71

3.8K 594 90
                                    

Hallo, aku tau cerita aku banyak kurangnya dan mungkin banyak yang bosen, buat yang ga suka atau bosen, silahkan diskip ya bestie, jangan membaca cuma untuk bikin drop, tapi aku berusaha bikin alurnya maju kok tapi juga kan harus ada bridging supaya ga lompat dan mikirnya mayan sihh, makasih buat semuanya yang udah komentar ataupun kirim chat, luv u.

**

Al mendongakan kepalanya, menahan agar air matanya tidak jatuh, sebelah tangannya terangkat untuk mengusap kasar kedua matanya.

"Saya ke kamar mandi dulu," Al menarik sebelah tangannya yang masih digenggam oleh Andin dan berjalan cepat ke kamar mandi, ia tidak mampu lagi menahan air matanya, dadanya terasa sangat sesak, literally sulit bernafas karena menahan emosi yang sangat kuat.

Andin mengikuti langkah suaminya tapi sayangnya ia kalah cepat, Al lebih dulu mengunci pintu kamar mandi.

Al menyandarkan bokongnya pada marmer westafel dan menekan kuat kedua matanya dengan sebelah tangan, berusaha agar air matanya tidak terjatuh tapi air mata yang tidak diharapkannya itu tetap lolos dari sela-sela jarinya.

"Mas, aku minta maaf, aku gak bermaksud bicara kayak gitu,"
"Maafin aku ya, aku salah bicara,"
"Sayang, buka pintunya.."
"Kita bicara ya.."
Andin berusaha membuka pintu kamar mandi sambil terus meminta maaf, jangan lupakan tangisnya yang masih menyertai.

Tidak ada jawaban dari dalam, Al masih berusaha menstabilkan nafasnya dan suaranya agar orang di luar kamar mandinya itu tidak mengira ia menangis di dalam.

"Mas, jangan marah.." Andin berucap lirih, sangat lirih.
"Aku minta maaf.."

"Saya gak marah Andin, saya sakit perut," jawab Al tentu saja berbohong, bukan soal ia tidak marah tapi soal sakit perut, karena Al memang tidak marah, kalau pun marah ya marah pada dirinya sendiri.

"Bohong.." ucap Andin pelan, ia merosot ke lantai dan terduduk di lantai, bersandar pada dinding di samping pintu kamar mandi. Andin menangis, menyesali ucapannya, beberapa kali ia menampar mulutnya sendiri. Andin tau Al sangat insecure selama ini, bahkan suaminya itu beberapa kali mempersilahkannya pergi jika ia mau, dan ucapannya tadi pasti sangat menyakiti Al.
"Hikss.. hikss.."
"Bodoh! Andin bodoh!"
"Hikss.. hikss.."

Di dalam kamar mandi, Al tidak tau apa yang Andin lakukan di luar, ketika tidak mendengar suara Andin berteriak lagi memanggilnya, ia mengira Andin sudah pergi dari depan pintu dan migrasi ke tempat tidur.

Al tidak ingin Andin melihatnya menangis, Al tidak ingin membuat Andin merasa bersalah karena telah membuatnya menangis, itu yang menyebabkan Al mengurung dirinya di kamar mandi sampai ia benar-benar bisa kembali menstabilkan dirinya.

Lima belas menit berlalu.

TUG!
TUG!

Al mendengar suara benturan dari luar dinding kamar mandi, tidak akan terdengar jika tidak sangat dekat dan tidak sangat keras karena di sana semua sekat kedap suara.

Al dengan cepat membuka pintu kamar mandi dan melihat Andin membenturkan kepalanya sendiri ke dinding yang menjadi sandarannya.

"Bodoh! Andin Bodoh!" Itu yang Al dengar ketika ia membuka pintu.

"Andin! Andin! Hey!" Al segera berjongkok mensejajarkan diri dengan Andin dan meletakan tangannya di belakang kepala Andin.

Andin terlihat sangat kacau, sama kacaunya dengan Aldebaran. Ia sangat menyesali apa yang keluar dari mulutnya, ucapan yang ia sadar dapat melukai Al sedemikian dalam.

"Mas, maafin aku.."
"Aku gak bermaksud bicara kayak gitu,"
"Aku minta maaf, hikss.."
Andin meremas kuat baju yang Al gunakan.

Al menatap Andin, sisi sekitar mulut Andin memerah, bekas tamparannya sendiri, ada cetakan telapak tangan masih membekas tipis di kulit putihnya.

Aldebaran & Andin (Married Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang