburu makanya curiga berlebihan pada Michelle. Al juga tidak ingin menceritakan dan menanyakan langsung pada Michelle tentang kecurigaan Andin, Al juga tidak mengirim orang untuk mencari tau, Al tidak enak pada Michelle jika ketauan terkesan mencurigainya, bagaimana pun Michelle dan keluarganya sangat berjasa untuk Al di masa lalu.

Tapi setelah ini, Al tau dampaknya akan seburuk ini, ia akan memperbaiki semuanya dan akan coba lebih menuruti Andin, terlepas dari Andin benar atau tidak ia akan mencari tahu dahulu dan jika Andin memang sangat keberatan sampai seperti ini, Al akan menjaga jarak dengan Michelle.

Kali ini Al bingung apa yang harus ia lakukan untuk mempertahankan rumah tangganya dengan Andin, ia merasa tidak ada lagi maaf dari Andin. Al mengerti, selama ini Andin selalu sabar tentang persoalan Michelle, tapi kemarin Al hampir membuat mertuanya tidak tertolong karena Michelle, Andin sangat menyayangi papanya.

Al menahan air matanya yang sudah berkumpul di pelupuk mata, sebelum jatuh ia langsung menghapusnya. Ia tidak tau apa yang akan terjadi besok setelah Andin bangun.

Al juga menyesali emosinya, emosinya sangat mudah terpancing jika ada sesuatu yang tidak sesuai dengan jalan pikirannya, jika saja ia lebih sabar dan tidak ikut tersulut emosi ketika berbicara dengan Andin, mungkin keadaan tidak akan seburuk sekarang ini.

..

Pagi ini Andin sudah bangun terlebih dahulu daripada suaminya yang memang baru bisa tidur menjelang pagi tadi. Andin terkejut ia berada di sana dan mencoba mengingat apa yang terjadi semalam, ya dia ingat terakhir ia sepertinya kehilangan kesadaran karena terlalu lelah di fisik dan psikisnya.

Andin melihat pria yang masih tidur di sampingnya. Ia melihat pria tampan yang masih menjadi suaminya itu tidur dengan nyenyak.

"Aku harus ikhlas" Andin bergumam di dalam hatinya untuk menguatkan dirinya sendiri, meyakinkan keputusannya.

Andin beranjak dari tempat tidur untuk menyiapkan pakaian kantor Al dan menaruhnya di kursi di depan tempat tidur mereka, kemudian mengambil pakaiannya sendiri dan membawanya ke kamar tamu. Andin akan menyiapkan dirinya di sana.

..

Setelah rapi ia kembali ke kamarnya dan Al untuk mencari sesuatu yang ia perlukan. Sudah pukul 08.00, Andin pikir Al sudah tidak di sana dan berangkat ke kantor atau ke rumah Michelle, ternyata Al masih tidur.

"Belum bangun, tidur jam berapa dia?" tanya Andin bergumam sendiri, tapi Andin tidak berniat membangunkan suaminya yang sudah terlambat ke kantor dan terlambat ke rumah Michelle pastinya.

Andin mulai membuka lemari dan semua laci di kamarnya, kemudian memeriksa semua map yang ada untuk mencari sesuatu.

"Ngga ada, disimpen di mana ya."

Ketika hendak keluar, handphone Al yang ada di nakas dekat pintu berdering. Andin meliriknya sebentar sebelum membuka pintu.

"Michelle"

Andin langsung keluar setelahnya, takut Al terbangun dan melihatnya. Andin menghindari Al kali ini.

Di ruang makan Andin bertemu dengan mertuanya yang sudah lebih dulu duduk di sana.

"Morning, Ndin." sapa Rossa pada menantu kesayangannya.

"Morning, ma" Andin tersenyum membalas sapaan mertuanya.

"Al mana, Ndin?" tanya Rossa karena tidak melihat putranya mengekor Andin.

"Masih di kamar, ma" jawab Andin sambil mengoleskan selai pada rotinya.

"Ki, Kikiiii.." Andin sedikit berteriak memanggil Kiki.

"Iya, mba Andin. Ada apa?" Kiki datang setengah berlari menghampiri Andin.

"Tolong kamu bangunin mas Al ya" pinta Andin pada Kiki, sementara Rossa menatap bingung menantunya.

"Maaf mba Andin, tapi Kiki ga berani mba. Kiki takut dimarahin mas Al." Kiki sedikit merenget ketakutan, apalagi mengingat teriakan Al semalam.

"Ngga apa-apa Ki, nanti kalo kamu di marahin biar aku yang ngomong sama mas Al."

"Bu," Kiki menatap Rossa dengan tatapan seperti minta tolong dan bantuan.

"Gapapa Ki, go" Rossa meyakinkan Kiki bahwa tidak akan terjadi apa-apa.

Kiki pun akhirnya pergi untuk membangunkan tuannya itu.

"Kamu lagi bertengkar sama Al, Ndin? Maaf tadi malam mama dengar suara kalian ribut-ribut dari dalam kamar." Rossa bertanya dengan hati-hati.

Andin tersenyum, tapi ada yang berbeda, bukan senyuman bahagia. Senyuman penuh luka dan dipaksakan.

"Mama ga usah pikirin ya, semuanya akan baik-baik aja ma." Andin berusaha menenangkan mertuanya yang menatapnya dengan tatapan khawatir.

"It's ok kalau kamu gamau cerita sama mama, mama ga akan ikut campur, tapi saran dari mama kalau memang ada masalah dibicarakan baik-baik dengan kepala dingin ya, sayang"

"Iya, ma" Andin kembali tersenyum menanggapi mertuanya.

"Semuanya akan baik-baik aja ma, mas Al akan baik-baik aja tanpa aku, dan semoga aku pun begitu tanpa mas Al. Ga akan terjadi apa-apa di rumah ini, ga akan ada keributan lagi seperti yang mama dengar tadi malam. Aku udah beberapa kali coba bicara baik-baik dengan anak mama, tapi hasilnya selalu sama. Aku minta maaf ya ma."

Andin bernarasi lirih di dalam hatinya sambil menahan air matanya tidak terjatuh saat ini. Andin menyayangi semua yang ada di rumah itu, tapi ia tidak ingin menjadi egois dan ia pun sudah cukup terluka untuk bertahan. Waktunya untuk mengalah.










....

Ayo moodbooster tunjukan diri kalian wkwk

Aldebaran & Andin (Married Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang