Feeling 8.0 -Nasi Padang & Oat

1.7K 309 64
                                    

Sonya's POV

Pekerjaanku sudah selesai sejak tadi, tapi aku masih di sini. Melamun, memikirkan bagaimana kehidupan Kinal. Tak sulit sebenarnya bagiku untuk mengembalikannya ke rumah. Tapi aku tak ingin memperburuk keadaan dengan memaksanya. Aku takut ia akan membenciku. Setiap hari aku selalu mendapat laporan tentang dirinya. Ya, aku sengaja meminta Bayu untuk mengawasi Kinal. Rasanya ingin datang ke tempat dimana ia tinggal, namun sekali lagi aku tak punya cukup nyali. Apalagi jika mengingat pengakuannya, itu membuatku semakin bingung.

Beberapa waktu lalu, aku marah besar kepada Bayu, karena tak bisa menangkap Kinal yang saat itu datang ke kantor untuk mengembalikan uang yang ku kirim. Anak itu benar-benar keras kepala. Padahal aku mengirimkan uang itu agar ia tak perlu bekerja dan kekurangan biaya hidup.

"Jadi apa yang bikin pacar aku ngelamun ?sampai nggk sadar kalau aku di sini" aku menoleh pada suara itu. James berdiri di samping mejaku. Ia tersenyum manis, dengan sebuket mawar merah di tangan kirinya.

"Sorry" lirihku

Ia mendekat, merengkuh tubuhku dalam dekapannya. Tak kuasa aku menahan tangis, semua yang kupendam akhirnya tumpah.

"It's okay. I'm here. Kinal sama Papa kamu cuma butuh waktu buat meredam emosi masing-masing"

"Kamu tau aku nggk bisa hidup tanpa dia. Cuma dia alasan satu-satunya sampai aku bisa bertahan di tengah masalah yang menimpa keluarga kami. Sekarang dia juga pergi, buat apa aku hidup James" aku masih terisak, mempererat pelukanku padanya. Diusapnya punggungku lembut.

"Ada aku. Aku yang akan selalu ada di samping kamu"

***
Tasya's POV

"Da, nasinya jadi tiga bungkus ya" Sera langsung menoleh begitu aku mengatakan itu.

"Satunya buat siapa?" Tanyanya bingung

"Buat Kinal" jawabku, ia tersenyum menggoda, membuatku salah tingkah.

"Nggk usah senyam-senyum" ketusku, ia malah semakin menggoda

"Cieee udah deket"

"Apaan sih lo"

"Ini mbak, totalnya delapan puluh ribu" aku segera mengeluarkan uang pecahan lima puluh dan dua pecahan dua puluh ribu.

"Sisanya buat Uda aja"

"Wah, makasi banyak mbak"

Aku dan Sera meninggalkan rumah makan padang yang akhir-akhir ini sering kami kunjungi. Letaknya tak jauh dari kostan Sera, jadi kami hanya berjalan kaki. Mungkin karena sering main ke kostan Sera, aku jadi terbiasa jalan kaki. Padahal dulu aku sangat tak suka, malas terkena paparan sinar matahari.

"Jadi, udah sejauh mana lo kenal sama dia?"

"Ya gitu..." jawabku

"Gitu gimana?"

"Gimana ya. Ya gitulah pokoknya, dia kayak jaga jarak gitu. Padahal dari dulu kan gue pengen banget kenal deket sama dia. Gue masih penasaran"

"Hahaha kalau gitu lo mesti berjuang lebih keras lagi"

"Ya ini juga lagi berjuang pake nasi padang"

"Hahahaha"
"Hahahahha"

Kami mulai menaiki tangga, lalu berjalan ke arah dapur yang terletak di tengah ruangan. Di kost ini, setiap lantai memiliki dapur umum. Peralatannya lengkap. Tak jarang aku sengaja membawa bahan makanan, lalu meminta Sera memasak untukku. Masakan Sera memang paling enak. Ah ralat, masakannya paling enak kedua setelah Bundaku.

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang