Promise 6.0

1.6K 284 52
                                    

Kinal's POV

Aku masih terdiam, teringat pada kejadian tadi. Hanya embusan angin dari kipas manual alias kertas yang kurasakan. Sesekali dahiku dilap dengan tisu. Aku masih saja bungkam, tak mau menjawab pertanyaan teman-teman yang kini tengah mengelilingiku.

"Dar, seriusan deh. Ini si Kinal kenapa? Kayak orang sawan" suara Bino samar-samar terdengar.

"Iya, dateng-dateng udah macem orang baru liat hantu. Mukanya pucet, tangannya dingin banget, keringet udah kayak orang abis lari maraton" kini suara Leo yang terdengar.

"Gue nggk tau juga. Padahal nggk ada apa-apa kok. Tadi di lift cuma ketemu sama..."

***
30 menit yang lalu

"Nal, bareng!"

Teriakkan Dara membuatku memelankan langkah, menunggunya yang tengah tergesa menghampiriku.

"Tumben lo dateng lebih awal dari gue" celetuknya.

Memang biasanya Dara lebih dulu datang daripada aku, mengingat tempat tinggalnya juga lebih dekat dengan kantor.

Entah kenapa hari ini aku bangun terlalu pagi. Jadilah aku berangkat kerja lebih awal. Lagipula di apartemen tak ada kerjaan juga.

Sekitar satu menit kami menunggu, hingga lift terbuka. Kami langsung masuk, memencet angka sepuluh pada tombol. Hanya kami berdua di dalam lift, ya mungkin karena masih terlalu pagi.

Saat lift hampir tertutup rapat, pintu lift kembali terbuka. Nampaklah seorang laki-laki paruh baya dengan tampang tegasnya, yang mampu mengintimidasi siapa pun yang menatapnya. Seorang wanita berdiri di belakangnya, dengan beberapa berkas di tangan.

"Selamat pagi Pak" sapa Dara ramah, sambil sedikit menunduk, sebagai tanda penghormatan.

Laki-laki itu mengangguk sedikit, namun tak menunjukkan ekspresi apa pun. Ia menoleh padaku sesaat, membuat jantungku terasa akan keluar dari tempatnya. Sial, harusnya aku tak berangkat lebih awal tadi.

Pasokan oksigen yang mengalir ke otakku tiba-tiba terasa terhenti. Aku tak bisa berpikir apa pun, juga melakukan apa pun. Hingga ku rasakan Dara menarik tubuhku secara paksa hingga aku sedikit mundur. Lalu mereka berdua masuk, ke dalam lift.

Lift terasa begitu lambat, lama sekali rasanya sampai di lantai sepuluh. Sesekali aku melirik pada Dara yang juga hanya diam. Bedanya ia terlihat santai, sedang aku berkutat dengan kegelisahan.

Ting...

Lift terbuka, menandakan sudah sampai di lantai sepuluh.

"Permisi Pak" ucap Dara sopan.

Buru-buru aku menarik tangannya keluar dari lift. Berjalan secepat mungkin, menjauh dari lift.

"Hei!!"

Langkahku dan Dara terhenti. Kami berbalik secara bersamaan, mencari arah dari sumber suara tadi. Yang kami temukan adalah lift masih terbuka, wanita yang tadinya berada di belakang laki-laki itu kini berdiri sejajar, seraya menekan tombol agar lift tidak tertutup.

"Saya Pak?" Tanya Dara, dibalas dengan gelengan.

Tiba-tiba saja tanganku mendingin. Jika bukan Dara yang dimaksud berarti...

"Nal... cepet samperin sono, dia nunjuk lo" bisik Dara, seraya mendorong tubuhku.

Dengan sangat berat hati, aku berjalan ke arah lift. Dengan deguban jantung yang lebih kencang daripada gebukan drum dari band rock. Pikiran yang terus menerawang, kira-kira untuk apa ia memanggilku. Padahal sejak tadi aku merasa tak melakukan apa pun, hanya diam seperti patung di dalam lift. Atau kemungkinan terburuk, ia memanggilku gara-gara mengetahui apa yang terjadi antara aku dan...

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang