35

5K 432 65
                                    

Andin sudah lebih dulu berada di ruangan mediasi bersama sang mediator, Ibu Atikah. Mereka menunggu Al yang belum juga datang, Andin berpikir mungkin Al menyetujui permintaannya untuk tidak datang di semua undangan pengadilan agar proses perceraian lekas selesai.

Tapi tidak lama, Al datang. Membuat Bu Atikah tersenyum dan mempersilahkan Al duduk di samping Andin.

Ibu Atikah mulai membaca berkas gugatan Andin dan memulai mediasi.

"Saya merasa tidak ada lagi cinta di antara kami, rumah tangga kami sudah tidak seperti rumah tangga seharusnya. Kami tidak bahagia di dalam pernikahan ini." Jelas Andin pada mediator ketika ditanya alasannya menggugat cerai suaminya.

"Pak Al, apa ada sanggahan atau pembelaan?"

"Saya tidak menginginkan perceraian, rumah tangga kami masih bisa diperbaiki."

Mediator tersenyum mendengar jawaban Al, berarti ada kemungkin bahwa satu lagi pernikahan akan selamat jika salah satunya masih ingin bersama dan menyelamatkan pernikahannya.

"Mas, kamu bisa pergi dengan wanita pilihan kamu dan bahagia. Ngga terus-terusan ada di dalam rumah tangga yang bahkan ngga tau rumah tangga macam apa." Andin berkata pelan pada Al, berharap Al bisa menyetujui perpisahan mereka.

"Wanita itu kamu, Ndin. Saya akan perbaiki semuanya."

"Bu, Pak, saya melihat Pak Al masih ingin mempertahankan rumah tangga kalian. Lebih baik kalian bicara dulu pelan-pelan dari hati ke hati, jika Ibu masih mau melanjutkan proses perceraian kalian, kalian punya waktu satu minggu untuk kembali berpikir, sebelum sidang pertama nanti." Jelas sang mediator, berharap satu rumah tangga yang sedang dia handle sekarang dapat selamat.

Anggap aja gini lah ya. Ga sempet browsing nih.

..

"Andin.." Al menahan tangan Andin yang hendak langsung berlalu setelah meninggalkan ruangan mediasi.

"Apa lagi, mas?" Tanya Andin pelan, ia berusaha melepaskan genggaman Al tapi tidak berhasil karena genggaman Al cukup kuat kali ini.

"Saya mohon cabut gugatan kamu, Ndin. Saya janji akan perbaiki semuanya, kita mulai sama-sama ya." Al memohon dan terlihat sungguh-sungguh.

"Perbaiki dengan cara apa, mas? Kamu aja ga cinta sama aku, buat apa mencoba lagi?"

"Saya-saya-saya cinta sama kamu, Ndin." Dengan terbata akhirnya kata-kata itu keluar dari mulut Al, kata-kata yang ditunggu Andin selama ini. Tapi apa Andin senang? Dia bahkan tidak percaya.

"Aku minta maaf, aku ga bisa percaya lagi sama kamu mas. Sebelumnya aku sangat percaya sama kamu, sampai ketika aku percayakan papa ke kamu, tapi kamu tinggalin pergi ke tempat selingkuhan kamu."

"Saya ga selingkuh Andin, berapa kali saya bilang sama kamu."

"Mas, aku harus kembali ke rumah sakit. Elsa ada pemotretan siang ini. Tolong lepasin aku ya?"

"Saya antar, sekalian saya jenguk papa."

"Aku kan ada supir, kamu ga perlu repot-repot. Lagian emangnya kamu ga ke rumah Michelle aja? Kasian dia nanti sekarat kalau kamu ga ke sana."

"Andin!" Kali ini Al membentak Andin lagi tapi Andin tentu tidak takut, ia paham watak suaminya itu.

"Apa?" Tanya Andin seolah menantang.

Al yang sadar tadi sempat kelepasan langsung menurunkan nada bicaranya.

"Saya yakin kamu belum kasih tau papa soal tuntutan kamu, kamu mau papa curiga karena saya ga pernah datang ke sana? Sama saya ya? Saya antar kamu ya?" Al mencoba membujuk Andin agar Andin mau bersamanya.

Andin berpikir ada benarnya juga apa yang dikatakan Al, daripada nanti Surya menanyakan Al dan akhirnya Andin harus kembali berbohong lebih baik ia bawa saja Al ke sana dengan terlihat baik-baik saja.

"Iya." Jawab Andin pelan nyaris tanpa suara, hanya hembusan udara, tapi Andin sama sekali tidak mau menatap Al.

Al mulai melangkah sambil menarik Andin yang tangannya ia genggam, Andin berusaha melepaskannya tapi Al sama sekali tidak mengendurkan genggamannya.

Tiba di mobil, Al membukakan Andin pintu dan melindungi kepala Andin agar tidak terbentur ketika masuk.

Andin cukup tersentuh.

Kenapa baru sekarang? Pikir Andin.

..

Selama perjalanan, mobil Al dan Andin sangat hening. Tidak ada percakapan, semua fokus pada pikiran mereka masing-masing. Andin yang biasa banyak bicara jika sedang bersama Al, kali ini hanya diam memperhatikan jalanan.

"Mama sedih banget pas tau kamu gugat saya."

Andin langsung menengok pada Aldebaran.

"Mama udah tau?"

Al mengangguk, "Kiki kasih suratnya pas saya sama mama lagi sarapan."

"Tapi mama oke kan mas? Mama gapapa?"

Kali ini Al menggeleng, "Mama terus tanyain kamu ke saya dan minta saya bawa kamu pulang, mama juga keliatan sedih terus."

Tuhkan, karena mama, pikir Andin membenarkan dugaannya kalau Al ingin mempertahankan pernikahan mereka hanya karena Rossa. Bukannya Andin tega, tapi pasti perlahan Rossa akan bisa menerima dan nanti juga Al akan membawa wanita lain untuk menggantikan posisinya di rumah itu.

"Ngga lama mas, perlahan, pasti mama bisa terima, cuma butuh waktu."

"Terus gimana dengan saya? Saya ga bisa, Ndin."

Andin kembali diam, ia tidak menjawab Al lagi. Ia malas untuk mendebat Al karena akan selalu sama yang dikatakan dan yang diperdebatkan.

Akhirnya mereka sampai di rumah sakit. Andin segera turun dan berjalan duluan meninggalkan Al di belakangnya.

Sampai di ruangan papanya ternyata sudah ada Sarah di sana, bersama Elsa.

"Mama, mama udah pulang." Sapa Andin mencium tangan mamanya kemudian mencium tangan papanya.

"Iya, Ndin. Mama baru sampe, harusnya dari kemarin tapi sempet delay waktu transit."

Andin tersenyum menanggapi ibu tirinya itu.

"Kamu sendirian, nak? Papa ga liat Al dari kemarin." Surya bertanya pada Andin, ia mencari menantunya itu.

Elsa dan Sarah sama-sama menatap Andin, berbeda dengan Sarah yang menatap dengan tatapan bertanya biasa, tatapan Elsa seolah berkata hayoloh mba, mau jawab apa lo.

Sampai akhirnya Al masuk sebelum Andin sempat menjawab apapaun.

Elsa terkejut melihatnya, sementara Surya dan Sarah tersenyum.

"Saya ada kok, pa. Maaf ya baru sempat jenguk papa lagi." Al langsung menghampiri kedua mertuanya dan mencium tangan mereka bergantian.









....

Aldebaran & Andin (Married Life)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang