59

4K 567 98
                                    

Aldebaran dan Andin duduk bersebelahan sambil bersandar di headboard tempat tidur mereka, tidak ada percakapan, mereka sibuk dengan handphone masing-masing, kali ini ada sedikit jarak diberikan oleh Aldebaran yang biasanya selalu memeluk Andin tapi Andin tidak ambil pusing karena ia pikir mungkin Al sedang lelah.

"Tadi pacar kamu telepon." Ucap Al asal sambil melirik ke layar handphone Andin yang memperlihatkan istrinya itu sedang main game cacing.

"Heh? Pacar? Kamu jangan sembarangan ya." Andin langsung me-lock handphonenya dan meletakannya di tempat tidur, lalu menatap suaminya.
"Apa? Kenapa? Siapa maksud kamu?" Tanya Andin dengan lembut, Andin paham ada sesuatu yang tidak baik-baik saja.

Al tidak menjawab dengan suara, ia menunjuk handphone Andin dengan dagunya, menyisyaratkan Andin untuk melihatnya sendiri.

Andin kembali mengambil handphonenya dan melihat log panggilan masuk.
"Rio?" Gumamnya.

"Kamu diajak ke Hongkong, adiknya mau ke Disneyland katanya. Deket banget kayaknya ya." Ucap Al berusaha santai dengan wajah datarnya.

Andin memejamkan matanya dan menghela nafas panjang, ia harus tenang, tidak boleh terpancing emosi karena akan semakin memperkeruh keadaan.

"Aku jelasin." Ucapnya lembut.

"Iya, coba jelasin." Al menyahuti dengan tatapan menuntut.

"Dulu aku pernah tinggalin dia rapat BEM demi nonton penayangan pertama Cinderella di bioskop dan dia inget itu kalau aku suka Disney jadi tadi di kampus dia kasih gantungan kunci ke aku."
"Tapi soal ke Disneyland dan adiknya aku ga tau sama sekali mas, ga ada pembicaraan tentang itu."

"Di kampus?"
"Kamu janjian untuk ketemuan lagi sama dia?"

"Engga, bukan gitu." Andin dengan cepat menjawab, tidak ingin ada kesalahpahaman.
"Jadi aku juga baru banget tau tadi kalau dia jadi dosen di kampus aku."

"Hah?"
"Kebetulan yang sangat ga masuk akal ya."

"Apanya sih mas?"
"Dia ditawarin buat jadi dosen di kampus aku, udah gitu aja. Ya emang kebetulan tapi menurut aku masuk akal."

Al menganggukan kepalanya tanpa menatap Andin, ekspresinya datar. Al tidak tau harus bereaksi seperti apa, ia cemburu tapi tidak ingin curiga. Ia mengerti jika misalnya Andin memilih pergi dengan laki-laki lain tapi ia juga tidak ingin kehilangan Andin.

"Besok aku kembaliin keychainnya, maaf ya mas kalau kamu ga suka." Andin mengusap lengan suaminya dengan lembut.

"Tidur, istirahat." Ucap Al singkat kemudian merebahkan tubuhnya membelakangi Andin.

Andin mengerti suaminya itu masih marah karena salah paham, tapi Andin merasa perlu memberikannya waktu untuk mengontrol emosi dan memikirkan tentang penjelasan yang sudah diberikan tadi.

Andin mengelus kepala belakang Al dan mengecup telinganya setelah berbisik, "good night mas." Tapi tidak mendapatkan reaksi apa-apa dari Al, pria itu benar-benar marah sekarang.

Setelah merasa tidak ada suara dan gerakan di belakangnya, Al membalikan tubuhnya menghadap Andin. Istrinya itu sudah terlelap, Al memperhatikan detail wajah Andin. Cantik; siapa yang tidak akan tertarik, kalau dia punya anak anaknya akan cantik dan tampan, Andin pasti mendambakan itu, memiliki anak-anak untuk diwarisi keindahannya, pikir Al.

Tapi saya akan berusaha percaya sama kamu, selama kamu masih tidak mengiyakan hubungan kamu dengan pria itu.

Al mengusap kening Andin dan menyingkirkan rambut yang menutupi wajahnya, lalu mengecup kening Andin dan memeluknya.

Aldebaran & Andin (Married Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang