Secret 7.0

831 127 20
                                    

Kangen juga sama Renata

____________________________

Kelas sudah ramai saat Kinal masuk, padahal bel baru saja berbunyi. Jika di hari lain, kelas mulai ramai setelah beberapa menit bel masuk berbunyi. Kebanyakan siswa kembali dari kantin—atau tempat lainnya setelah guru-guru mulai keluar dari kantor. Ya daripada menunggu di kelas, mending nongkrong dulu.

Kinal duduk santai di bangkunya, tak seperti beberapa temannya yang heboh dan sibuk menyalin PR matematika. Jelas saja, pak Bowo—guru matematika mereka adalah salah satu guru yang paling dikakuti. Bahkan daripada guru BP atau kepala sekolah, pak Bowo lebih ditakuti. Udah serem, ngajar matematika pula, paket lengkap mimpi buruk para siswa. Oh jangan lupakan kumis tebalnya yang membuat penampilannya semakin seram.

Kinal tertawa melihat teman-temannya yang mulai panik karena sebentar lagi pak Bowo datang. Suasana seperti ini hampir selalu terjadi saat ada PR matematika.

"Ketawa aja lo Nal, bantuin kek," kata Omen. Kinal menanggapi dengan tawa.

"Selamat siang."

Kelas yang tadinya ricuh seketika menjadi hening. Beberapa bahkan duduk di bangku yang salah. Wajah-wajah yang tegang jadi semakin tegang.

"Taruh tugas kalian di atas meja masing-masing." Tak sampai satu detik setelah pak Bowo memberi perintah, semua buku sudah ada di atas meja masing-masing. Ah ralat, hampir semua meja, karena ada satu meja yang kosong. Meja Kinal.

"Anjir Men, tas gue kemana?!" Bisiknya pada Omen yang terlihat tegang karena tak berhasil mencontek seluruh nomor. Laki-laki itu menggeleng. "Gue yakin banget dari pagi di sini? Kok sekarang nggak ada?!!" Panik Kinal, mulai mencari di bawah kursinya.

Entah di mana tas miliknya, di kolong meja tak ada. Seingatnya ia tak pernah ke loker untuk menaruh tas. Sebelum istirahat tasnya masih ada di kolong meja. Tadi ketika istirahat ia hanya main di ruang sekertariat dan kantin. Nongkrong dengan Omen yang sejak kemarin minta ditraktir. Lalu, ke mana tasnya?

Pak Bowo mulai berkeliling, memeriksa satu persatu buku di atas meja para siswa. Kinal semakin deg-degan saat pak Bowo semakin dekat dengan mejanya. Wajah tegang teman-temannya saat sibuk mengerjakan PR tadi kini berpindah ke wajahnya. Ah tidak, Kinal berkali-kali lipat lebih tegang sekarang.

"Tugas kamu mana Kinal?"

Susah payah Kinal menelan ludah. "Ta..tadi ada pak, sekarang ilang."

Pak Bowo mengerutkan dahi. "Hilang? Gimana bisa hilang? Jangan banyak alesan kamu, bilang aja belum ngerjain."

"Sumpah pak beneran ilang. Tas saya juga ikutan ilang. PR saya udah jadi kok pak."

Pak Bowo menyapu pandangan ke seluruh siswa. "Siapa yang nyembunyiin tasnya Kinal?"

Tak ada yang menjawab, karena memang tak ada yang tau.

Kinal ikut menyapu pandangannya ke seluruh ruang kelas, mencari wajah-wajah mencurigakan. Walau yang mukanya paling kriminal sebetulnya si Omen, tapi tak mungkin ia menyembunyikan tas Kinal, sejak tadi mereka bersama.

"Ini jangan-jangan kamu yang bohong Kinal. Kalau bener ada yang nyembunyiin, nggak mungkin nggak ada yang liat. Saya yakin sebelum bel masuk kalian udah di kelas buat ngerjain PR."

Dari keheningan yang menegangkan itu, suara kekehan terdengar di pojok ruangan. Semua mata langsung tertuju pada Ringgo. "Kenapa kamu ketawa Ringgo? Kamu pikir lucu?!" Yang dibentak langsung diam, terlalu terkejut sampai barangkali rohnya hampir meninggalkan raganya. "Kalian ini ya, kebiasaan. Saya kasi PR tapi selalu kerjain di sekolah. Dari kepanjangannya aja udah jelas, P—pekerjaan, R—rumah. PEKERJAAN RUMAH!"

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang