Feeling 4.0 - Weird

1.9K 311 51
                                    


Tasya's POV

"Gue Sera, lo?" Aku masih terdiam, memperhatikan wanita di depanku. Tak menghiraukan ia yang sedang berbincang dengan Sera. Beberapa pertanyaan kemudian muncul di otakku. Untuk apa ia tinggal di kost yang tak seberapa ini? Yah, walau penampilannya terkesan simple, namun barang yang dikenakan dari ujung kepala hingga kakinya merupakan barang branded.

Aku cukup handal mengetahui itu barang original atau tidak. Tentu karena aku juga terbiasa mengenakan barang branded. Bahkan harga sepatu yang kini ia kenakan, sama dengan harga sewa satu unit apartemen selama satu tahun. Itu limited edition, hanya diproduksi di Amerika dan Eropa. Damn! Aku ingat betapa sulitnya mendapatkan sepatu itu. Bahkan aku harus meminta temanku yang berada di Amerika untuk membelikan untukku, tapi tetap saja tak dapat. Oke, sejak kapan aku jadi pandai menilai penampilan orang. Lupakan. Tapi yang membuatku berpikir keras sejak tadi adalah, wajah wanita ini tak asing. Sepertinya aku pernah melihatnya, tapi dimana?

"Kinal, dan ini..."

"Ah ini temen gue" Sera menyikut perutku, membuatku meringis dan tersadar akan lamunan bodohku.

"Lo kenapa sih aneh banget" Sera berbisik, lalu wanita itu kembali bersuara.

"Gue Kinal"

"Gue Tasya. Anastasya Elisabeth Diyaksa" balasku, entah mengapa aku jadi sedikit gugup. Ia hanya mengangguk sambil tersenyum. Sial, senyumnya manis sekali.

"Gue balik ke kamar dulu ya, mau beresin barang. Nice to meet you guys" ucapnya, lalu masuk ke dalam kamar.

"Lo mau diem di luar aja kayak orang bego?" Suara Sera lagi-lagi menyadarkanku, sejak kapan ia berada di dalam kamar ? Aku segera menyusulnya, ikut merebahkan diri di sampingnya.

"Kayaknya gue pernah liat si Kinal itu deh, tapi dimana ya? gue lupa"

"Karena itu lo melototin dia sampe segitunya?" Aku tersentak dengan ucapan Sera, apakah aku berlebihan tadi ? Tapi itu semua kulakukan secara tak sadar.

"Emang gue lebay ya ngeliatinnya?"

"Banget. Lo udah kayak macan yang siap nerkam dia hahaha" aku mendengus kesal, memukulnya dengan bantal yang ada di tanganku.

"Tapi serius deh Ser, gue kayak nggk asing gitu sama dia"

"Yaelah, lagian Jakarta segede apa sih? Paling lo pernah papasan di mall atau di jalan kali" aku masih berpikir, tak yakin dengan pernyataan Sera tadi.

"Tapi ngapain dia ngekos ya? Lo liat nggk barang-barang yang dia pake itu branded semua. Kenapa nggk tinggal di apartement aja? Menurut gue nih ya, ada tiga kemungkinan. Pertama, itu barangnya hasil curian. Kedua, dia anak orang kaya yang diusir dari rumahnya. Ketiga, dia.."

"Ketiga, lo terlalu dini menyimpulkan seusatu. Lagian sejak kapan lo menilai seseorang yang baru aja lo kenal. Lo juga jadi kepo banget" sarkas Sera, membuatku terdiam. Benar juga ya, untuk apa aku mengurusi dan menilai orang yang baru saja ku kenal.

"Iya juga ya. Kenapa gue jadi kepo gini deh, bukan gue banget"

"Nah itu lo paham, kalau mau kenal deket sama dia lo samperin sono. Bantuin beres-beres kek, bantuin nyapu. SKSD aja nggk apa-apa. Gue mau tidur, jangan diganggu" Sera kemudian membalikkan tubuhnya, memunggungiku. Anak ini mulutnya memang tidak bisa disaring. Untuk apa aku datang ke kamar Kinal dan menawarkan diri untuk membantunya beres-beres, apalagi untuk SKSD. Membayangkannya saja aku sudah bergidik ngeri. Tak mungkin seorang Tasya mulai duluan mendekati seseorang, biasanya orang-oranglah yang mendekatiku. Ah, kenapa aku terlalu memikirkannya. Sepertinya menyusul Sera ke alam mimpi akan lebih nyaman.

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang