37

4.9K 430 47
                                    

"Saya tau kamu masih mencintai saya, kenapa kamu kekeuh untuk berpisah dengan saya?" Al sama sekali tidak takut dengan ancaman Andin, ia tidak melepaskan genggamannya.

"Aku ga bisa terus bersama suami yang tidak mencintai aku dan ntah hatinya ada di mana."

"Saya-saya huuhh saya cinta sama kamu, Ndin. Saya cinta sama kamu." Al berusaha mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkannya lagi setelah tadi di depan ruang mediasi.

Andin memutar badannya menjadi menghadap Al.

"Kamu mau aku percaya sama kamu?" Tanya Andin menatap mata suaminya.

"Kamu harus percaya sama saya."

"Kenapa?"

Al diam, ia tidak punya alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaan Andin.

"Kamu aja ga bisa percaya sama aku, kenapa aku harus percaya sama kamu yang jelas-jelas udah menjebak aku ke dalam pernikahan yang sebentar lagi akan berakhir ini?"

Al dibuat bungkam oleh Andin, ia tidak tau harus membela diri bagaimana lagi agar dimaafkan oleh istrinya itu.

"Maaf, Ndin. Saya minta maaf. Kamu mau saya bagaimana biar kamu bisa maafin saya dan percaya sama saya?"

"Ga ada, mas. Kamu udah pernah kasih aku pertanyaan yang sama dan jawaban aku pun tetap sama, ga ada. Buat apa sih mas kamu kayak gini?"

Andin masih heran pada Aldebaran, kenapa dia tetap tidak mau melepaskan Andin, padahal Andin sudah mencoba jelaskan berkali-kali kalau semuanya akan baik-baik saja setelah mereka bercerai.

"Saya mau mempertahankan pernikahan kita, Ndin. Saya ga mau ada perceraian, saya mau perbaiki semuanya."

"Tapi aku ga mau, aku mohon jangan paksa aku mas, aku pun selama ini ga pernah memaksa kamu buat mencintai aku kan? Sekarang aku membebaskan kamu dari ikatan yang ga pernah kamu inginkan. Pergilah, mas. Pulang dan istirahat, kamu keliatan capek. Besok kita jemput papa dan itu akan jadi pertemuan terakhir kita sebelum sidang pertama, itu pun kalau sidang nanti kamu datang."

"Saya pasti datang, saya akan pertahankan kamu."

"Kalau aku memohon supaya kamu ga datang? Tolong jangan persulit aku, mas. Biarkan aku ya?" Andin mulai bernada lirih, memohon agar Al tidak mempersulit keputusannya. Andin berpikir, semakin cepat selesai prosesnya maka akan semakin cepat menjadi lega.

Al menggeleng, ia mengusap puncak kepala Andin membuat rambutnya sedikit berantakan.

"Masuk, di luar dingin. Saya pulang." Al berpamitan dan langsung meninggalkan Andin. Al masuk ke mobilnya tapi tidak langsung menjalankannya, ia menatap Andin dulu yang sudah meneteskan air matanya. Tidak lama Andin pun masuk memutuskan untuk menangis di dalam, melihat Andin masuk baru lah Al menjalankan mobilnya.

Setiap hari Andin selalu menangis, bahkan ketika di rumah sakit pun ia akan menangis di kamar mandi jika mengingat bahwa ia dan Al akan berpisah.

..

Pagi ini Aldebaran sudah bersiap untuk menjemput mertuanya di rumah sakit. Di meja makan, ia bertemu mamanya.

"Al, gimana Andin?" Rossa langsung bertanya pada putranya ketika putranya itu mulai duduk di depannya.

"Ini aku mau jemput papa Surya ma di rumah sakit, papa pulang hari ini. Mama doain aku ya biar aku bisa dapetin hati Andin lagi."

"Mama selalu doakan yang terbaik untuk kalian, tapi apa yang kamu lakukan Al sampai Andin gugat kamu? Kamu apain Andin? Kamu sama sekali belum cerita sama mama."

"Andin salah paham, ma. Mama inget Michelle kan? Temen aku waktu sekolah di Amsterdam dulu."

"Oh ya, mama ingat. Apa hubungan Michelle dengan semua ini?"

"Michelle sekarang di Indonesia ma dan dia sakit kanker stadium 3, di Indonesia ini dia sendirian dan dia larang aku kasih tau orang tuanya karena takut orangtuanya kepikiran dan sakit juga. Jadi aku bantu dia di sini, Andin cemburu."

"Hanya itu? Kamu yakin?" Rossa menyelidik, seolah tidak percaya jika hanya karena itu Andin sampai minta cerai, karena Andin orang yang sabar, ia pasti bisa mendengarkan penjelasan Al dan mengerti jika memang hanya itu masalahnya.

"Ngga, ma. Ga hanya itu. Andin bilang dia pernah mau jenguk Michelle tapi yang dia liat Michelle malah lagi seneng-seneng sama temennya, aku ga percaya sama Andin waktu itu."

"Kamu udah cari tau kebenarannya?"

"Belum, tapi aku rasa Andin cuma cemburu aja. Sementara Michelle, semua rekam medisnya dan hasil pemeriksaannya aku liat sendiri, ma."

"Tapi harusnya kamu percaya sama Andin atau setidaknya selidiki dulu, terlepas dari benar atau salah yang penting Andin merasa kamu percaya sama dia dan ga bela Michelle. Kalo gini jelas dia salah paham sekali."

"Iya, aku salah ma. Tapi sekarang aku ga ada waktu buat urus soal Michelle dulu, aku lagi fokus ngejar Andin lagi biar dia mau kembali sama aku. Aku juga udah kirim perawat buat Michelle."

"Hasil mediasi kemarin gimana?"

"Andin tetep kekeuh mau melanjutkan perceraian, ma."

"Apa ada yang belum kamu ceritakan lagi ke mama? Sampai Andin semarah itu sama kamu?"

Al ragu untuk menceritakan kesalahan fatalnya, ia tau pasti mamanya akan memarahinya setelah ini.

"Al.."

"Hm, iya ma?"

"Sekarang mama yakin ada masalah yang lebih besar belum kamu ceritakan sama mama."

"Waktu itu Andin minta tolong aku jagain papa Surya sebentar karena Andin harus urus nilai ke kampus. Tapi di saat bersamaan aku dapat telepon kalau Michelle kritis setelah chemo pertamanya dan butuh persetujuan orang terdekat untuk tindakan penyelamatan. Akhirnya aku tinggalin papa, aku pikir hanya sebentar ga akan apa-apa."

Rossa memasang ekspresi terkejut, tidak menyangka dengan kelakuan putranya, tapi ia tidak memotong penjelasan Al, masih tetap menunggu Al melanjutkannya.

"Ternyata papa anfal dan hampir terlambat mendapatkan penanganan kalau aja suster ga cek cctv setiap ruangan rawat."

"Astaga Aldebaran, kamu keterlaluan sekali."

"Aku tau aku salah, ma. Aku udah minta maaf sama Andin berkali-kali."

"Mama mengerti Andin, wajar dia begitu. Andin sangat mencintai papanya. Mama juga kecewa sama kamu Al."

"Aku minta maaf, ma."

"No, bukan sama mama tapi sama Andin. Berusaha lah buat dapat maaf dari Andin. Mama gamau tau, kamu harus bawa Andin pulang ke rumah ini."

"Ma.."

"Al, perjuangkan Andin bagaimanapun caranya."

"Iya ma, iya, aku coba."

"Harus!"

"Iya, iya ma. Aku janji akan bawa Andin pulang ke sini lagi."

"Ya udah, sana jemput mertua kamu. Perbaiki hubungan kamu dengan Andin dan keluarganya."

"Keluarganya Andin belum tau ma soal perceraian ini, makanya Andin izinin aku jemput papanya biar ga curiga. Keluarganya juga gatau soal aku yang tinggalin papa waktu itu."

"Kamu bersyukur punya Andin, dia menutup rapat kesalahan kamu, bahkan dia juga ga cerita sama mama. Kalau Andin cerita sama keluarganya kamu bisa habis sama Pak Surya, Al. Tidak ada lagi kesempatan untuk kembali dengan Andin."

"Iya, aku tau ma. Aku merasa sangat bersalah sama Andin, aku mau perbaiki semuanya. Ya udah, aku berangkat ya ma." Pamit Al mencium tangan mamanya kemudian langsung menuju ke mobilnya.









....

Aldebaran & Andin (Married Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang