69

3.4K 458 71
                                    

"Ya Tuhan.. Andin..," buru-buru Al menghampiri Andin yang masih tergeletak di lantai kamar mandi lalu mengangkatnya.
"Kenapa bisa sampai jatuh?" tanya Al sembari menggendong Andin ke tempat tidur.

"Kepeleset," jawab Andin singkat sambil berusaha mengendus sesuatu yang tercium asing di hidungnya.

"Bentar, saya ambil minyak buat balurin ke memar kamu."

Andin mengangguk, ia sudah duduk bersandar di tempat tidur.

Tidak butuh waktu lama Al sudah kembali membawa kotak P3K yang sudah disediakan di kamar hotel. Al mengambil satu botol kecil yang ia duga adalah minyak gosok untuk memar lalu membalurkannya pada memar di engkel Andin.

"Aduduhh.."
"Jangan diteken mas," rintih Andin.

"Tahan bentar, biar gak bengkak."

"Udah, udah, udah.."

"Iya, ini udah," Al kembali menaruh botol minyak ke dalam kotak dan bangkit untuk menaruh kotak itu kembali pada tempatnya semula.

Tapi saat hendak melangkah, Andin menahan pergelangan tangannya.

"Kenapa?" tanya Al.

Andin mengambil kotak P3K di tangan Al dan meletakannya di atas nakas, kemudian Andin meraih kedua telapak tangan Al dan menciumnya, lebih tepatnya mengendusnya.

Al terlihat bingung, "kenapa sih?"

Andin tidak menjawab, ia menarik tangan Al agar pria itu semakin mendekat dan duduk di sebelahnya. Andin mengendus baju Al, lalu mendekatkan wajahnya pada wajah Al seakan ingin mencium suaminya membuat Al membuka sedikit bibirnya untuk menyambut ciuman Andin, tapi Andin hanya diam merasakan hembusan nafas Al di wajahnya, tidak lama sampai Andin bersuara.

"Kamu ngerokok?" tanya Andin menatap Al tajam, membuat Al sangat terkejut.

Biasanya setelah merokok Al akan langsung mencuci tangannya, mengisap permen mint, dan menyemprotkan parfum di tubuhnya sebelum pulang, tapi karena tadi ia panik mendengar Andin terjatuh, Al sudah tidak ingat apa-apa lagi. Jika pembayaran tidak otomatis menggunakan barcode ketika memesan pun sepertinya Al akan melupakannya.

Sebenarnya Al bukan seorang perokok dari awal, ia baru mulai merokok belakangan ini ketika kepalanya terus terasa penuh.

"Nggak," jawab Al berbohong.

"Bohong!"

"Beneran saya gak ngerokok."

"Kamu bau rokok."

"Tadi saya ke restoran atas dan emang banyak orang ngerokok, mungkin asapnya nempel di saya," Al berusaha melindungi dirinya sendiri.

"Kamu pikir aku gak tau kalau di Itali semua orang dilarang merokok di tempat umum?"

"Itu-itu tadi saya-saya gak dapet tempat di ruangan bebas rokok jadi saya duduk di ruangan khusus merokok."

Andin memicingkan matanya tidak percaya.

"Beneran Ndin, saya gak bohong," Al menatap Andin dengan sangat lembut, membuat Andin sedikit luluh dan hampir percaya.

"Tapi mulut kamu bau rokok," ucap Andin yang kembali mengendus mulut di depannya.

"Kopi, mana rokok sih, tadi saya minum espresso," Al segera bangun dan pergi ke kamar mandi sebelum Andin kembali memastikan penciumannya.

Andin membiarkan suaminya, ia percaya pada apa yang Al katakan.

ting!
ting!
ting!

"Aduh.. aw.." Andin ingin bangun untuk membukakan pintu tapi ketika kakinya ia tapakan ke lantai marmer hotel itu, ia merasakan engkelnya masih belum bisa diajak bekerja sama.

Aldebaran & Andin (Married Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang