Promise 5.0

1.7K 302 67
                                    


Kinal's POV

Sepanjang perjalanan aku terus berdoa, semoga apa yang diucapkan Shania tadi hanyalah lelucon. Aku masih belum bisa menebak kemana ia akan membawaku.

Harapanku sepertinya tak terkabul. Kini mobil yang kami tumpangi memasuki area parkir sebuah butik elite. Jantungku tiba-tiba saja berdetak kencang. Sepertinya Shania tak main-main dengan ucapannya tadi.

"Ayo turun, bengong mulu" ucapnya, membuatku tersentak karena kaget. Sebenarnya intonasi suaranya normal, hanya aku saja yang terlalu takut. Sampai-sampai mendengar suara Shania saja, rasanya bagaikan ketauan mencotek oleh guru saat ujian. Menegangkan!.

"Emm Shan, kita mau ngapain sih ke sini?" Tanyaku, mencoba memastikan kembali tujuan kami datang ke tempat ini.

"Kan aku udah bilang, kita mau fitting. Ayo turun" ia menarik tanganku keluar dari dalam mobil.

Hingga sampai di dalam butik, ia terus mengaitkan lengannya pada lenganku. Membuatku sedikit tak nyaman, walau tak terlalu banyak orang di ruangan ini.

"Halooo Shania sayaangg!!"

Seorang laki-laki, ah ralat. Seorang wanita, waitt, bukan-bukan. Seorang laki-laki tulang lunak menghampiri kami. Ia langsung bercipika-cipiki dengan Shania.

"Kenalin, ini Kinal. Nal, ini Dave" ucap Shania, dengan canggung aku bersalaman dengan laki-laki setengah matang bernama Dave ini.

"Ohh ini yang namanya Kinal" ucapnya, seraya memperhatikanku dari ujung kepala hingga kaki.

"Aslinya lebih manis ya Shan, daripada di foto. Pantes ye kesemsem" ucapnya, membuat Shania terkekeh.

"Bajunya udah beres kan?" Tanya Shania

"Udah dong sayang. Pasti kalian cucok banget deh pake rancangan eike. Bentar ya eike ambilin" ucapnya, lalu meninggalkan kami.

Aku berjalan menuju sofa yang tak jauh dari tempat kami berdiri tadi, sedang Shania sibuk melihat-lihat koleksi pakaian yang kuyakin harganya jutaan rupiah itu. Mungkin jika tak bersama Shania, aku akan senang berada di sini. Namun mengingat fakta bahwa tujuan kami ke sini untuk fitting baju pernikahan, membuatku tak bernafsu melakukan apa pun.

"Tadaaa... ini bajunya"  teriak Dave, membawa dua buah dress di kedua tangannya.

Sungguh, aku benar-benar ingin lari dari sini saat ini juga.

***

Aku masih terdiam, memperhatikan pantulan diriku pada cermin. Dengan Shania yang juga melakukan hal yang sama di sampingku. Bedanya ia terlihat begitu sumringah, sedang aku tidak.

"Ya ampun cocok banget deh kita" ucapnya, seraya mengaitkan lengannya pada lenganku.

"Tinggal ke salon aja, abis itu kita langsung ke lokasi" ucapnya, lagi-lagi membuat jantungku serasa akan meloncat dari tempatnya.

Ia menarikku keluar dari ruang ganti, kembali berhadapan dengan si perancang busana itu.

"Ya ampuunn, kalian cucok banget deh. Pas banget di badan kalian, duhh pokoknya kalian serasi deh" ucapnya memuji, membuatku memutar bola mata malas.

"Iya dong. Kami kan emang serasi. Ntar di acara resepsi, orang-orang malah fokusnya ke kami, bukan ke pengantinnya"

Lagi-lagi aku memutar bola mata malas. Jelas saja orang-orang fokus ke kami, bukan ke pengantinnya. Mungkin hanya kami 'pasangan' sejenis yang menghadiri aca... wait, sepertinya ada aneh. Tadi Shania bilang orang-orang akan fokus ke kami, bukan pengantinnya?

Berarti itu bukan pernikahan kami?!

Aku kembali memperhatikan dress yang kami kenakan dan baru saja menyadarinya. Ini bukan gaun pernikahan. Hanya dress biasa yang terbuat dari bahan dan warna yang sama, hanya beda model saja.

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang