Cutest Journalist 3.0 - Tragedy

1.7K 255 26
                                    

Nadia's POV

Drtt..drtt...drrt

Aku merogoh tas di sampingku, mengambil ponsel yang berdering sejak tadi.

"Halo Re?"

"Eh Di, lo lagi kerja ya?"

"Nggk kok, ini lagi free. Baru aja balik liputan dari Kementrian. Kenapa Re?" Aku masuk ke dalam lift yang sudah terbuka, lalu menekan nomor 18 pada tombol.

"Gue denger dari Aldo, Rio sama Gina putus"

"Hah serius?!" Aku memperhatikan keadaan sekitar yang mulai ramai oleh para crew. Sepertinya akan lebih baik kalau mencari tempat yang lebih tenang.

"Iya bener"

"Eh bentar-bentar Re, gue nyari tempat yang rada sepi dulu" aku berjalan menuju ruangan di pojok yang terlihat sepi.

"Eh terus Gina gimana Re? Kasian dong dia"

"Iya, dari semalem dia nginep di tempat gue. Nangis semaleman" seketika rasa khawatir langsung menghinggapiku. Gina adalah salah satu sahabat dekatku, sama dengan Rea. Rasanya ingin langsung ke tempat Rea dan menenangkan Gina.

"Dia cerita putus karena apa?" Ku buka, pintu kaca yang tak tembus pandang itu.

"Rio selingkuh!"

"Apa?!!!" Pekikku kaget. Aku berbalik dan langsung terdiam. Entah apa yang harus ku lakukan kini. Semua mata orang yang ada di ruangan ini tertuju padaku, memandangku dengan tatapan aneh. Hanya satu dari banyaknya manusia di sini yang ku kenal, ia terlihat menahan senyum. Lulutku lemas seketika.

Oh Tuhan, bagaimana bisa aku salah masuk ruangan. Kupikir di ruangan ini tak ada orang. Aku lupa jika hari ini ada rapat bulanan yang dihadiri para kepala divisi dan petinggi perusahaan. Jika tadi aku merasa kasihan pada Gina, sekarang aku lebih kasihan pada diriku. Semoga setelah ini aku masih bisa bekerja di sini. Semoga.

"Mmm maaf Pak, Bu, saya pikir di ruangan ini nggk ada orang"

***
Kinal's POV

Aku masih fokus memperhatikan penjelasan Pak Beny, salah satu produser senior di sini. Sesekali aku mencatat poin penting yang ia sampaikan. Kebanyakan membahas perkembangan peogram yang baru saja release bulan lalu.

Rapat bulanan seluruh divisi selalu memakan waktu yang lama, semua kepala divisi melaporkan hasil kerja tim selama satu bulan kepada para petinggi perusahaan.

"Apa?!!" Suara itu membuat Pak Beny menghentikan presentasinya, membuat semua orang di ruangan ini menoleh ke sumber suara, termasuk aku.

Aku terkejut melihat siapa yang berdiri di depan pintu, ia terdiam. Mungkin kaget dengan apa yang ada di hadapannya sekarang. Semua orang di sini adalah orang-orang penting perusahaan, dan kini tengah menaruh fokus pada wanita yang baru saja masuk dan menyebabkan rapat terhenti sejenak. Semua peserta rapat menatap aneh pada Nadia, kecuali aku. Melihat ekspresi tegang bercampur kagetnya malah membuatku ingin tertawa.

"Mmm maaf Pak, Bu, saya pikir di ruangan ini nggk ada orang" ucapnya setelah keheningan yang tercipta beberapa saat. Tak ada yang menyahuti.

"Kalau gitu saya keluar dulu, sekali lagi maaf" lanjutnya sambil membungkuk, ia segera keluar dengan tergesa.

Aku mengalihkan pandangan pada Om Arki yang kini menatapku, seolah berkata 'dia bagian dari tim kamu kan?'. Aku tersenyum, lalu ku balas juga tanpa mengeluarkan suara 'I'll handle it'.

"Silahkan lanjutkan laporannya Pak Beny"

***
Aku masih diam, memandang wanita yang kini duduk di hadapanku. Ia sudah duduk sepuluh menit sejak aku memanggilnya ke ruangan ini.

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang