31

4.9K 420 39
                                    

Andin tiba di Pondok Pelita, ia berjalan terburu-buru menuju ruang kerja Aldebaran. Membuka semua laci dan map yang ada di sana. Sampai di laci meja dekat jendela, Andin menemukan apa yang ia cari dan segera memasukannya ke dalam tas.

Saat hendak kembali pergi, Andin berpapasan dengan Kiki.

"Eh mba Andin udah pulang? Terus ini mau pergi lagi, mba?" Kiki heran sejak kapan Andin di rumah dan sudah akan pergi lagi?

"Iya, Ki, tadi ada yang ketinggalan. Ini mau balik ke rumah sakit lagi temenin papa aku."

"Oohh, iya mba Andin. Hati-hati."

"Iya, Ki. Jaga rumah ya."

..

Andin turun dari mobilnya di depan sebuah gedung yang cukup ramai, ia membawa map coklat yang sudah berisi lembar fotokopian dari beberapa dokumen.

Andin terdiam sebentar sebelum masuk, ia kembali meyakinkan dan menguatkan dirinya sendiri atas keputusan yang akan ia buat.

Setelah dirasa cukup, Andin mulai melangkahkan kakinya masuk dan mengambil nomor antrian. Sembari duduk dan menunggu nomornya dipanggil, Andin flashback ke momen-momennya bersama Al dan keluarganya, momen pertemuan pertamanya dengan Al, pertemuan dengan keluarga Al, dengan sangat romantis Al memintanya menikah, seberapa ia dicintai oleh keluarga Al dan di rumah Al, sampai pada momen di mana keadaan memburuk.

Andin meneteskan air matanya dan langsung menghapusnya juga. Andin mengontrol nafasnya agar tidak kembali menangis. Untuk kebaikan semuanya, ia tidak bisa egois.

Nomor antrian Andin akhirnya dipanggil, Andin berdiri di depan seorang wanita berseragam. Iya, Andin ada di sana untuk mengajukan tuntutan perceraiannya. Setelah semuanya beres, Andin tidak langsung kembali ke rumah sakit. Ia perlu menangis, agar sesak di dadanya meluap keluar. Andin pergi ke rumah Surya, tidak ada siapapun di sana. Sarah, mamanya, tidak jadi pulang dengan penerbangan kemarin, ada beberapa kendala di dokumen, sehingga baru bisa pulang besok pagi.

Andin ke rumah Surya karena ia tidak ada mood untuk memesan taksi online dan pergi ke apartemennya. Ada supirnya yang sedari tadi mengantar jemputnya jadi Andin memutuskan untuk langsung minta diantarkan oleh supirnya saja ke rumah Surya.

..

Sampai di rumah orang tuanya, Andin langsung masuk ke dalam kamarnya. Ia terduduk di belakang pintu dan menangis sendirian sejadi-jadinya. Setelah ini, ia akan menjalani hidupnya tanpa Aldebaran, kembali seperti sebelum dirinya menikah dulu.

Andin membayangkan apakah bisa? Apakah bisa menghilangkan kebiasaannya selama hampir 7 bulan? Kehilangan semua yang ia sayangi di rumah itu, tidak bertemu lagi, tidak bertegur lagi setiap hari. Apakah bisa ia melihat ketika nanti Al bersama wanita lain?

Andin harus bisa. Bisa melepaskan semuanya. Ia tidak boleh egois dan sejujurnya ia pun sudah lelah bertahan. Keputusan ini akan baik untuk Al dan untuk dirinya sendiri.

Puas menangis dan lelah, Andin berdiri dan duduk di depan meja riasnya di kamar itu. Menghapus sisa air mata dan menambahkan make up untuk menutupi bekas tangisannya. Andin tersenyum memastikan dirinya terlihat baik-baik saja.

Andin memutuskan untuk kembali ke rumah sakit. Menemani Surya dan Elsa.

..

"Papa tidur, abis minum obat." Elsa berkata dengan suara pelan ketika Andin masuk ke ruangan papanya.

Andin mengangguk dan duduk di sofa di sebelah Elsa.

"Mba"

"Hm?"

"Gue mau ngomong, kita ke depan yuk sebentar. Di depan sini aja, biar bisa liatin papa lewat kaca juga."

"Kenapa, Sa?"

"Bentar, mba, ayo." Elsa memegang tangan Andin dan menariknya berdiri.

Mereka pun keluar dan duduk di kursi ruang tunggu di depan kamar Surya.

"Papa bilang kemarin Al di sini temenin papa waktu lo ke kampus dan kata lo Al yang hubungi lo waktu papa anfal, tapi semalem Al ke sini dia gatau papa anfal. Gue bingung, mba."

Andin kembali mengingat apa yang sudah Al lakukan kemarin dan segala pembelaannya semalam.

"Salah paham aja, Sa. Bukan masalah besar." Andin tersenyum meyakinkan Elsa.

"Bentar, bentar, lo bilang ke papa Al tau dan dia yang hubungin lo, tapi sebenernya Al gatau dan lo ga hubungin dia. Gue ga paham sampe sini, mba."

"Mas Al ga di sini waktu papa anfal, dia-dia ke-ke kantin, tapi mba gamau bikin papa mikir yang ngga-ngga tentang mas Al jadi mba bilang gitu ke papa. Soal mas Al yang ga mba kabarin, ya karena mba belum sempet aja, kamu juga ngga mba kabarin kan."

"Lo yakin, mba?"

"Iya, Sa."

"Terus Al mana? Kok dia ga kesini anterin lo? Padahal semalem katanya mau jenguk papa."

"Kerja."

"Lo ada masalah ya sama Al? Lo ga pernah cerita sih mba kalo ada apa-apa."

"Ngga, Sa. Udah deh, kok kamu jadi wawancara mba sih."

"Hhhh ya udah deh, percuma juga kalo lo gamau cerita. Yuk masuk."

..

Sore ini Al sudah di rumah, berharap bisa bertemu dengan Andin dan mengajaknya bicara.

Tapi Al sudah mencari Andin di seluruh bagian rumah termasuk kamar-kamar tamu, tetap Andin tidak ditemukan.

Al bertanya pada Kiki yang sedang menyiapkan makan malam.

"Ki, Andin ngga di rumah?"

"Mba Andin tadi pulang sebentar mas, tapi abis itu pergi lagi, katanya mau ke rumah sakit jagain om Surya."

"Makasih, Ki."

Al meninggalkan Kiki dan membiarkannya kembali melanjutkan aktifitas.

Al masuk ke kamarnya dan duduk di tempat tidurnya sambil menekan beberapa tombol di handphonenya, mencoba menghubungi Andin.

Al beberapa kali menghubungi Andin tapi tidak ada jawaban, baru saja Al berniat untuk menyusul Andin ke rumah sakit tiba-tiba satu pesan masuk dari Andin.

Aku di rumah sakit, kamu jangan ke sini kalau gamau kita bertengkar seperti kemarin malam. Istirahatlah, mas.

Malam ini Andin memutuskan untuk menginap di rumah sakit dan membiarkan Elsa pulang, Andin beralasan tidak apa-apa mereka bergantian menginap.

Sementara Al masih mengkhawatirkan rumah tangganya dan dia tau saat ini Andin masih marah, Andin bahkan menghindarinya, tidak ingin bertemu dengannya. Tapi Al mencoba memberikan Andin ruang.









....

Aldebaran & Andin (Married Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang