84. Posesif

36.4K 2.2K 74
                                    

Mereka semua langsung menoleh ke arah pintu. Kemudian melihat ada Zein melintas di sana.

"Waduh, gimana kalau dokter Intan ngadu?" gumam salah seorang dokter.

"Ya mau gimana lagi? Terima nasib, lah," timpal dokter yang lain.

Akhirnya mereka semua cemas dan khawatir Zein akan memarahi mereka.

Padahal Zein datang ke sana hanya untuk menjemput istrinya. Berhubung pernikahan mereka sudah tidak ada yang perlu ditutupi lagi, Zein pun tidak sungkan menjemput Intan untuk makan siang bersama.

"Sayang, hari ini kamu mau makan apa?" tanya Zein saat sudah berada di hadapan Intan.

Semua yang ada di dalam ruangan tadi pun menguping. Sebab mereka takut Intan akan menceritakan hal yang tadi.

"Hem ... aku lagi males makan, Mas," jawab Intan.

Zein menangkup sebelah pipi Intan. "Kok males, sih? Jangan males, dong. Kasihan janinnya nanti. Dia kan butuh asupan juga," ucap Zein, lembut.

"Tapi gimana kalau gak selera? Dipaksain juga malah mual nanti," ucap Intan, manja.

"Kalau disuapin, mau gak?" tanya Zein.

Intan tersenyum. "Tapi pake tangan langsung, ya? Jangan pake sendok," ucap Intan. Ia jadi ingat bagaimana nikmatnya ketika disuapi oleh suaminya itu.

"Siap, Nyonya! Yang penting kamu mau makan. Jangankan nyuapin pake tangan, pake bibir aja aku siap," sahut Zein. Ia berani bicara seperti itu karena Zein pikir di sana sepi. Ia tidak sadar ada beberapa orang di dalam ruangan administrasi.

"Ya udah, yuk!" sahut Intan. Akhirnya mereka pun meninggalkan ruangan itu menuju ke ruangan pribadi Zein.

Seperti biasa, Zein tidak betah jika berjalan masing-masing. Sehingga ia selalu menggandeng tangan Intan.

"Mas, ini kan di rumah sakit, bisa gak jalannya gak usah gandengan gini?" Seperti biasa pula Intan selalu protes.

"Hem ... bisa gak kamu gak usah protes?" sahut Zein.

"Hiih, kamu, nih! Nyebelin deh. Aku kan malu, tau," keluh Intan.

Zein langsung meghentikan langkahnya. Kemudian ia menoleh ke arah Intan. "Kamu malu nikah sama aku?" tanyanya sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Eh, bukan gitu! Aku malu karena gandengan tangan. Ya gak enak aja karena ini kan lingkungan kerja," jawab Intan.

"Masalahnya di mana? Kan kita cuma gandengan tangan. Kecuali kalau kita kissing, baru kamu boleh malu," ucap Zein sambil mendekatkan wajahnya ke Intan.

"Maass!" ucap Intan sambil mendorong Zein.

"Makanya jangan banyak protes. Nanti aku sun di depan umum. Mau?" ancam Zein.

"Enak aja!" Intan langsung menjebik.

Mereka tidak sadar orang-orang yang ada di ruangan tadi sedang mengintip dari kejauhan.

"Kayaknya Prof cinta banget sama istrinya, ya?" gumam salah seorang suster.

"Iya, kalian denger sendiri kan tadi gimana obrolan mereka? Beruntung banget dia bisa nikah sama Prof. Galak ke orang lain tapi so sweet sama istrinya," timpal salah seorang dokter.

"Gak heran sih kalau dibelain mati-matian misalnya ada yang ganggu istrinya. Wong kelihatannya cinta mati begiu."

"Terus kita gimana, dong?"

"Ya berdoa aja semoga dokter Intan gak ngadu."

"Duh, aku gak mau ghibahin dokter Intan lagi, ah. Horor. Bahaya banget kalau sampe dia ngadu."

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang