Zein yang tanpa dosa itu langsung melajukan mobilnya kembali. Ia seolah tak peduli meski Intan sedang kebingungan akan sikapnya.
'Seumur hidup, baru kali ini ada cowok yang perhatian sama aku. Tapi kenapa harus dia orangnya. Aku bingung harus seneng atau sedih. Sebab pria yang perhatian padaku justru pria yang paling menyebalkan,' batin Intan.
Zein bingung mengapa Intan tercenung sejak ia masuk mobil tadi. Ia melirik ke arah Intan lalu ke arah sun visor. 'Pantesan, tisunya abis,' batin Zein. Ia yakin Intan tidak berani untuk meminta tisu padanya. Sampai darah yang ada di kakinya hampir mengering seperti itu.
"Kalau kamu butuh tisu, ambil aja di dashboard!" ucap Zein tanpa basa-basi.
Intan pun terkesiap. "Oh, iya Prof," sahutnya. Ia pun langsung membuka dashboard dan mengambil tisu yang ada di sana. Setelah itu ia membersihkan bagian yang terlihat.
"Prof, maaf. Ini joknya pasti kotor. Saya janji akan berusaha membersihkannya," ucap Intan. Ia khawatir Zein marah karena mobilnya dikotori.
"Sudahlah, kamu jangan mikirin yang lain dulu! Lebih baik kita pulang terus bersihkan tubuhmu! Masalah mobil biar saya yang urus!" sahut Zein.
"Tapi, Prof. Ini darahnya banyak banget, saya gak enak kalau Prof yang membersihkan darah saya," ucap Intan, canggung.
Rasanya sangat risih jika sampai Zein yang membersihkannya sendiri. Ia pun tidak mungkin membiarkan orang lain melakukan hal itu.
"Kamu kan tau saya setiap hari bergelut dengan darah. Jadi bukan hal aneh lagi. Sudahlah, masalah sepele tidak perlu dibesarkan!" sahut Zein. Sebenarnya ia tidak ingin terlihat sedang memberikan perhatian. Sehingga Zein bicara seperti itu.
"Baik, Prof!" sahut Intan. Ia tidak berani membantah lagi meski dirinya masih belum rela jika Zein yang membersihkan nodanya. 'Kalau bukan darahku, apa dia mau membersihkannya juga?' batin Intan.
Entah mengapa meski Zein ketus padanya, ia seolah tidak peduli. Sebab Intan dapat merasakan perhatian Zein yang begitu besar. Sehingga sikap galak suaminya itu seolah tak terlihat.
Tiba di rumah, Zein memarkir mobilnya di halaman rumah. "Kamu langsung masuk aja! Bersihin badan dan ganti baju," ucap Zein sambil mematikan mesin mobil.
"Iya, Prof," sahut Intan. Mau tidak mau ia pun turun.
Saat hendak menutup pintu mobil, Intan terkejut melihat begitu banyak darah di jok dan lantai mobil Zein.
"Ya ampun, ini banyak banget, biar saya aja yang bersihin ya, Prof. Tunggu sebentar, saya ganti baju dulu," ucap Intan. Ia pun langsung berlari masuk ke rumah.
Saat masuk ke mobil tadi Intan sudah melepas jas suaminya itu. Sehingga noda darah yang ada di jas tersebut tidak terlalu banyak.
"Untung gak aku dudukin," gumam Intan. Ia langsung menaruh jas itu karena sedang buru-buru ingin membersihkan mobil Zein.
"Duh, kenapa langsung banyak gini, sih? Biasanya juga kalau hari pertama sedikit dulu. Apa karena itu, ya?" gumam Intan sambil membersihkan tubuhnya.
Ia berpikir bahwa haidnya langsung keluar banyak karena tadi dirinya baru saja melakukan pergulatan panas dengan suaminya itu.
"Ah bodo amat, deh. Yang penting sekarang aku bersihin mobil Prof dulu," ucap Intan. Ia pun bergegas hendak memakai baju.
Saat Intan baru saja keluar dari kamar mandi, ia terkejut karena Zein pun masuk ke kamar. Sebab dirinya hanya menggunakan handuk yang dililitkan di pinggangnya, sehingga bagian atas tubuh Intan yang hanya mengenakan bra pun terekspose.
Ceklek!
Deg!
Zein menelan saliva kala melihat Intan begitu seksi. Apalagi saat ini ia menggunakan bra berwarna hitam yang sangat kontras dengan kulitnya.
Intan terperanjat dan langsung menyilangkan kedua tangan di depan dadanya.
"Ada apa, Prof?" tanya Intan, gugup. Padahal mereka sudah cukup sering bercinta. Namun dalam kondisi normal seperti itu, Intan malu jika Zein melihat tubuhnya naked.
"Ini kenapa tidak dibawa?" tanya Zein sambil memberikan kantong berisi pembalut pada Intan.
"Oh iya, maaf," sahut Intan. Ia pun terpaksa berjalan ke arah Zein dan mengambil kantong itu. "Terima kasih, Prof," ucapnya.
"Hem!" sahut Zein. Sebenarnya tenggorokan Zein sedang tercekat, sehingga ia tidak bisa bicara.
Apalagi ketika Intan berbalik. Tiba-tiba handuknya merosot dan bumper seksi favorit Zein pun terkespose sempurna.
Seketika Zein langsung berdesir dan ia sangat ingin meremas bumper itu. Bahkan saat ini Zein seperti orang kehausan.
"Aww!" Intan terkejut dan langsung mengambil handuk tersebut.
Posisi Intan yang refleks menungging pun membuat Zein gelap mata dan menghampirinya. Lalu ia merangkul pinggang Intan yang baru saja berdiri sambil memasang handuk itu kembali.
"Prof?" Intan bingung mengapa Zein menghampirinya.
"Kamu sengaja ingin menggoda saya?" tanya Zein sambil menatap Intan.
Padahal baru beberapa jam yang lalu mereka selesai bercinta. Namun saat ini Zein seperti suami yang belum mendapatkan jatah dari istrinya.
"Enggak, Prof. Saya gak sengaja. Kan Prof yang masuk ke kamar," sahut Intan, gugup.
Zein mendekap erat istrinya dengan sebelah tangan. Kemudian ia langsung mencumbui Intan dan sebelah tangan lagi sibuk meremas bumper yang sejak tadi menggodanya itu.
"Heump!" Intan khawatir Zein khilaf. Sehingga ia berusaha berontak.
"Prof!" keluh Intan saat Zein melepaskan tautannya.
"Lain kali kalau kamu sedang haid, pakai pakaian tertutup meski di dalam kamar. Paham?" pinta Zein dengan napas yang terengah-engah.
Intan mengangguk dengan cepat. "Paham," sahutnya.
"Saya ini lelaki normal. Jadi mudah tergoda. Apalagi kamu sudah halal untuk saya sentuh. Tapi ingat, jika sedang tidak berhalangan, saya minta kamu cukup pakai mini dress saat sedang ada di rumah," ucap Zein, lalu ia mengusap kepala Intan dan meninggalkan kamar itu.
Intan pun mematung kebingungan. "Apa semua lelaki seperti itu?" gumam Intan.
Ia tidak habis pikir mengapa Zein yang tidak mencintainya itu bisa sangat bernafsu padanya. Apalagi barusan ia dapat merasakan bagaimana suaminya itu sangat berhasrat.
Intan pun memegang bumper yang tadi diremas oleh Zein. Bahkan bumper itu masih meremang karena Zein meremasnya dengan cukup kuat.
"Apa ini termasuk pelecehan? Tapi kan dia suamiku. Apa yang dia bilang emang bener. Aku halal disentuh sama dia," ucap Intan nelangsa.
Akhirnya ia kembali membersihkan tubuhnya karena perbuatan Zein barusan membuat darahnya mengalir semakin deras. Setelah itu Intan pun mengambil pembalut yang ada di kantong tadi.
"Astaga! Dia ngeborong apa ngerampok? Banyak banget beli pembalutnya, kayak orang mau jualan," gumam Intan saat melihat begitu banyak pembalut yang Zein beli.
Akhirnya ia pun memilih salah satu dari pembalut itu lalu menggunakannya.
"Oh iya, mobil!" ucap Intan. Ia baru ingat bahwa dirinya harus membersihkan mobil Zein.
Intan pun bergegas memakai baju dan berlari menuju halaman rumah mereka.
Saat tiba di luar, Intan melihat Zein sedang menyemprot karpet mobil yang terbuat dari karet itu dengan air kran menggunakan selang.
Ia pun mengecek jok dan hendak membersihkannya. Namu ternyata jok yang terbuat dari kulit itu sudah bersih. Intan langsung menoleh ke arah Zein dan menatap suaminya itu.
'Aku tau dia dokter, udah biasa operasi. Tapi kan ini darah haid. Kotor. Apa iya dia gak jijik?' batin Intan.
***
Hola ... makasih masih setia sama emprof dan Intan.
Jangan lupa follow aku, dan tolong ramein komennya, ya. Biar makin semangat ngetiknya, hehe.
See u,
JM.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
RomantikIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...