Wajah Zein terlihat pucat. Hal itu membuat Intan khawatir padanya.
Intan pun memijat tengkuk suaminya itu agar Zein merasa lebih lega. Tak lupa Intan mengusap punggung Zein.
"Mas tunggu sebentar, ya!" ucap Intan. Kemudian ia meninggalkan Zein dan mengambil minyak gosok. Lalu membaluri perut, dada dan punggung suaminya itu dengan minyak gosok.
"Gimana, masih mual?" tanya Intan.
"Sedikit," sahut Zein sambil mencuci mulutnya dengan air. Setelah itu ia berjalan ke tempat tidur sambil memegangi perutnya.
"Ya udah Mas istirahat aja! Ini pasti karena Mas kelelahan karena bolak balik jemput aku," ucap Intan sambil menuntun suaminya itu berjalan ke arah tempat tidur.
Zein pun merebahkan tubuhnya di tempat tidur.
"Periksa dulu ya, Mas!" ucap Intan. Kemudian ia mengambil alat medis miliknya, lalu memeriksa Zein dengan seksama.
Zein yang sedang mual itu pun hanya pasrah. Jika biasanya ia yang selalu sibuk memeriksa pasien. Kini justru dirinya yang menjadi pasien istrinya sendiri.
"Alhamdulillah semuanya normal. Ini aku kasih obat mual aja biar mualnya berkurang. Habis itu Mas istirahat dulu, nanti pagi baru sarapan, ya?" ucap Intan.
Zein hanya mengangguk sambil memejamkan mata. Seumur-umur baru kali ini Zein merasakan hal seperti itu. Apalagi ini sudah hampir subuh, harusnya ia bisa tidur dengan nyaman karena sudah mengantuk.
Intan pun mengambilkan obat untuk suaminya dan membantunya minum obat tersebut.
"Diminum dulu, Mas!" pinta Intan.
"Terima kasih, Sayang," sahut Zein. Ia pun meminumnya dan kembali merebahkan tubuhnya.
"Kamu juga istirahat, ya!" pinta Zein.
"Iya, Mas," sahut Intan. Ia pun masih mengantuk.
Di tempat lain, Ira yang merasa memiliki pasien itu bangun lebih awal. Kemudian ia pergi ke markas untuk mengontrol kondisi Bian.
Tiba di pos, penjaga mengizinkannya masuk karena masih ingat bahwa semalam Ira datang ke sana untuk mengibati Bian.
"Terima kasih, Pak," ucap Ira. Setelah itu ia pun masuk menuju kamar Bian.
"Pagi, Dok!" sapa anak buah Bian yang kebetulan baru saja keluar dari kamar Bian.
"Pagi! Bagaimana kondisinya? Apa sudah membaik?" tanya Intan.
"Sudah, Dok. Tapi sekarang komandan masih tidur," jawab anak buah Bian.
"Oh, syukurlah kalau begitu," sahut Ira. Ia senang jika memang Bian sedang tidur. Ira pun masuk untuk memeriksa kondisinya.
"Permisi," ucap Ira secara perlahan.
Setelah itu Ira kembali dudu di tempatnya yang kemarin sebab para anak buah Bian tidak peka untuk memberikannya kursi.
Ira sengaja tidak membangunkan Bian. Ia tak ingin bertemu dengan Bian dalam kondisi pria itu sedang sadar. Sebab sampai saat ini Ira masih ingat betapa ketusnya Bian kala itu. Sehingga beginya lebih baik tidak berkomunikasi langsung dengan pria itu.
Ira memasang stetoskop di telinganya. Kemudian ia mengarahkan kepala stetoskop tersebut ke dada Bian.
Greb!
Ira sangat terkejut karena tangannya langsung digenggam oleh Bian. "Mau apa kamu?" tanya pria yang sedang terbaring itu.
"Astaga! Lepas!" ucap Ira, kesal. Ia malas menjawab pertanyaan Bian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
RomanceIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...