Cutest Journalist 2.0 - Memulai Kembali

1.5K 250 64
                                    

Kinal's POV

Untuk pertama kalinya dalam setahun terakhir, aku menginjakkan kaki di kantor ini. Tak ada yang berubah, semuanya sama. Beberapa orang yang berlalu lalang menyapaku ramah.

"Selamat siang Mbak Kinal, Pak Arki udah nunggu di dalem" aku tersenyum pada Dinda, sekertaris dari pimpinan perusahaan ini.

Lelaki paruh baya itu menampilkan wajah datar begitu aku masuk ke dalam ruangan. Ia bersedekap dada, memperhatikanku dari ujung kepala hingga kaki.

"Duduk" perintahnya, dengan sedikit gugup aku duduk di kursi yang berhadapan dengannya, hanya terhalang oleh meja.

"Kamu udah tau kan kenapa saya panggil ?" Nada suaranya menyiratkan amarah, membuatku menunduk.

"Iya Pak" Ia berjalan mendekatiku

"Kenapa kamu nunduk? Takut? Merasa bersalah?" Aku menggeleng, masih tak berani menatapnya. Diraihnya daguku, hingga aku mendongak. Bisa kulihat jelas amarah di matanya.

Plak

Ia menampar pipiku, tak terlalu keras, tapi cukup membuatku tersentak karena kaget.

"Jadi cuma sebatas itu kekuatan kamu? Kamu milih lari dari kenyataan dan menghindari masalah, hmm? Jawab!!" Aku masih saja bungkam, tak tau harus menjawab apa.

Diusapnya pipiku yang tadi ditampar, tatapannya kini melembut.

"Bukan cuma kamu yang terluka karena perceraian orang tuamu, saya juga sedih. Saya tau kamu pasti terpukul karena ini. Tapi nggk seharusnya kamu melarikan diri dan sampai keluar dari pekerjaan. Ini cita-cita kamu sejak kecil kan? Kamu udah dapetin semuanya, sekarang tinggal gimana kamu bisa kontrol emosi dan lebih aware sama keadaan sekitar. Jangan cuma mikirin masalah pribadi kamu. Banyak orang yang membutuhkan kamu Kinal"

Air mataku mengalir mendengar ucapannya. Benar, aku terlalu egois. Terlalu tenggelam dalam masalahku hingga melupakan bahwa lebih banyak orang yang membutuhkanku.

"Sekarang temui tim kamu yang dulu, mereka pasti kangen sama kamu" aku tersenyum, menghapus sisa air mata di pipiku lalu beranjak keluar ruangan.

Beberapa langkah lagi sampai di pintu, aku berbalik, berjalan cepat lalu memeluk erat tubuh lelaki paruh baya ini. Ia mengusap punggungku.

"Terimakasih banyak Om"

"Mulai sekarang ceritain apapun ke Om, jangan dipendam sendiri. Saya juga orang tua kamu"

Aku keluar dengan senyum yang tak luntur. Merasa sangat lega sekaligus beruntung. Om Arki memang sangat mengertiku. Sifatnya persis seperti Papa, hanya saja ia lebih lembut. Ya walau tadi ia menamparku, tapi kurasa aku memang pantas mendapatkan itu. Jika bukan keponakannya, mungkin ia tak akan sudi membiarkanku kembali bekerja di sini.

***

"Welcome back!!!!!" Teriak semua orang di studio, beberapa bahkan memelukku. Ah, sudah lama tak bertemu mereka. Wajah-wajah riang mereka membuatku bahagia, membuatku ikut tersenyum lebar. Aku bersyukur karena mereka masih mau menerimaku di sini.

Dari semua orang yang memberi selamat dan menyambutku, hanya satu orang yang masih diam, tak mendekat ke arahku. Nadia, dia hanya diam di meja untuk set lokasi acara sore nanti.

Ia hanya tersenyum padaku, dan kubalas dengan anggukan.

"Mbak Kinal kapan mulai kerja lagi ? Tanya Fadil

"Besok udah mulai kok, makanya sekarang mantau aja. Biar nggk lupa gimana jalannya shooting hahaha"

"Hahaha" "hahahaha" semuanya ikut tertawa mendengar candaanku.

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang