Paid Love 17

1.2K 182 43
                                    

Kinal's POV

Sisa stock baju di distro hanya tinggal beberapa puluh saja. Penjualan di festival musik kemarin sangat di luar ekspektasi. Itu sebabnya bang Leo membebaskan kami untuk tutup jam berapa pun hari ini. Berhubung pekerjaan longgar dan tak ada kegiatan lain, aku, Abim, Fajar dan Dara—pegawai baru memutuskan bersantai di depan distro. Lagi pula di rumah tak ada kerjaan.

Dari belakang sepasang tangan melingkar di leherku, kurasakan dagu bertumpu di kepalaku.

"Pulangnya sorean dikit dong, gue udah pesen pizza buat kita."

Aku lupa menyebut keberadaan Chloe. Pagi-pagi ia sudah datang ke distro, bahkan sebelum aku. Sejak kemarin ia merengek padaku untuk main ke rumahnya, Rebeca sedang di luar kota, itu sebabnya ia kesepian. Tio sengaja kuminta pulang karena nanti aku yang akan mengantar Chloe pulang. Walau sempat menolak, akhirnya laki-laki itu luluh juga.

"Tuh kan, kalo ada Chloe mah nggak bakal takut kelaparan kita," celetuk Abim dengan senyum lebarnya. "Lo mau ditemenin sampe malem juga kita jabanin kok."

Sontak kami tertawa mendengar ocehannya. Intensitas pertemuan Chloe dan pegawai distro yang akhir-akhir ini semakin intens membuatnya semakin akrab. Chloe bahkan pernah ikut saat kebetulan bang Leo mengundang kami makan-makan di rumahnya. Pegawai tambahan, kalau kata bang Leo.

"Eh Ra, bantuin beresin tote bag yuk di belakang. Biar besok pas stock barang dateng nggak capek banget," ajak Abim, diangguki oleh Dara. "Kalo pizzanya dateng nanti panggil aja ya," katanya lagi, kali ini padaku dan Fajar.

"Mau pipis deh," kata Chloe, tak lama setelah Abim dan Dara masuk ke dalam distro.

"Yaudah sana, itu ada Abim sama Dara kan di belakang, masa masih takut?" Ejekku, ia mencubit pipiku lalu berlari ke dalam distro.

Melihat tindakan Chloe Fajar hanya terkekeh, lalu membakar rokok keduanya. Ia menatapku seraya menghisap dalam rokoknya. "Lo sadar atau pura-pura nggak tau Nal?" Katanya tiba-tiba, aku yang tak tau maksudnya hanya mengerutkan dahi. "Chloe," katanya lagi.

"Kenapa?"

"Tentang dia yang suka sama lo." Ucapannya hanya kubalas dengan tawa.

"Ada-ada aja lo. Lo beranggapan gitu pasti karena sikap manjanya ke gue ya? Gue sih nganggep itu wajar ya. Gue kan sama dia sama-sama anak tunggal, jadi ya gue udah anggep dia adek gue sendiri."

"Lo anggep dia adek, tapi gimana dengan dia? Apa dia anggep perlakuan lo itu sebagai kakak ke adeknya? Lo nggak pernah tau, kan. Lo buta sih Nal kalau nggak bisa nyadarin hal itu. Dia suka sama lo lebih dari temen, yakin gue."

Aku diam sejenak, menatap Chloe yang sedang berjalan ke arah kami, lalu kembali menatap Fajar yang hanya tersenyum tipis, kembali menikmati rokoknya.

***
Tepukan di tanganku membuatku terperanjat, menoleh pada Chloe yang menatapku dengan dahi berkerut.

"Denger nggak aku ngomong apa?"

Aku hanya diam, kembali fokus menyetir dan coba mengingat apa yang dikatakannya saat aku melamun tadi.

"Sorry, kamu ngomong apa tadi?"

"Aku minta kamu nginep di rumah. Mau ya?"

"Besok aku kan shift pagi, takut telat masuknya. Lagian besok bang Leo juga minta kami dateng lebih awal karena banyak barang yang bakal dateng besok."

Ucapanku tak disahutinya, aku tau ia kesal padaku. Begitu sampai rumahnya pun ia hanya diam keluar dari mobil, membanting pintu dengan kencang hingga aku terperanjat.

Ponselku bergetar, nama Rebeca tertera di sana. Aku yang tadinya akan menyusul Chloe pun memilih untuk diam sejenak di dalam mobil, menjawab panggilan dari wanita yang sejak kemarin kurindukan itu.

"Hei."

"Hei, kamu lagi di rumahku?" Tanyanya.

"Iya, baru aja sampe. Chloe minta aku nginep, tapi besok aku harus ke distro pagi-pagi banget karena banyak barang baru yang akan dateng."

"Trus Chloe gimana?"

"Ya kamu bisa tebak sendiri. Ngambek. Dari kemarin minta aku nginep di sini tapi kamu kan tau kemarin aku sibuk di festival musik. Pulangnya tengah malem terus."

Helaan napas berat terdengar. "Aku pengen cepet-cepet pulang rasanya. Kangen banget sama Chloe. Sama kamu juga."

Ucapannya membuatku tersenyum. "I miss you too, Re. Nggak sabar nunggu kamu pulang."

"Yaudah aku telpon Chloe dulu kalau gitu, mau ngabarin kapan aku pulang. Bye Nal."

"Re..." panggilku sesaat sebelum ia mematikan panggilan.

"Iya?"

"Aku cuma pengen denger suara kamu lebih lama. Tapi keadaan nggak memungkinkan."

"Hei, aku bisa telpon kamu lagi besok kalau lagi free. Okay?"

"Ya. I love you, Re."

"Love you too, Kinal."

Berbicara dengan Rebeca selalu sukses membuat suasana hatiku membaik. Walau hanya sebentar, setidaknya bisa mengobati rasa rinduku saminggu ini.

Selesai memarkirkan mobil ke dalam garasi, aku masuk ke dalam rumah. Kutemukan Chloe sedang menelpon, sudah pasti dengan Rebeca. Kubiarkan ia menghabiskan waktu bersama Rebeca, sementara aku berlalu ke dapur, membuat kopi untukku.

Tak kutemukan Chloe di living room, mungkin percakapannya dan Rebeca sudah berakhir. Kubawa kopiku naik ke lantai atas, kuketuk pintu kamarnya beberapa kali sebelum masuk tanpa menunggu persetujuannya.

"Apa? Pulang aja sana!" Ketusnya, begitu aku melangkah masuk. Tak kuhiraukan ucapannya, memilih duduk di karpet bawah kasurnya, menyalakan tv lalu memilih film yang belum pernah kutonton sebelumnya.

Kudengar ia berdecak kesal, tapi sekali lagi tak kuhiraukan. Kini aku malah berpindah ke kasurnya, duduk bersebelahan dengannya.

"Aku temenin sampe kamu tidur ya," kataku lembut. Ia tak menjawab, masih fokus dengan ponselnya, sengaja mengabaikanku.

Sudah satu jam lamanya film berjalan, kurasakan kepala Chloe bersandar di bahuku. Aku tersenyum, reflek mengusap kepalanya.

"Mau marah sama kamu tapi nggak bisa," gumamnya, membuatku tersenyum. Perempuan ini harus diberi waktu untuk meredakan rasa kesal atau marahnya. Tak perlu mendebat atau melakukan pembelaan, maka dengan sendirinya ia akan luluh dan kembali bersikap normal.

"Kayaknya aku mulai jatuh cinta," katanya tiba-tiba. Jika diingat-ingat, Chloe memang tak pernah bercerita padaku mengenai kehidupan asmaranya, aku pun tak pernah penasaran. Terakhir ia bercerita mengenai mantan pacarnya, itu pun hampir dua tahun lalu. Mereka berhubungan secara diam-diam saat itu. Rebeca tak mengizinkan Chloe berpacaran dengan sembarang orang.

"Bagus dong, artinya kamu udah bisa membuka diri."

"Tapi aku takut orang yang aku cinta ini nggak mau membuka diri sama aku. Lebih parah, bisa aja dia nggak cinta sama aku."

Kini aku menatapnya. "Cuma orang bodoh yang nggak mau sama kamu. Kamu cantik, baik, pinter. Nggak ada alasan untuk orang nggak suka sama kamu."

"Do you think so?" Katanya, menatapku dengan tatapan yang tak bisa kumengerti. Ada banyak emosi bercampur di sana.

"Ya."

Air matanya tiba-tiba saja luruh, membuatku otomatis memeluknya. "Aku cuma takut hubunganku sama dia hancur kalau aku nyatain perasaan. Aku udah sayang banget sama dia, begitu pun sebaliknya. Aku takut dia ngejauh kalau aku, tapi di sisi lain aku juga udah nggak bisa nahan perasaanku. Aku sayang banget, aku cinta sama dia."

Entah mengapa mendengar ucapa Chloe membuat ucapan Fajar terngiang di kepalaku. Bersamaan dengan pelukan Chloe yang terasa semakin erat, juga isakannya yang terdengar makin jelas, gemuruh di dadaku juga terasa semakin kencang. Napasku mulai tak beraturan, pikiranku melayang pada pertemuan pertama, hingga momen-momen saat bersama Chloe.

Rasa takut mulai menghinggapiku.































Alasan kenapa gue sengaja nunda update paid love, bahkan hampir setahun lamanya. Karena kisah Rebeca dan Kinal akan selesai. Agak berat sebetulnya mengakhiri cerita mereka, tapi setiap kisah pasti memilik sebuah akhir, kan. Enjoy their last moment, have a good day.

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang