It's You, V 3.0

696 101 13
                                    

"Tante Kinal ikutan dong!"

Aku hanya tertawa menanggapi ajakan Dominic, entah sudah berapa kali anak itu mengajakku ikut bermain trampolin bersamamya sejak aku datang ke sini. Ia bahkan meminta ayahnya memaksaku ikut naik.

"Kacau nih, liat anak-anak kecil gini bikin gue pengen punya anak deh," kata Thomas—sepupuku.

"Pengen punya anak tapi cewenya gonta-ganti terus, nggak ada yang diseriusin," timpal Grace—sepupuku yang lain. Di antara sepupuku, memang hanya aku dan Thomas yang belum berkeluarga. Grace dulu menikah bahkan saat sedang menjalani skripsi. Membuat tingkat stress-nya naik berkali-kali lipat karena memikirkan skripsi dan persiapan pernikahan. Sedangkan Julian menikah enam tahun lalu, tepat di hari ulang tahunnya.

"Ya santai dululah. Daripada buru-buru tapi ujung-ujungnya nggak cocok. Ya kan, Nal?"

Aku hanya mengedikkan bahu. Jika kutanggapi, obrolan mengenai pilihan menikah dan tidak—atau belum tak akan usai. Akan sangat aneh jika orang-orang melihat perdebatan Grace dan Thomas mengenai pernikahan di acara ulang tahun anak umur empat tahun. Kedua sepupuku ini memang lebih banyak tak sependapat mengenai banyak hal. Tapi selalu kompak soal bisnis.

Sementara aku coba mengalihkan pembicaraan ke topik lain, sesekali kulihat Julian dan Marcella—istrinya menyambut tamu yang semakin sore semakin banyak. Di antara kami berempat, memang Julian yang paling suka berpesta. Itu sebabnya jika ada hari istimewa, ia selalu merayakan dengan pesta meriah. Terlebih untuk ulang tahun anaknya. Bahkan dulu, ia pernah menerbangkanku dan sepupu-sepupuku yang lain ke Bali dan menyewa sebuah villa mewah untuk merayakan ulang tahunku. Padahal sehari sebelumya kubilang tak akan merayakan ulang tahun saat ia bertanya. Laki-laki itu memang tak tertebak.

Semua berkumpul pada satu titik saat acara tiup lilin dimulai. Kuambil posisi agak depan agar bisa mengabadikan Dominic dengan lebih jelas. Aku baru saja mengambil potongan kue yang diberikan Dominic saat mataku menangkap sosok yang tak asing. Aku kembali memakai kacamata, memastikan bahwa apa yang kulihat benar adanya. Tepukan di bahu membuatku tersadar, Thomas berdiri di sampingku menggendong Zoya—anak kedua Grace.

Aku mengambil alih Zoya, mengajak anak berumur dua tahun itu ke stand yang menyediakan berbagai bentuk balon karakter. Aku dan Zoya duduk di rumput setelah mendapat satu balon karakter Disney. Tak peduli jika nanti Grace memarahiku karena membiarkan Zoya duduk di rumput.

Mataku kembali bertemu dengan wanita itu. Wanita yang sudah delapan tahun lamanya tak kutemui, tapi tak pernah lenyap dari pikiranku. Bahkan tak sedikit pun. Atau mungkin saja, tak pernah bernar-benar hilang dari hatiku.

Melihat sebesar apa anak yang kini sedang bersamanya itu membuatku sadar bahwa waktu berlalu begitu cepat. Ia yang barangkali hidup bahagia bersama suami dan anak-anaknya, sedang aku yang masih saja tenggelam oleh pikiran mengainya membuatku meringis. Seputus asa itukah diriku hingga menyiksa diri dengan memikirkan wanita yang jelas-jelas hidup bahagia dengan orang lain. Atau mungkin... perasaan cintaku terlalu besar padanya.

Cinta. Sering aku berpikir, seandainya aku menyatakan perasaan jauh lebih awal padanya, mungkin saja kami tak akan berakhir begini. Mungkin aku akan menjalani hidup bahagia dengannya. Mungkin ia yang selalu menemaniku setiap kali aku ditugaskan dinas kemana pun. Mungkin ia orang pertama yang melihat tangisku saat lelah karena pekerjaan, atau hal lain yang membuatku sedih. Mungkin ia orang pertama tersenyum saat kusampaikan berita bahagia.

Mungkin...mungkin...mungkin. Semuanya hanya mungkin, yang pasti hanyalah kebodohanku dan senyumnya yang tak pernah berubah. Selalu sama, selalu manis, selalu bisa membuatku merasakan debaran kencang hanya dengan melihatnya. Hanya saja, senyum itu tak lagi karenaku.

Ingin rasanya kuhampiri dirinya, memeluknya erat dan mengatakan betapa rindu aku padanya. Atau paling tidak, sekadar menyapa dan menanyakan kabar. Tapi otak sialan ini tak juga memerintahkan syaraf motorikku untuk bergerak.

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang