It's Always You, K

895 139 5
                                    

Kata orang, seiring berjalannya waktu kita akan bisa merelakan. Tapi kurasa itu omong kosong. Bahkan hingga kini, saat ragamu tak di sini, saat senyum hangatmu tak bisa kunikmati, aku belum bisa sepenuhnya merelakanmu. Atau mungkin, memang tak sama sekali.

Aku ingat betul bagaimana hancurnya aku kala itu. Saat dengan teganya kamu merelakanku dimiliki orang lain. Padahal jelas-jelas kamu tau siapa yang aku cintai. Rasanya bahkan jauh lebih buruk daripada melihatmu hidup dengan pasanganmu.

Konyol rasanya saat pikiran-pikiran aneh muncul di benakku. Menghubungi dan mengajakmu pergi sejauh mungkin dari semua orang, hanya salah satu dari banyak hal yang kupikirkan tentangmu. Yang kemudian membuatku sakit sendiri karena semuanya hanya sebatas angan.

Jika bisa kuputar waktu, mungkin akan kubiarkan kamu menguatarakan perasaanmu kala itu. Di atas rooftop sekolah yang begitu kamu sukai, tempat kita selalu menghabiskan waktu bersama. Mungkin juga kamu yang mendampingiku saat ini. Menemani setiap hari-hariku. Tapi lagi-lagi itu hanya sebatas angan.

"Sayang, kamu belum siap?"

Tak ada yang spesial. Rasanya tak sama ketika kamu yang mengucapkannya. Padahal kamu hanya menyebut namaku, tapi itu selalu sukses membuatku sibuk menetralkan detakan jantung.

Kinal, taukah kamu, bahwa tak ada satu hari pun namamu tak kusebut dalam doa. Aku bahkan malu pada Tuhan karena selalu mengungkapkan hal yang sama. Mengungkapkan betapa aku merindumu. Tapi setidaknya Tuhan tak akan memberitau siapa pun. Atau jika Ia mau, kuharap kamu orang yang diberitau.















Viny, dalam cerita It's You, V.

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang