Your Smell 10 - Same ( Naomi x Kinal x Carissa )

4K 460 116
                                    

Kinal's POV

Aku masih betah memandangi layar laptop, mengedit foto untuk keperluan majalah. Sesekali kusesap kopi hitam di atas meja yang suhunya tak lagi panas.

Memang deadline masih tiga hari lagi, tapi aku memilih untuk mengerjakan lebih cepat. Jadi aku tak perlu ke kantor dan bisa bersantai di rumah.

Dalam tiga hari ke depan juga tak ada jadwal photoshoot, syukurlah, aku jadi tak perlu bertemu dengan Naomi. Karena jika melihatku di kantor, ia pasti selalu memiliki alasan memanggilku ke ruangannya. Padahal ujung-ujungnya aku hanya diam seperti orang bodoh, tak melakukan apapun, melihatnya yang sedang bekerja tanpa sedikitpun menghiraukanku.

Suara lantunan dari band kesayangan Carissa, Peach Pit, mengalun lembut memenuhi indera pendengaran. Sesekali aku bergumam, mengikuti lagu. Dulu aku tak begitu suka dengan musik seperti ini, mungkin karena terpengaruh Carissa, lama kelamaan aku menjadi suka. Bahkan setiap ada acara musik dengan bintang tamu band indie, aku dan Carissa selalu menyempatkan untuk datang.

Aku menoleh sejenak pada Carissa yang sedang asyik membaca buku sastra yang cukup tebal, tampak sangat serius, membuatku tersenyum melihatnya. Ia baru pulang dari Bali dua hari yang lalu. Kulitnya menjadi sedikit gelap, maklumlah bule, selalu suka berjemur. But it makes her pretty damn hot.

Akhir-akhir ini ia sering menginap di rumahku, memang aku yang memintanya. Entah mengapa sejak pertemuannya dengan Naomi minggu lalu, aku jadi lebih protektif terhadapnya.

Lucu rasanya jika mengingat hari dimana aku berlari menuruni tangga dari lantai delapan hingga lantai tiga, seperti orang yang sedang dikejar hantu. Padahal kedua wanita itu hanya membicarakan kontrak kerjasama.

Setelah kejadian itu, aku harus pergi ke tempat pijat karena kakiku terasa sangat pegal.

"Nal, kamu masih lama?"

Aku menoleh, melihat Carissa yang kini tak lagi membaca buku, ia sedang menggoreskan tinta pensil di skecht book kesayangannya. Entah apa yang digambarnya. Wanita ini sangat menyukai seni dan sastra, tak jarang ia menggambar sketsa wajahku di buku kuliahnya saat sedang di kelas, kemudian difoto dan mengirimnya padaku. Hal-hal kecil seperti itu selalu membuatku tersenyum di kala lelah mendera saat bekerja.

"Emm masih lama kayaknya."

Ia kembali memfokuskan pandangan pada skecht book. Sesekali menggigit ujung pensil, memikirkan bagaimana ia melanjutkan gambarnya.

"Kalau ngantuk, kamu tidur duluan aja. Besok kan kamu kuliah pagi." Mataku masih betah memandangi layar laptop.

Suara pintu kamar mandi tertutup terdengar, sepertinya Carissa sedang membersihkan diri sebelum tidur.

Beberapa saat setelah itu, sepasang tangan memeluk leherku dari belakang, satu kecupan kemudian mendarat di pipi kiriku. Aku menoleh pada Carissa yang sedang tersenyum menatapku. Ia berjalan ke sampingku, kemudian duduk di atas pahaku, dengan kedua tangan yang dikalungkan di leherku. Membuat pandanganku pada laptop terhalang olehnya.

Entah sejak kapan, ia sudah mengganti pakaian dengan jersey basketku yang terlihat kebesaran di tubuhnya, tanpa menggunakan bawahan.

Satu hal persamaan antara Carissa dan Naomi, mereka sama-sama suka memakai jersey basketku sebagai baju tidur.

Carissa menatap dalam mataku, ku usap lembut pipinya, kemudian memberikan satu kecupan singkat si bibir merahnya.

"Bentar lagi aku selesai, kamu tidur duluan aja ya."

"Nggak mau, aku nemenin kamu sampai kerjaan kamu selesai."

"Yaudah kamu turun dulu, gimana aku bisa kerja kalau kamu masih duduk di pangkuan aku."

Ia terkekeh mendengar ucapanku." I challenge you, kalau kamu bisa ngedit dengan posisi kayak gini, aku bakal kasih hadiah."

"Kamu serius?"

"Serius dong."

"Apa hadiahnya?"

"Emm rahasia, pokoknya spesial deh buat kamu."

"Oke, challenge accepted."

Akhirnya aku mengedit foto dengan posisi sama hingga satu jam, kakiku sudah terasa keram sebenarnya. Carissa menenggelamkan wajahnya di caruk leherku

"Nal?"

"Hmm."

"Hari senin aku tanda tangan kontrak yang Bu Shinta tawarin."

Aktifitasku terhenti sejenak mendengar ucapan Carissa. Jika ia menandatangani kontrak yang dibicarakan minggu lalu dengan Naomi, artinya mereka akan sering bertemu.

Entah mengapa aku selalu takut jika kedua wanita ini bertemu. Takut terjadi hal-hal yang tak kuinginkan.

"Katanya kamu nggak mau ambil."

"Ya aku pengen tau aja, gimana rasanya kerja bareng pacar." Ia menarik wajahnya dari ceruk leherku, kemudian mengelus bibir bawahku.

"Kan udah sering."

"Emang sering, tapi itu kan dulu, sebelum kita pacaran."

Aku mengedikkan bahu. "Terserah kamu sih, aku bakal tetap dukung apapun yang kamu lakuin, selama hal itu positif."

Ia tersenyum dan mengecup bibirku lagi, kali ini lebih lama."Udah selesai belom editnya?"

"Udah dong."

Ia turun dari pangkuanku, memperhatikan hasil foto yang telah ku edit dengan seksama. "Ini bukannya si Karenina itu ya?"

"Iya."

"Pasti kemaren pas photoshoot, dia genit sama kamu. Di instagram aja sering banget komentarin foto kamu."

"Hahaha ya biarinlah dia yang genit, yang penting kan aku enggak." Carissa memutar bola mata malas.

Karenina memang lumayan sering mengirim chat, hanya sekadar menanyakan kabar. Tapi tak jarang juga ia mengajakku hangout. Kemarin saat photoshoot, ia mengajakku makan siang. Namun, tiba-tiba Naomi datang dan memintaku untuk ke ruangannya. Jadi aku tak perlu repot-repot mencari alasan untuk menolak.

"Jadi hadiah aku mana?"

"Sebenernya aku belom tau sih mau kasih apaan, kamu maunya apa?" Mendengar pertanyaannya, ide jahil terlintas di otakku, aku menatapnya dari ujung kepala hingga kaki. Menyadari tatapan yang ku berikan, ia memicingkan mata

"Jangan bilang kamu mau...." ia mulai mundur beberapa langkah.







"Iya, aku mau kamu."

"Kinal...!!" Teriaknya

Kuangkat tubuhnya hingga ke atas ranjang, tak kupedulikan ia yang memberontak, meneriakan namaku sambil tertawa geli.







Revisi 1 Maret 2020

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang