"Sini!" ucap Zein, mengarahkan Intan berdiri di bawah shower. Kemudian ia menyalakan air showernya.
"Aww, dingin, Prof," keluh Intan. Ia merasa kedinginan saat air shower menyentuh tubuhnya.
Zein pun memeluk Intan yang sedang menghadap ke arahnya, kemudian mengatur suhu air shower tersebut sambil merasakan dengan tubuhnya yang menempel pada tubuh Intan itu.
"Cukup?" tanya Zein.
Intan pun mengangguk.
Sebenarnya saat ini Intan sedang bingung. Mengapa sikap Zein begitu baik padanya. Setiap kali baru selesai bercinta, Zein pasti menunjukkan perhatiannya pada Intan. Meski secara tidak langsung.
Seperti membersihkan sisa cairannya. Menyuapi Intan, bahkan saat ini ia hendak memandikannya. Hal itu membuat Intan terkesima hingga ia mematung sambil menatap Zein tanpa sadar.
Sementara itu, Zein sedang serius memandikan Intan. Ia mengambil sabun dan menyabuni seluruh tubuh istrinya, tanpa terkecuali. Ia terlihat begitu telaten melakukannya. Tak lupa Zien pun memakaikan sampo sambil memijat-mijat kepala Intan.
Saat Zein menoleh ke arah Intan, ia baru sadar istrinya itu sedang menatapnya. "Apa kamu jatuh cinta pada saya, sampai menatap saya seperti itu?" tanya Zein.
Intan pun terkesiap. Ia langsung menggelengkan kepalanya.
Akan tetapi, posisi Zein yang sedang memakaikan sampo itu membuatnya tak sengaja mengenai mata Intan karena ia bergeleng.
"Aww!" Intan merasa perih. Zein pun bergegas membalik tubuh istrinya itu, kemudian membilas matanya. Namun posisi Zein seolah sedang memeluk Intan dari belakang.
"Makanya kamu tuh hati-hati! Cuma ditanya begitu aja panik," ucap Zein sambil membasuh mata Intan.
Jantung Intan berdebar kala dipeluk seperti itu. Ia dapat merasakan otot-otot di perut suaminya. Apalagi senjata Zein yang mulai melemas itu menyentuh bumper belakang Intan. Membuat pikiran Intan berkelana.
"Sudah cukup?" tanya Zein.
Intan menganggukkan kepala. "Terima kasih, Prof," sahut Intan.
"Ya sudah, sekalian bilas!" ucap Zein. Ia pun mengatur shower agar air yang keluar banyak dan menyebar. Kemudian membilas tubuh mereka berdua secara bersamaan. Sebab tadi Zein pun sudah memakai sabun dan sampo untuk dirinya sendiri.
Setelah itu, ia mengambilkan handuk untuk Intan dan menggosok kepala istrinya.
"Sana wudhu!" ucap Zein setelah memakaikan Intan handuk dan bath robe.
Intan pun menurut. Ia berharap sikap Zein memang benar-benar berubah. Apalagi setelah pergulatannya beberapa saat yang lalu. Zein begitu menikmati tubuh Intan dan membuat wanita itu merasa dibutuhkan oleh Zein.
Selesai wudhu, Intan pun meninggalkan kamar mandi dan bersiap untuk shalat dzuhur. Sementara itu, Zein mengambil wudhu, lalu menyusul Intan.
"Mau shalat berjmaah?" tanya Zein.
Intan mengangguk.
Akhirnya mereka pun melakukan shalat berjamaah.
Selesai shalat, Intan bingung hendak mengecup punggung tangan Zein atau tidak. 'Tapi kan dia suami aku. Yaudahlah, meski belum cinta, gak ada salahnya, kan,' batin Intan. Akhirnya ia pun mendekat ke arah suaminya, lalu mengulurkan tangannya.
Zein menoleh saat tangan Intan terulur. Ia yang paham pun menjabat tangan istrinya itu, lalu dikecup dengan khidmat oleh Intan.
Hati Intan terasa begitu tentram dalam momen seperti ini. Dalam hatinya pun ia berdoa. Berharap agar hati Zein dilembutkan dan bisa menjadi suami sesungguhnya yang memang mencintainya.
Namun, belum sempat Intan mengendalikan perasaannya, tiba-tiba Zein mengusap kepala Intan. Hal itu pun membuat Intan menjadi terbawa suasana.
"Semoga kamu bisa menjadi istri solehah dan tidak suka melawan suami lagi," ucap Zein.
Deg!
Momen mesra itu pun seketika hancur. 'Melawan suami? Emang kapan aku ngelawan dia?' batin Intan sambil mengerutkan keningnya. Ia pun langsung melepas tangannya. Kemudian menjauhi Zein.
Sebenarnya maksud Zein bukan seperti itu. Ia hanya ingin Intan selalu ramah padanya dan tidak pernah menolaknya ketia ia sedang 'ingin'.
"Nah kan, baru juga didoakan. Sekarang sudah cemberut seperti itu. Memang susah melembutkan hati seseorang," gumam Zein.
Intan yang mendengarnya pun semakin kesal. Kemudian ia bergegas mengganti pakaian dan mengambil tasnya.
"Lho, kamu mau ke mana?" tanya Zien saat melihat Intan hendak keluar kamar.
"Mau cari kamar lain. Biar gak diperkosa lagi!" ucap Intan, kesal. Kemudian ia hendak meninggalkan kamar itu.
Zein pun langsung menahan tangan Intan. "Hah? Apa saya tidak salah dengar? Bisa-bisanya kamu bicara seperti itu? Memangnya tadi kamu terpaksa? Kan kamu juga menikmatinya," ucap Zein, kesal.
"Saya wanita normal. Jika sudah dirangsang seperti itu, mana mungkin saya tidak terangsang? Jika bukan pemaksaan, lalu apa nama yang pantas bagi orang yang ingin menggauli istrinya saat sedang tidur?" tanya Intan, tidak kalah kesal.
Setiap kali Intan melawan, Zein selalu emosi padanya. Padahal baru saja ia mendoakan agar Intan patuh.
"Kamu harus ingat, semua yang ada di tubuh kamu adalah milik saya. Jadi kapanpun dan dalam kondisi apa pun saya menginginkannya, saya berhak untuk mengambilnya. Kamu camkan itu!" ucap Zein sambil mengeram.
Intan tidak bisa mejawab ucapan Zein yang satu itu.
"Satu lagi. Apabila saya tidak mengizinkan kamu keluar, maka sebaiknya kamu menurut jika tidak ingin dilaknat oleh Allah," bisik Zein. Kemudian ia melepas tangan Intan dan berjalan ke arah sofa, lalu duduk di sana.
'Suami sialan!' batin Intan sambil mengepalkan tangannya. Bagaimana pun ia masih takut dosa.
Akhirnya Intan menaruh tasnya kembali dengan sedikit melempar untuk melampiaskan kekesalannya.
Setelah itu Intan kembali menuju ke sofa yang ada di teras kamar itu.
"Apa? Gak boleh juga ke teras?" tanya Intan, ketus.
Zein hanya mengangkat kedua bahunya, kemudian memalingkan wajah. 'Apa aku terlalu memanjakannya sampai dia berani seperti itu?' batin Zein.
Ia masih belum paham bagaimana cara memperlakukan istri dengan baik agar istrinya itu patuh. Padahal apa yang ia lakukan justru membuat Intan semakin ingin melawan.
Intan pun duduk sambil bermain ponsel. "Kali ini aku gak boleh tidur. Bisa-bisa nanti diperkosa lagi sama suami akhlakless itu," gumam Intan sambil memicingkan matanya ke arah Zein.
Jika sedang kesal seperti itu Intan seolah lupa akan kenikmatan yang ia rasakan ketika sedang bercinta. Padahal, tadi Intan sampai lupa diri dan benar-benar menikmati permainan suaminya itu.
'Bulan madu gini amat, sih. Masa kayak orang marah-marahan begini?' batin Zein. Ia tidak nyaman dalam kondisi seperti itu.
Zein pun pura-pura sibuk memainkan ponselnya. Akan tetapi ia terus melirik ke arah Intan.
"Apa aku ajak jalan aja, ya?" gumam Zein, seolah tak berdosa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
RomanceIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...