Zein tercekat mendengar pertanyaan seperti itu dari Intan. Saat ini lidahnya kelu, antara hati dan otak bertentangan. Ia bingung ingin mengaku, tetapi sangat gengsi. Alhasil Zein malah marah.
"Berani sekali kamu bicara seperti itu pada saya? Apa karena sekarang saya sudah bukan konsulen kamu lalu kamu tidak sopan seperti itu?" tanya Zein, kesal.
"Yang pasti karena saya sudah lelah menghadapi sikap Prof yang sangat aneh itu," skak Intan lagi.
"Oh, sekarang sifat asli kamu ketahuan, ya. Kemarin kamu berusaha keras untuk bersikap sopan di hadapan saya. Tapi setelah mendapatkan nilai, kamu bisa bicara seenaknya seperti itu." Zein masih mencari kesalahan Intan meski itu tidak ada hubungannya dengan apa yang sedang mereka bicarakan saat ini.
"terserah Prof mau anggap apa. Saya tidak peduli," jawab Intan.
Napas Zein terasa begitu sesak mendengar jawaban calon istrinya itu.
"Lebih baik kamu keluar dari sini, sekarang juga!" ucap Zein sambil menunjuk pintu ruang kerjanya. Jika sedang kesal pada Intan, rasanya ia ingin melakukan hal yang lebih dari kemarin. Sehingga ia mengusirnya agar dirinya tidak khilaf.
"Dengan senang hati," sahut Intan. Akhirnya ia pun meninggalkan ruangan itu.
Brug!
Huuh!
Intan menghela napas panjang saat keluar dari ruangan tersebut. Sebenarnya ia tidak seberani itu. Intan bun gemetar saat berusaha melawan Zein. Namun Intan tetap berusaha memberanikan diri agar dirinya tidak selalu ditindas oleh profesor tersebut.
"Emang dia pikir dia aja yang bisa bikin aku kesel? Aku juga bisa," gumam Intan sambil menyeringai. Kemudian ia pun berjalan menuju kantin karena tadi dirinya belum sempat berpamitan dengan Bian.
Namun, belum tiba di kantin, Intan sudah bertemu dengan Bian di jalan.
"Sorry ya, Bi. Aku tadi ada perlu," ucap Intan.
"It's okey. Sekarang kamu mau ke mana?" Bian balik bertanya.
"Mau pulang. Tadi aku ke sini cuma buat perpisahan sama temen yang lain. Jadi sekarang udah gak ada keperluan lagi, makanya mau pulang," sahut Intan.
"Aku antar, boleh?" tanya Bian lagi.
"Gak usah, aku bawa motor, kok. Ya udah aku duluan, ya?" ucap Intan tergesa-gesa.
"Ya udah kalau begitu aku antar sampai ke parkiran," ucap Bian. Ia masih belum ingin berpisah dari Intan.
Akhirnya Bian mengantar Intan hingga ke parkiran motor. Mereka tidak sadar bahwa sejak tadi ada yang membuntuti Intan dengan hati yang terbakar.
"Oh, jadi sekarang mereka sudah dekat?" gumam Zein sambil mengepalkan tangannya.
"Silakan kamu bersenang-senang, setelah menikah nanti, aku pastikan kamu tidak akan bisa dekat dengan pria mana pun," gumam Zein sambil tersenyum sinis. Kemudian ia meninggalkan tempat itu karena sudah tidak sanggup melihat kedekatan Intan dan Bian.
Sejak saat itu, Zein pun jadi uring-uringan dan suster yang bekerja dengannya kena semprot. Hingga membuat semua orang bingung mengapa Zein marah-marah terus.
Beberapa hari kemudian ....
Besok sudah hari H pernikahan Zein dan Intan. Malam ini Intan tidak bisa tidur karena ia masih berat untuk melakukan pernikahan dengan Zein. Sementara Zein tidak bisa tidur karena tidak sabar ingin segera menghalalkan Intan.
"Ck! Ini mimpi terburuk aku jika sampai pernikahan itu benar-benar terjadi," gumam Intan, kesal.
Jika tidak mengingat kesehatan ibunya, Intan pasti sudah kabur agar tidak perlu menikah dengan Zein. Namun ia khawatir ibunya akan jatuh sakit jika sampai ia melarikan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
RomanceIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...