Bola mata Intan membulat sempurna. "Dia ada di belakang gue?" bisik Intan pada Fany yang duduk di depannya.
"Iya, gue juga tadi gak lihat," sahut Fany pelan sambil merapatkan giginya.
Mereka berdua sangat gugup karena ketahuan sedang menggunjing profesor galak di kantin.
'Mati gue!' batin Intan. Kemudian ia menoleh perlahan ke belakang.
"Siang, Prof," sapanya sambil tersenyum getir.
"Saya tunggu di ruangan operasi lima menit lagi!" sahut Zein. Kemudian ia berlalu.
"Kan, gue bilang juga apa," ucap Intan, kesal. Makanannya bahkan belum habis separuh. Namun Zein sudah memanggilnya lagi.
Akhirnya Intan pun pamit pada Fany dan berlari menuju ruang operasi agar tidak dimarahi Zein lagi karena terlambat.
"Bisa gak sih dia lebih manusiawi dikit? Gue harap perjodohan itu bisa dibatalin gimana pun caranya. Gue gak mau hidup sama manusia gak punya hati kayak dia," gumam Intan sambil berlari.
Saat Intan sedang berlari, Bima melihatnya dari kejauhan. Ia tersenyum karena melihat Intan sudah seperti booster baginya.
Kali ini Intan tidak terlambat. Ia berhasil tiba di ruang operasi sebelum lima menit dan segera berganti pakaian dan membersihkan tubuhnya di sana.
"Selamat siang," sapa Intan saat masuk ke ruang operasi. Di sana sudah siap beberapa orang dokter dan juga perawat senior. Hanya Intan yang merupakan dokter muda dan bisa dibilang belum berpengalaman.
Saat Intan masuk ke ruangan tersebut, Zein sudah stand by di posisinya. "Operasi ini akan berjalan paling cepat 6 jam. Jadi, jika ada yang merasa tidak sanggup, silakan keluar dari sekarang!" Zein menyindir Intan.
Padahal dia yang memanggil Intan untuk datang ke sana. Namun, dia pula yang mengusirnya. Sebenarnya Zein hanya kesal karena Intan menggunjingnya tadi. Sehingga ia ingin menghukum dokter muda itu.
Intan sempat terkejut kala mendengar operasinya begitu lama. Namun ia tidak ingin mundur karena kesempatan seperti ini sangat langka.
Akhirnya Zein pun memulai operasinya. Selama itu Intan memperhatikan apa saja yang dilakukan oleh Zein. Ia pun terkesima melihat kepiawaian calon suaminya itu dalam melakukan operasi.
"Pantes aja dia dijuluki sebagai tangan magic. Ternyata dia memang ahli," gumam Intan pelan. Ia tidak melihat keraguan sedikit pun di wajah Zein.
Saat setengah perjalanan, Intan mulai mengantuk. Perutnya pun terasa lapar karena seharian ini ia baru makan sedikit.
'Kamu harus kuat, Intan! Jangan sampai Prof marah lagi,' batin Intan. Ia berusaha untuk tetap terjaga meski matanya sangat berat karena saat ini ia hanya menjadi penonton.
Sesekali Zein melirik ke arah Intan. Ia dapat melihat gadis itu sedang menahan kantuk. "Ini bukan tempat untuk tidur. Perhatikan baik-baik jika memang ingin belajar!" sindir Zein tanpa menoleh ke arah Intan.
Disindir seperti itu, Intan pun kembali segar. Ia berusaha berdiri tegak meski kakinya sudah hampir kram.
Beberapa jam kemudian, mereka sudah selesai melakukan operasi. Mereka keluar dari ruangan tersebut dan melepaskan pakaian masing-masing. Namun, Intan yang terakhir keluar dari ruangan itu, tiba-tiba kehilangan kesadaran saat hendak mencuci tangan.
"Intan!" pekik dokter anastesi yang berdiri lima meter dari Intan. Zein yang sedang mencuci tangan di dekat Intan pun langsung menoleh ke arahnya dan segera menangkapnya sebelum Intan terjatuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
RomanceIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...