38

4.8K 412 17
                                    

Saya jemput kamu di rumah papa ya?

Al mengirimkan sebuah pesan kepada Andin, ia bermaksud untuk menjemput Andin agar mereka bisa bersama sampai di rumah sakit.

Kita ketemu di parkiran rumah sakit aja ya, aku udah mau jalan.

Andin terus berusaha menghindari untuk berdua dengan Aldebaran, jika mereka terus bersama bagaimana Andin bisa benar-benar perlahan melupakan?

Oke, hati-hati.

..

"Udah lama nunggunya?" Al bertanya kepada Andin yang lebih dulu sudah sampai.

"Belum, baru aja." Andin langsung berjalan masuk mendahului calon mantan suaminya.

Sampai di depan ruangan Surya, Al meraih tangan Andin membuat langkah Andin terhenti. Andin membalikan badannya dan menatap bingung. Al yang mengerti tatapan Andin langsung menjawab.

"Gandengan, biar keliatan baik-baik aja." Padahal selama ini mereka tidak pernah berperilaku seperti itu biarpun di depan orang tua mereka.

"Modus." Andin langsung melepaskan tangannya dan berjalan meninggalkan Al.

Sampai di ruangan Surya, semua sudah beres. Surya sudah duduk di tepi tempat tidur rawatnya dengan tas besar berisi baju ada di sampingnya. Hanya ada Sarah di sana yang menemani, karena Elsa bilang ia akan menemui Surya di rumahnya saja agak siang nanti.

"Andin, Al, udah sampe." Sarah menyapa keduanya, dibalas senyum dan ciuman di tangan Sarah dan Surya oleh mereka.

"Udah siap, pa?"

"Udah, yuk kita pulang."

Dengan sigap Al mengambil tas baju Surya dan menentengnya ke mobil.

Selama perjalanan, di mobil tampak hening. Antara Al dan Andin tidak ada percakapan sedikitpun, sementara di kursi belakang Sarah terus memeluk lengan kanan Surya. Surya merasa aneh pun akhirnya memecah keheningan.

"Kalian berdua kok diam aja sih? Lagi ada masalah?"

"Hm? Ngga kok, pa." Andin menjawab spontan.

"Terus?" tanya Surya masih menyelidik.

"Ini pa, sebenernya Andin.." Al sengaja menggantung kalimatnya sambil menatap Andin, dibalas oleh pelototan oleh istrinya itu.

"Kenapa Al?" Surya semakin penasaran.

"Andin.. Andin lagi ngambek pa karena kemarin aku lembur." Al menoleh sekilas ke arah Andin, terlihat Andin menghembuskan nafasnya lega bahwa Al tidak jujur pada papanya. Al kemudian menahan tawanya karena ia yakin berhasil membuat Andin degdegan.

"Haha sabar ya Al, Andin memang terkadang sisi keanak-anakannya suka muncul." Al berpikir padahal selama bersama Al, Andin sama sekali tidak pernah menunjukan itu, ia benar-benar bersikap dewasa dan sangat sabar.

"Kamu juga Andin, harus mengerti ya kalau suami sibuk kerja. Kan ngga tiap hari, jadi sabar aja. Al kan bekerja buat kamu juga, buat anak-anak kalian nanti." Sarah bergabung dalam percakapan mereka dan menasihati Andin.

"Iya, ma." Andin hanya mengiyakan, lagi pula itu hanya cerita karangan Aldebaran.

Pinter banget ngarang batin Andin melirik sinis pada Al.

"Tuh, saya minta maaf ya." Al langsung mencari kesempatan untuk meminta maaf pada Andin.

Andin hanya bergeming, diam tidak menanggapi Aldebaran yang sedang mengemudi dan sesekali menatapnya itu.

"Ndin, kok diem? Maafin dong Al nya." Surya bermaksud untuk menengahi anak dan menantunya tersebut.

Andin melirik Al sebentar, Andin sangat kesal melihat pria itu tersenyum seolah penuh kemenangan.

"Dimaafin ga?" Al bertanya memancing Andin.

"Ngga." Andin menjawab singkat dengan suara pelan tapi Al masih bisa mendengarnya.
"Elsa gimana, pa? Nanti dia ke rumah papa?" Andin kini bertanya bermaksud untuk mengalihkan pembicaraan.

"Iya, mungkin agak siang. Soalnya pagi dia ada tanda tangan kontrak sama agency nya deh kalo ga salah. Iya kan, ma?" Surya menjawab dan melempar pertanyaan yang sama pada istrinya untuk memastikan.

"Iya, pa. Elsa ada project baru."

Andin dan Surya mengangguk mendengar jawaban Sarah. Akhirnya mereka tiba di rumah Surya, Al membantu membawakan tas nya ke dalam, sementara Surya digandeng oleh Sarah dan Andin.

"Mau minum apa Al? Ndin?" tanya Sarah setelah mendudukan Surya di sofa ruang tamu.

"Ga usah, ma. Saya langsung berangkat ke kantor aja, ada meeting soalnya sebentar lagi."

"Oh ya udah, terima kasih ya Al udah mau repot-repot jemput papa."

"Iya, pa. Sama-sama."
"Kamu mau di sini dulu?" Tanya Al basa basi pada Andin.

Andin hanya menjawab dengan anggukan, ia tau itu hanya basa basi dari Al karena seharusnya Al juga tau ia tidak akan pulang ke Pondok Pelita.

"Ya udah kalau begitu, saya berangkat ya ma, pa." Al mencium tangan kedua mertuanya itu, tapi Al tidak langsung jalan, ia masih berdiri di depan Andin yang sedang duduk di sofa.

"Kenapa?" tanya Andin heran melihat Al hanya diam sambil menatapnya.

"Kamu gamau cium tangan saya?"

Andin menghela nafas, baru kemudian meraih tangan Al dan menciumnya.

"Saya berangkat ya."

Al langsung beranjak setelah mendapat anggunakan dari semua orang yang ada di sana.

"Jangan marah-marah terus sama Al, kamu itu kok ga bersyukur banget sih Ndin punya suami kayak Al." Sarah mulai mengomeli Andin setelah Aldebaran pergi. Ibu tirinya itu memang sedikit judes kepada Andin jika ada hal-hal tertentu.

"Ma, udah gausah marahin Andin. Andin juga paling ngambek-ngambek manja aja kan, sayabg?" Surya membela putrinya.

Andin lagi-lagi hanya tersenyum. Sarah kemudian meninggalkan ayah dan anak itu untuk membereskan pakaian bekas Surya dari rumah sakit.

"Papa mau ke kamar? Biar aku anterin yuk, istirahat."

"Haha papa disuruh tidur terus sama orang-orang loh."

"Ya kan papa baru abis sakit, jadi harus banyak istirahat. Buat kebaikan papa juga."

"Iya, iya sayang. Ayo bantu papa."

Setelah mengantar Surya ke kamar, Andin masuk ke kamarnya sendiri untuk kembali menenangkan diri. Pertemuannya dengan Al tadi membuat jantungnya terasa deg-degan. Andin kembali meyakinkan dirinya sendiri untuk tetap pada keputusannya. Sesekali air mata Andin turun, sangat menyayangkan kenapa sikap Aldebaran baru berubah sekarang, kenapa semua dilakukan hanya untuk membatalkan perceraian. Andai sejak awal Al bersikap seperti itu dengan tulus dari hatinya, pasti keadaan saat ini tidak akan terjadi.









....

Aldebaran & Andin (Married Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang