Your Smell 19 - Still Love You

2.1K 324 93
                                    

Kinal's POV

"Nyet, sibuk nggak lo?" Kualihkan pandangan pada Daniel yang tiba-tiba saja muncul.

"Kenapa? Lagi ngedit nih, tapi bentar lagi kelar" ia berjalan ke arah mejaku, lalu menaruh sebuah map berwarna merah.

"Tolong anterin ini ke kantor Style ya. Ini beberapa file yang baru gue copy sama photobook tahunan" aku mengangguk begitu mendengar penjelasannya. Perusahaan kami memang selalu mengeluarkan photobook tahunan, yang berisi foto-foto dari produk kerjasama dengan client selama satu tahun.

"Nanti lo langsung serahin ke Bu Shinta ya" aku mengerutkan dahi mendengar ucapan Daniel, mengapa harus diantarkan pada Naomi? Bisa saja kan dititipkan di loby atau sekertarisnya.

"Bu Shinta yang minta langsung Nal" tambahnya, sekaligus menjawab kebingunganku.

Daniel berjalan menuju pintu, menutup dan menguncinya, lalu kembali ke meja kerjaku. Sepertinya ada hal penting yang akan disampaikannya.

"Nal, gue mau ngomong serius nih sama lo"

"Apaan?"

Ia terlihat berpikir sejenak

"Sebenernya lo sama bu Shinta ada hubungan apa sih?" Jantungku langsung berdegub kencang mendengar pertanyaan Daniel, bagaimana bisa ia menanyakan hal itu.

"Lo nggak usah mikir macem-macem deh Niel, hubungan kami ya cuma sebatas profesional kerja aja"

"Yakin? Sorry nih sebelumnya. Tapi gue ngerasa ada yang beda aja sama Bu Shinta. Lo inget nggak dulu waktu dia nawarin kerjasama, dan dia nggak mau fotograper lain selain lo. Waktu itu sih gue masih nggak sadar ya, karena gue pikir ya kerjaan lo emang bagus, makanya dia mau lo yang handle project itu. Terus waktu lo kerja tiga bulan di kantor Style, kalau lo kebetulan lagi balik ke sini, dia selalu nanyain lo ada di sini atau nggak. Tapi yang aneh, dia selalu bilang jangan sampai lo tau kalau dia telpon. Dari sana gue rada curiga. Nah terakhir sekarang nih, buat ngaterin berkas sama photobook aja dia mau tetep lo yang nganter. Gue jadi makin curiga" aku menghela napas berat, Daniel mulai menyadarinya rupanya.

"Gue nggak nuduh lo macem-macem Nal. Di sini gue memposisikan diri sebagai temen lo. Inget lo udah punya Caca, dia cinta banget sama lo" Daniel menepuk pundakku, lalu keluar dari ruangan.

***

"Nal oiiii, buset lama lo nggak kesini" Dimas langsung memelukku begitu sampai di kantor ini. Ya, dua bulan sudah sejak kontrakku dengan perusahaan ini berakhir, ini pertama kalinya aku kembali menginjakkan kaki di sini.

"Hahaha sori, kerjaan lagi numpuk"

"Alahhh, bilang aja sibuk sama Caca" aku hanya terkekeh mendengar ucapan Dimas.

"Yaudah gue ke atas dulu ya Dim, mau nganter file ke Bu Shinta"

Sampai di lantai dua belas, Natalia langsung menyambutku dengan senyuman nakalnya.

"Eh ada Kinal, kirain udah lupa jalan ke sini"

"Hahaha aku tau kamu kangen sayang" ucapku menggodanya balik, membuatnya terkekeh.

"Bu Shinta tadi pesen, lo langsung masuk aja" aku mengangguk, mengetuk pintu dua kali, lalu masuk

"Permisi Bu Shinta" Naomi menoleh sejenak, kemudian kembali memusatkan pandangan pada kaca besar di depannya.

Karena tak ada respon darinya, aku memutuskan untuk duduk di sofa. Menunggunya yang masih bergeming, tak jua mengeluarkan suara.

***
Naomi's POV

"Naomi..."

Aku masih diam, tak menanggapinya yang memanggilku. Kudengar suara langkahnya mendekat.

"Ini file yang Ibu minta. Kalau nggak ada urusan lagi, saya pamit Bu" aku memejamkan mata, mencoba mengatur emosi yang tiba-tiba muncul. Ia selalu begini, menghindariku, seolah tak mau berlama-lama berada di sekitarku.

"Sehebat apa Carissa sampai bisa mengubah prinsip kamu?" kalimat yang selama ini kutahan, akhirnya keluar. Yang selalu menjadi pertanyaan di setiap hariku, membuat penyesalanku semakin besar.

Mengapa ia memilih Carissa? Apa yang disukai dari wanita itu ?

"Naomi ini kantor, aku rasa kita nggak perlu ngomongin masalah pribadi"

"Kamu cukup jawab Kinal!!" Bentakku. Cairan bening itu sudah mulai mengalir dari mataku. Aku bukanlah orang yang cengeng, bahkan sejak dulu aku jarang mengangis. Entah kenapa akhir-akhir ini aku jadi lebih sensitif, apalagi untuk masalah ini.

"Aku nggak mau nyakitin kamu dengan bahas soal Carissa"

"Nyatanya kamu udah nyakitin aku. Dengan kamu pacaran sama dia aja udah bikin aku jauh lebih sakit"

Demi Tuhan aku tak pernah merasa sesakit ini. Mengetahui fakta bahwa ia kini telah menjalin hubungan dengan wanita itu, membuatku tak pernah tenang. Bahkan aku tak pernah bisa mengubah prinsip Kinal sejak dulu. Prinsipnya yang tak mau melabeli sebuah hubungan. Dan kini, dengan Carissa, semua prinsipnya seolah runtuh.

"Naomi please"

"Kamu nggak tau seberapa sakit perasaan aku denger berita hubungan kalian. Aku iri sama dia, bahkan dari dulu aku nggak pernah bisa mengubah status di antara kita. Apa hebatnya dia dibanding aku? Aku bisa kasih apapun buat kamu, aku bisa..."

"Naomi stop!" Aku tersentak mendengar bentakannya. Ia memejamkan mata, mencoba mengatur napas.

Aku berjalan menuju sofa, menyembunyikan wajahku yang terus dibanjiri air mata dengan kedua telapak tangan.

"Maaf, aku nggak bermaksud bentak kamu" ia duduk di sampingku, menatapku lembut.

"Kenapa bukan aku Nal? Kenapa barus Carissa?"

Ia meraih kedua tangan yang menutupi wajahku, mengusap air mata di pipiku.

"Naomi, kita udah lama berakhir. Sekarang aku udah punya kehidupan baru, begitu pun kamu. Pak Andre orang yang baik Mi, cobalah untuk mencintai dia. Kita jalanin kehidupan masing-masing aja ya ?"

Semudah itu mengatakan kami telah berakhir, semudah itu ia melupakan apa yang telah terjadi di antara kami dulu.

"Semudah itu kamu ngomong berakhir Nal? Kamu bukan Kinal yang aku kenal, kamu jahat banget. Kinal yang dulu nggak pernah nyakitin aku" air mata yang tadi sempat reda, kembali membanjiri pipiku.

"Denger Naomi, semua orang bisa berubah. Aku nggak bisa lagi bersikap seolah aku adalah Kinal yang dulu. Sekarang situasinya udah beda Naomi. Kamu harus ngerti itu"

Kutatap wajahnya, wajah yang tak pernah hilang dari pikiranku. Yang selalu hadir di setiap hariku.

"Do you really lover her?"

"I do" jawabnya mantap. Membuat lukaku semakin besar karena jawabannya. Kutangkupkan kedua tanganku di wajahnya, menatapnya lebih dalam.

"What about me? Do you still love me?" Ia terdiam, hanya menatapku dengan ekspresi yang tak bisa kubaca.

"Nggak bisa jawab hmm?" Ia membuang pandangan ke sembarang arah, menghindari tatapanku.

"Aku harus pergi" hendak beranjak, namun aku menahan tangannya. Aku berdiri di hadapannya, mengikis jarak di antara kami.

Kembali kutangkupan kedua tanganku di wajahnya yang kini terlihat gelisah.

"Tatap mata aku, dan bilang kamu udah nggak cinta sama aku" lagi ia hanya diam, membuatku yakin akan sesuatu yang selama ini sangat ku harapkan. Bawah ia masih mencintaiku.












Revisi 30 Maret 2020

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang