Selesai membersihkan tubuhnya di kamar mandi, Zein menghampiri Intan sambil tersenyum. Ia senang karena saat bercinta tadi Intan mengucapkan kata-kata nakal yang membuatnya bangga.
"Sepertinya sekarang kamu semakin pintar, ya," ucap Zein sambil duduk di samping Intan. Ia merapihkan rambut Intan yang menghalangi wajahnya.
"Mas, bisa gak sih gak usah dibahas?" keluh Intan. Ia malu jika mengingat apa yang ia lakukan tadi.
"Hem ... ya udah, lebih baik kamu bersih-bersih, sana! Setelah itu baru kita tidur," ucap Zein. Kali ini ia tidak meledek Intan khawatir istrinya akan marah lagi.
"Iyah," jawab Intan. Ia pun senang karena Zein mau mendengar ucapannya.
Intan turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Namun saat ia baru melangkah, Zein menepuk bokongnya.
Puk!
Intan langsung menoleh ke arah Zein sambil mengerungkan wajahnya.
"Gemes, hehe," sahut Zein tanpa ditanya.
Intan geleng-geleng kepala melihat kelakuan suaminya itu. Akhir-akhir ini Zein tak terlihat seperti profesor galak. Ia lebih terlihat seperti suami yang sangat mesum.
Intan tersenyum saat masuk ke kamar mandi. Bahkan ia bercermin sambil memperhatikan tubuhnya. Apa sih yang bikin dia pingin terus?" gumam Intan. Ia tidak merasa ada yang spesial dari dirinya.
Intan tidak sadar bahwa bentuk tubuhnya merupakan idaman Zein. Ditambah wajahnya yang cantik, membuat Zein selalu menginginkannya.
Selesai bersih-bersih, Intan pun kembali ke kamar. Ia mengambil daster lagi dan memakainya. Lalu Intan naik ke tempat tidur.
"Jadi kamu ujian besok?" tanya Zein saat Intan membaringkan tubuhnya di tempat tidur. Zein sudah lebih dulu berbaring di sana.
"Iyah," sahut Intan.
"Ya sudah, sekarang tidur! Besok biar saya antar ke tempat ujian," ucap Zein.
"Emangnya Mas gak sibuk?" tanya Intan sambil melirik ke arah Zein.
"Kalau ngikutin kesibukan, saya gak akan punya waktu buat kamu," sahut Zein. Kemudian ia menarik Intan ke pelukannya dan memejamkan mata.
"Terima kasih ya, Mas," ucap Intan yang sedang dipeluk oleh suaminya itu.
"Gak perlu berterima kasih. Itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai suami. Untuk selalu menjaga dan melindungi istrinya," sahut Zein tanpa membuka matanya.
Mendengar ucapan suaminya barusan, hati Intan pun bertalun-talun. Akhirnya ia membalas pelukan Zein dan memeluknya dengan hangat. Mereka sangat nyaman berada di posisi seperti itu.
Saat Intan masih sibuk dengan hatinya, Zein sudah terlelap. Ia memang selalu seperti itu jika habis bercinta. Seolah semua bebannya sudah lepas. Sehingga bisa dengan mudahnya terlelap.
Keesokan harinya, Intan sudah bersiap untuk melaksanakan ujian.
Mengetahui hal itu, Zein pun sudah menyiapkan sarapan untuk istrinya tersebut. Ia tidak ingin istrinya sulit berkonsentrasi jika melaksanakan ujian dengan perut kosong.
"Sudah siap?" tanya Zein saat Intan keluar kamar.
"Udah, Mas," jawab Intan.
"Sarapan dulu! Jangan sampai perutmu kosong!" pinta Zein.
Intan pun tersenyum. "Terima kasih ya, Mas," sahutnya. Lalu ia duduk di kursi meja makan.
Di sana sudah ada telur rebus, sandwich dan jus buah serta sayur.
"MasyaaAllah, ini menunya lengkap banget," ucap Intan sambil menatap makanan yang ada di hadapannya.
"Spesial untuk yang mau ujian," jawab Zein. Ia pun duduk di kursinya.
Intan menggenggam tangan Zein. "Terima kasih ya, Mas," ucapnya sambil menatap Zein.
Diperlakukan seperti itu, Zein malah salah tingkah. "Iya, ayo makan!" ucapnya, gugup.
Meski ia sering menggoda Intan. Namun Zein tidak tahan jika diperlakukan dengan manis seperti itu.
Mereka pun menikmati sarapannya. "Kira-kira selesai jam berapa?" tanya Zein.
"Belum tau, Mas. Di jadwal sih kalau gak salah sampai jam 11," sahut Intan.
"Oke," jawab Zein. Ia hanya mengatakan hal itu sehingga Intan pikir ia hanya basa basi.
Selesai makan, mereka pun pergi ke kampus.
Sepanjang jalan menuju kampus, Intan kembali membaca buku. Menyadari hal itu, Zein tak ingin mengganggunya, sehingga ia hanya diam.
Setibanya di kampus, Intan berpamitan pada Zein. "Terima kasih ya, Mas," ucap Intan sambil mengulurkan tangannya. Ingin salim pada suaminya itu.
Selama menikah, ini kali pertama Zein mengantar Intan ke kampusnya.
Zein pun memberikan tangannya dan membiarkan Intan mengecup tangan tersebut.
"Semangat ya ujiannya," ucap Zein. Lalu ia menarik tengkuk Intan dan mengecup kening serta bibir istrinya itu.
Sontak saja wajah Intan merona. Ia merasa sangat dicintai. Meski sampai saat ini Zein masih belum menyatakan cintanya.
Panggilan sayang pun hanya akan terlontar jika sedang berhadapan dengan orang tua atau orang lain yang memang mengetahui pernikahan mereka. Atau Zein akan memanggil sayang ketika bercinta. Sebab hal itu akan semakin membakar gairahnya.
"Iyah," sahut Intan dengan tersipu malu. Kemudian ia pun turun dari mobil.
Zein menyunggingkan senyumannya. Ia merasa bangga bisa menikahi wanita seperti Intan.
Namun, seketika senyumannya hilang saat melihat ada laki-laki yang mendekat ke arah Intan dan berbincang dengannya sambil berjalan.
"Siapa laki-laki itu?" tanya Zein sambil mengerutkan keningnya. Ia kesal karena Intan tidak menjaga jarak dengan laki-laki. Padahal ia hanya teman Intan yang memang sudah lebih dulu kenal Intan dari pada Zein.
Sementara itu, Intan tidak merasa ada yang salah, ia tetap asik berbincang dengan temannya tersebut.
"Eh, gimana kamu koasnya, lancar?" tanya Intan.
"Alhamdulillah lancar, Tan. Kamu sendiri gimana? Katanya kamu bareng Fanny, ya?" Laki-laki itu balik bertanya.
"Iya, aku bareng Fanny. Alhamdulillah lancar juga, sih. Makanya sekarang bisa ikut ujian, hehe," sahut Intan.
"Semangat ya, Tan. Aku sih yakin kamu pasti lancar ujiannya. Secara selama ini kamu selalu juara satu, kan," puji teman Intan.
"Ah, kamu bisa aja. Ya mudah-mudahan ujiannya sesuai sama apa yang udah aku pelajarin."
"Aamiin ... abis ini kita masih ada PR-nih," ucap teman Intan.
"Apa, tuh?" tanya Intan.
"Magang. Hehehe. Aku sih sebagai laki-laki siap mau dikirim ke mana aja. Kalau kamu sendiri, gimana?" tanya pria itu.
"Ya mau gak mau harus siap, lah. Namanya juga tugas. Kan udah risiko," jawab Intan.
"Mantap kalau begitu. Berarti kamu udah nyiapin mental buat dikirim ke mana pun, ya?"
"Iya, dong. Sejak aku milih fakultas ini juga udah siap, hehe," sahut Intan.
Saat mereka sedang asik berbincang, tiba-tiba Zein muncul. Ia menepuk bahu Intan dan langsung merangkulnya.
"Sayang, ini pulpennya ketinggalan," ucap Zein, sambil memberikan pena mahal miliknya.
"Heuh?" Intan terkesiap. Ia tahu itu adalah pena kesayangan Zein. Rasanya ia sungkan untuk menggunakannya.
"Semangat ujiannya, ya. Nanti Mas jemput," ucap Zein lagi. Kemudian ia mengecup pipi Intan di hadapan pria itu. Secara tidak langsung Zein ingin menunjukkan bahwa wanita itu adalah miliknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/284992173-288-k209741.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
RomanceIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...