"Iya maaf, Prof. Saya gak biasa pakai perhiasan, jadi bingung mau jawab apa," sahut Intan, memelas.
"Ya sudah, nanti kamu bisa pilih sendiri mana yang kamu suka," ucap Zein.
Ia terkesan otoriter dan menyebalkan. Namun Zein tetap memberikan kesempatan pada Intan untuk memilih. Secara tidak langsung ia menghargai pilihan calon istrinya itu.
"Baik, Prof," sahut Intan.
Beberapa saat kemudian mereka sudah tiba di parkiran sebuah ruko. Beruntung Zein bisa memarkirkan mobilnya tepat di depan toko perhiasan yang ia tuju.
Setelah memarkir mobilnya, Zein turun dan berjalan ke arah pintu Intan. Sebelum Zein sampai, Intan sudah membuka pintunya. Namun, belum sempat Intan menurunkan kakinya dari mobil, Zein langsung menggendongnya kembali.
"Prof, saya bisa jalan sendiri," ucap Intan. Ia sangat risih jika digendong oleh Zein terus.
"Saya tidak ada waktu untuk menunggu kamu," skak Zein. Lalu ia menutup pintu mobil dengan kakinya, dan membawa Intan masuk ke toko tersebut.
Intan pun hanya bisa pasrah. Sebab memang dirinya tidak bisa berjalan cepat karena kakinya itu masih sakit.
"Selamat sore," sapa staf toko yang menyambut mereka di depan pintu.
"Sore ... kami mau lihat cincin pernikahan. Tolong berikan yang terbaik!" pinta Zein sambil berjalan ke arah sofa, lalu menurunkan Intan di sana.
"Baik," sahut staf. Kemudian ia mengambil beberapa sample cincin untuk ditunjukkan pada mereka.
"Silakan, ini beberapa koleksi terbaru kami," ucap staf tersebut sambil menyodorkan samplenya.
"Apa ada yang kamu suka?" tanya Zein.
"Wah ... semuanya bagus," gumam Intan sambil memandangi satu per satu cincin tersebut.
Sesekali Intan melirik ke arah Zein. Ia khawatir konsulennya itu kesal karena menunggu terlalu lama. Akhirnya Intan memilih random dengan menunjuk cincin yang menurutnya paling sederhana. Hanya cincin dengan satu mata kecil di tengahnya.
"Yang itu aja, Prof," ucapnya.
Staf toko pun langsung tersenyum. "Jadi mau yang ini?" tanyanya. "Ini cincin berlian dan kebetulan toko kami sedang mengadakan promo. Setiap pasangan yang membeli cincin berlian couple di toko kami akan mendapat cash back berupa voucher hotel untuk bulan madu," ucap staf tersebut.
Intan terkesiap setelah mendengar akan mendapat hadiah voucher bulan madu dari toko tersebut. Ia tidak pernah membayangkan akan melakukan bulan madu bersama Zein.
Seketika sebelah ujung bibir Zein menyungging. "Selera kamu bagus juga," ucapnya pada Intan.
"Oke, saya ambil yang itu satu pasang," jawab Zein.
Intan jadi tidak enak hati pada Zein. "Maaf, Prof. Saya tidak tahu kalau itu berlian," ucapnya.
"It's oke. No problem," sahut Zein, santai.
Baginya itu bukan masalah besar. Toh uangnya lebih dari cukup untuk sekadar membeli cincin berlian. Saat ini ia sedang senang karena mendapat hadiah bulan madu. Dengan begitu Zein tidak perlu pusing memikirkan bagaimana cara mengajak Intan bulan madu.
Namun, hal itu membuat Zein jadi teringat akan kejadian tadi siang. 'Sial! Kenapa aku harus ingat itu lagi, sih?' batin Zein. Ia kesal pada Intan karena telah membangunkan jiwa maskulinnya.
"Baiklah, kalau begitu kita ukur dulu, ya," ucap staf toko. Kemudian ia mengukur jari mereka.
"Wah ... ternyata ukurannya sudah pas. Jangan-jangan ini yang dinamakan jodoh. Bahkan cincin pun merestui," ucap staf toko.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
RomanceIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...