Paid Love 20 (End)

643 115 20
                                    

"I can't handle it, mom."

Rebeca melepaskan pelukan, menyingkirkan helaian rambut di wajah Chloe, lalu dengan lembut mengusap air mata putrinya. "Apa yang nggak bisa kamu handle, sayang? Tell me."

Lama keduanya saling tatap, air mata Chloe masih saja mengalir. "Aku udah nggak bisa nahan semuanya sendiri, ma. Capek banget rasanya mendam ini." Entah mengapa ucapan Chloe membuat jantung Rebeca berdegub kencang, tapi ia masih berusaha terlihat tenang. "I need to tell you something, mom. I.. I love her."

Jantung Rebeca terasa berhenti sejenak. Tanpa bertanya, ia tau dengan jelas apa dan siapa yang dimaksud anaknya. Ia berusaha menyembunyikan keterkejutannya, sebisa mungkin terlihat tenang walau perasaannya seperti diaduk.

Dengan tangan yang bergetar, Rebeca kembali mengusap air mata Chloe. "Sayang, itu cuma perasaan sesaat. Barangkali rasa sayang kamu ke Kinal begitu besar, sampai kamu nganggap itu perasaan cinta. Kinal selalu ada buat kamu sampai lama kelamaan kamu jadi bergantung sama dia. Mama paham, wajar kalau kamu merasa begitu. Mungkin kamu mengharapkan sosok saudara di hidup kamu, mama yakin Kinal juga demikian, makanya dia memperlakukan kamu seperti seorang adik."

"Enggak, ma. Perasaanku ke Kinal lebih dari seorang teman atau saudara. Udah lama aku ngerasain ini, tapi aku nggak berani nyatain perasaan karena aku takut Kinal menjauh. Di sisi lain, setiap aku sama dia, aku selalu tersiksa karena harus nyembunyiin apa yang sebenernya aku rasain."

Rebeca mengembuskan napas berat. Ia mulai menyalahkan dirinya karena selama ini tak banyak menghabiskan waktu bersama Chloe, hingga putrinya merasa lebih bergantung pada orang lain ketimbang dirinya. "It's just a phase, sayang. Kamu akan melewati semua ini, lama kelamaan kamu juga pasti lupa akan perasaan itu. Mama sadar selama ini jarang ngabisin waktu sama kamu. Kinal ada di saat mama nggak hadir. Kamu hanya-"

"It's not a phase, ma. It's not a phase. Apa pun pendapat mama mengenai perasaanku terhadap Kinal, entah itu cuma fase, atau karena kehadiran Kinal mengisi peran saudara, itu semua nggak bener, ma. Aku bahkan nggak butuh saudara yang perlu ngasi perhatian, yang mau nemenin aku di situasi apa pun. Aku cuma butuh Kinal."

Kuat-kuat Rebeca mengepalkan tangan, matanya terpejam. Entah mana yang lebih sakit, fakta bahwa putrinya mencintai perempuan, atau fakta bahwa mereka mencintai orang yang sama.

Sebetulnya, jauh di dalam lubuk hatinya, di antara rasa syukur karena Kinal selalu menemai Chloe di saat ia tak bisa, selalu ada kekhawatiran yang terselip di benak Rebeca ketika melihat Chloe yang begitu dekat, bahkan bergantung pada Kinal. Tapi pikiran itu ia buang jauh-jauh, karena ia pikir Chloe memang sangat manja pada orang-orang terdekatnya.

"Chloe percaya sama mama, itu cuma perasaan sesaat, sayang. Coba sibukkin diri kamu dengan berbagai aktifitas, pasti lama kelamaan kamu akan lupa."

"Nggak bisa, ma."

"Sayang..."

"Perasaanku ke Kinal itu nyata, ma. Stop bilang bahwa ini perasaan sesaat! Aku yang ngalamin ini, aku yang paling tau gimana perasaanku. I want her... I want to be with her."

"Chloe cukup! Kamu sadar kan dengan apa yang kamu omongin? Jangan konyol, itu mustahil. Sebesar apa pun keinginan kamu untuk bersama, kalian nggak akan bisa bersatu."

Tangis Chloe semakin menjadi, membuat perasaan Rebeca semakin tak karuan. Ia dihadapkan pada kenyataan yang sangat sulit. Sebagai seorang ibu, tentu ia tak mau putri satu-satunya itu memiliki perasaan terlarang yang tak seharusnya ia miliki. Di sisi lain, ia sepenuhnya paham perasaan itu. Perasaan terlarang yang sejak lama ia rasakan—yang coba ia lenyapkan dengan segenap kemampuannya—walau akhirnya ia kalah dan mengakui bahwa dirinya tak bisa bersembunyi dari perasaan itu.

Kinal's One ShootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang