19

4.9K 418 38
                                    

Aldebaran sangat terburu-buru menuju ke ruangannya, ia bahkan mengabaikan semua sapaan dari karyawannya termasuk resepsionis yang memberi tahu bahwa Andin ada di ruangannya.

Ketika memasuki ruangannya Al melihat Andin sedang duduk bersandar di sofanya sambil memejamkan mata.

"Andin" panggil Al menyadarkan Andin bahwa suaminya sudah tiba.

Al langsung berjalan cepat ke arah Andin, duduk disebelahnya, dan memeluk Andin dengan erat.

"Kamu kemana aja sih Ndin, saya khawatir sekali sama kamu. Eh kok badan kamu anget, Ndin"

Sementara Andin hanya diam, tidak membalas pelukkan suaminya.

"Kamu dari mana? Hm? Kenapa ga ngabarin saya? Kamu baik-baik aja kan?" Al masih terus bertanya dengan posisi yang sama.

"Mas, aku mau bicara sebentar" ucap Andin dengan nada rendahnya. Andin sudah berusaha mengontrol dirinya agar tetap tenang dan tidak meledak di sini.

Al melepaskan pelukannya dan menatap Andin, menyentuh pipinya "Apa? Hm?" tanya Al dengan low tone nya.

Andin melepaskan tangan Al dari pipinya. Tapi matanya menatap tepat pada mata Al.

"Apa yang kamu sembunyiin dari aku?" Al sedikit terkejut.

"Ap-apa? Maksud kamu apa?"

"Kenapa kamu harus bohong terus sama aku? Bahkan kamu bohongin mama juga"

Terdengar dari nada bicaranya Andin sangat kecewa. Sementara Al masih berusaha mencari alasan sebisanya.

"Andin, kamu kenapa?" Al berpura-pura bodoh dan tidak mengerti. Apa Andin tau soal Michelle? Tau dari mana? Mungkin dia cuma menebak?

"Kamu yang kenapa mas? Aku udah bilang sama kamu kalau kamu memang bahagia tanpa aku, aku akan lepasin kamu. Aku ga akan memohon untuk kamu tetap tinggal sama aku, meskipun hati aku sakit tapi asalkan kamu bahagia. Atau kamu khawatir sama mama? Aku yakin mama pasti akan ngerti, yang penting kamu dan aku bahagia biarpun dengan jalan yang berbeda." Al lagi-lagi terkejut, ia juga merasa takut Andin benar meninggalkannya.

"Saya benar-benar ga ngerti apa yang kamu bicarakan." Al berusaha tenang berharap masih bisa menutupi kebohongannya.

"Haha jadi kamu berpikir aku yang gila?" Andin terkekeh pelan.

"Andin, kamu belum jawab pertanyaan saya. Kemarin kamu kemana? Saya cari-cari kamu terus, semua orang khawatir." Al berusaha mengalihkan pembicaraan.

Tapi Andin tidak menjawabnya, Andin bergerak untuk mengambil handphonenya. Menunjukan foto yang ia ambil di rumah Michelle kemarin, Andin yakin kali ini Al tidak akan bisa berkelit lagi.

Al terkejut bukan main, ia takut Andin salah paham dengan semuanya. Tapi kini ia tau alasan Andin menghilang seharian kemarin.

"Ndin, jangan salah paham."

"Mau berkelit apa lagi kamu, mas?"

"Saya bisa jelasin, Ndin."

"Kenapa baru sekarang? Aku udah minta kamu jujur dari tadi dan kamu masih ngelak, pura-pura bodoh dan aku yang gila di sini. Sekarang kamu bilang aku salah paham?"

"5 menit, kasih saya waktu 5 menit." Al memohon agar Andin tetap tinggal dan mendengarkannya. Andin mengangguk pelan dengan ekspresi datar.

"Michelle sakit, kanker stadium 3. Dia ga punya siapa-siapa di Indonesia, Ndin. Keluarganya di Amsterdam dan dia larang saya untuk kasih tau orang tuanya, dia takut orang tuanya khawatir dan malah jatuh sakit juga. Saya banyak berhutang budi sama Michelle dan keluarganya sejak saya sekolah di sana dulu."

Andin tersenyum miring seolah tidak percaya, kepercayaannya sudah benar-benar hancur.

"Buat apa sih mas kamu susah-susah ngarang cerita untuk yakinin aku? Ga penting rasanya, kamu tinggal lepaskan aku dan kamu bebas melakukan apapun." Mata Andin mulai memerah, air mata sudah ada dipelupuk matanya, siap menetes.

"Saya ga bilang sama kamu karena ini yang saya takutkan, kamu salah paham sama saya dan Michelle. Foto di kamar itu, yang kamu tunjukan, saya ga ngapa-ngapain, saya cuma bantu merawat Michelle karena dia ga mau ke rumah sakit. Setiap hari ada dokter atau suster yang datang ke sana." Al tidak menjawab Andin, ia kembali melanjutkan penjelasannya.

Air mata Andin sudah jatuh kali ini, Andin berusaha mengontrol dirinya dengan inhale-exhale.

"Sekarang kamu berharap aku percaya sama kamu? Setelah selama ini kamu banyak bohongin aku?"

"Ayo ikut saya" Al berdiri dan menarik tangan Andin untuk mengikutinya.

"Mau kemana, mas? Pelan-pelan, sakit." Al tidak menghiraukan Andin, ia terus berjalan dan menarik Andin. Pikirannya kalut, ia takut Andin tidak percaya dan meninggalkannya.

Al sampai di mobilnya, membukakan Andin pintu dan menyuruhnya masuk.

"Masuk" Andin menurut, ia sedikit takut melihat raut wajah Al kini.

Al menyusul masuk ke dalam mobil. Mengendari mobilnya dengan kecepatan penuh.

"Mass"
"Hati-hati"

Andin sedikit khawatir, ia takut terjadi sesuatu pada mereka jika mobilnya secepat ini.

"Mas, pelan-pelan, aku mohon" Andin memohon dengan nada lemah, akhirnya Al menurunkan kecepatannya tanpa sepatah kata pun.

Kini suasana di dalam mobil sangat hening, tidak ada pembicaraan dari dua orang yang ada di sana. Al fokus menyetir dan Andin membuang pandangannya pada jendela di sampingnya. Andin tidak tau kemana Al akan membawanya, percuma ditanya ga akan jawab, pikir Andin. Yang pasti Andin percaya Al tidak akan membunuhnya atau membuangnya ke sungai.







....

2 part lagi TAMAT

Aldebaran & Andin (Married Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang