Sangat Aneh

40.3K 2.4K 23
                                    


'Hah? Merepotkan dia bilang? Apa aku gak salah denger? Perasaan tadi aku udah nolak dan dia yang maksa. Tapi kenapa dia bisa bilang aku merepotkan?' batin Intan.

Zein pun duduk dan melanjutkan makannya tanpa dosa. Hal itu membuat Intan semakin kesal. Sudah bibirnya sakit, ditambah harus mendengar ucapan Zein yang sangat pedas itu. Rasanya ia ingin melemparkan saus ke wajah Zein.

Hidungnya bahkan sampai kembang kempis saking kesalnya. Jika tidak ingat bahwa Zein adalah konsulennya, mungkin Intan sudah meninggalkan resto tersebut saat itu juga.

Beberapa saat kemudian Zein sudah selesai makan. Ia berdiam sejenak, kemudian mengajak Intan pulang.

"Saya sudah selesai, mari pulang!" ajak Zein. Ia tidak ingin berlama-lama di tempat itu.

Intan mengangguk. Kebetulan ia pun sudah selesai makan.

Setelah itu, mereka pun meninggalkan restoran tersebut. Sebelumnya Zein telah membayar makanan mereka tentunya.

"Terima kasih, Prof," ucap Intan.

Zein mengerutkan keningnya. "Untuk?" tanyanya.

"Terima kasih karena hari ini saya sudah ditraktir makan," ucap Intan lagi.

Zein menyunggingkan sebelah ujung bibirnya. "Tidak perlu berterima kasih! Anggap saja latihan jadi istri," jawab Zein, kemudian ia berjalan menuju pintu mobil bagian sopir.

Seketika lutut Intan terasa lemas. 'Kenapa sih dia tuh kalau ngomong kayak kompor meledug. Bisa banget bikin aku jantungan,' batin Intan. Lalu ia pun bergegas menyusul Zein masuk ke mobil.

Saat tiba di dalam mobil, Intan yang sedang tidak fokus karena ucapan Zein barusan pun lupa memasang seat beltnya lagi. Ia hanya duduk sambil menatap ke depan.

Namun, tiba-tiba Intan melihat kepala Zein ada di hadapannya. Ia pun sontak memundurkan wajahnya karena sangat terkejut. Apalagi ketika Zein menoleh.

"Apa kamu tidak biasa naik mobil, sampai memasang seatbelt saja harus diingatkan?" tanya Zein.

Intan terbelalak sambil menahan napas. "M-maaf, Prof," sahutnya tanpa membuka mulut. Kemudian Zein menarik seatbelt itu dan memasangnya.

Klek!

Sebenarnya ia sengaja melakukan hal itu karena Zein senang melihat wajah Intan yang panik seperti itu.

Setelah memasang seatbelt, Zein pun melajukan kendaraannya.

Sepanjang perjalanan, Intan gelisah. Ia bingung sebenarnya apa yang ada di pikiran dan hati Zein. Selama ini pria itu selalu membuatnya kesal. Namun, tak jarang Zein pun sering membuat hati Intan berdesir. Sehingga Intan mulai terusik.

Sesekali ia melirik ke arah Zein. Hatinya bertanya-tanya. 'Dia tuh ganteng. Tapi kenapa galak banget, sih? Tiap ngomong selalu nyelekit. Cuma kenapa juga dia suka ngucapin kalimat yang bikin hati aku deg-degan. Bahkan terkadang tindakkannya pun terkesan perhatian. Ah, udahlah, ngapain amat aku mikirin dia.'

Zein yang sedang serius menatap ke depan pun berbicara tanpa menoleh. "Kenapa? Apa wajah saya setampan itu sampai kamu terkesima melihatnya?" tanya Zein.

Intan pun terkesiap. "Enggak, Prof. Saya lagi lihat jalanan," kilah Intan. Ia tidak mau disebut sedang menatap Zein.

Zein menyeringai. "Oh ... jalanannya tampan?" tanya Zein.

"Iya," sahut Intan. Namun seketika ia sadar. "Enggak, Prof!" Ia langsung meralat ucapannya. Namun Zein sudah terlanjur senang dengan jawaban pertama Intan. Ia hanya tersenyum dalam hati.

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang