47

6.1K 593 39
                                    

Al yang sedang berjalan menuju ke ruang kerjanya berpapasan dengan Rossa yang akan ke kamarnya dan Andin setelah mendengar suara barang pecah.

"Al ada apa? Kamu mau ke mana?"

"Mau ke ruang kerja ma."

"Andin gimana? Itu tadi suara apa Al?"

"Andin gamau makan ma, dia lempar sendok waktu aku mau suapin. Aku capek ma, aku pusing, aku khawatir dan aku juga marah sama Ricky. Aku gabisa nahan, aku reflek lempar mangkuk."

"Aldebaran, mama heran sama kamu, kenapa kamu gabisa kontrol emosi kamu sedikitpun. Mama ngerti kamu capek, tapi kamu harus ngerti kondisi Andin juga, dia butuh kamu Al."

"Tapi aku bingung ma, aku harus apa, Andin bahkan gamau disentuh sedikitpun dan dia terus nangis."

"Sebagai perempuan, mama mengerti Andin, kamu butuh kesabaran dan kelembutan untuk menghadapi situasi begini Al. Come on, mama yakin kamu tau harus bagaimana."

"Aku bener-bener bingung, ma."

"Kamu telepon dokter psikiater mama, tanya sama dia."

"Apa baik ma menceritakan kejadian tadi? Aku takut Andin bakal keberatan."

"No, sayang. Gapapa, untuk Andin. Mungkin dokter bisa kasih advice tanpa datang ke sini, kamu cukup tanya apa yang perlu kamu lakuin. Andin ga perlu tau."

"Iya, aku ke ruangan aku dulu ya ma buat telepon dokter."

"Mama ke kamar kamu ya tenangin Andin?"

"Iya, ma. Aku minta tolong ya ma."

"Iya, sayang."

..

"Andin.." sapa Rossa dengan perlahan membuka sedikit pintu kamar Andin.

"Ma.." Andin yang semula menenggelamkan wajahnya di dalam lekukan lututnya mendongak.

"Boleh mama masuk?" Andin menjawab dengan anggukan pelan kemudian menundukan kepalanya. Ia tidak berani menatap Rossa, ada perasaan malu dan takut.

Rossa duduk di sebelah Andin, kemudian menyentuh bahunya, Andin sedikit mengejat terkejut, ia masih trauma dengan sentuhan, tapi Andin berusaha mengendalikan diri mengingat bahwa Rossa tidak akan menyakitinya.

"Gimana kabar kamu?" Tanya Rossa lembut.

"Ma, hiks.. aku minta maaf ma.." Andin meminta maaf kepada mertuanya sembari menangis, matanya sudah sangat sembab.

"Untuk apa? Kamu ga salah apa-apa Andin, jangan nangis." Rossa terus mengelus bahu Andin.

"Aku gabisa jaga diri aku ma, aku ga bisa jaga kehormatan Alfahri. Aku sama mas Al memang sebentar lagi akan bercerai tapi saat ini aku masih istri mas Al. Maafin aku ma.. hiks.."

"Hey Andin, kamu bicara apa? Ga seperti itu Andin. Semuanya akan baik-baik aja. Mama yang harus minta maaf, karena Al kamu jadi mengalami ini semua."

"Aku minta maaf ma, aku malu sama mama dan mas Al. Maafin aku ma." Air mata Andin semakin deras mengiringi permintaan maaf dan rasa bersalahnya.

"Udah Andin, gapapa, udah ya sayang." Rossa memeluk Andin dan terus mengusap punggung Andin, menenangkan menantu kesayangannya.

"Aku harus pulang, ma." Andin melepaskan pelukannya.

"Mau kemana? Ini rumah kamu."

"Ngga ma, aku udah semakin ga pantas buat ada di sini." Andin mulai kembali menangis.

"Andin, kamu tenang Andin. Jangan merasa seperti itu. Mama mengerti perasaan kamu tapi jangan seperti ini, kasian juga sama Al, dia kebingungan." Rossa berusaha selembut mungkin agar Andin bisa tetap tenang.

Aldebaran & Andin (Married Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang