Modus Zein

61.1K 2.4K 31
                                    

Sore hari, akhirnya Zein memutuskan untuk mengajak Intan jalan-jalan. Namun seperti biasa, ia mengajak Intan seolah tak mengajaknya.

Zein keluar dari kamar dan bicara pada Intan yang masih duduk di sofa luar. "Kamu mau ikut?" tanyanya.

Intan menoleh ke arah Zein. "Enggak, Prof. Makasih," sahutnya.

"Tapi saya mau kamu ikut," ucap Zein lagi. Padahal apa susahnya mengajak secara baik-baik. Ia malah bertanya Intan ingin ikut atau tidak seperti ketika ia mau mengantarnya pulang.

"Prof ini sebenarnya mau ngajak saya pergi atau mau menawarkan saya untuk ikut?" tanya Intan.

"Apa bedanya?" Zein balik bertanya.

"Ya jelas beda. Kalau ngajak itu berarti Prof memang pingin ngajak saya jalan-jalan. Sementara kalau menawarkan untuk ikut, itu artinya Prof pingin jalan-jalan sendiri, saya ikut atau tidak pun gak masalah," jawab Intan.

"Haduh, kamu ini ribet banget. Udah ikut aja!" ucap Zein. Kemudian ia menarik tangan Intan.

"Tapi, Prof!" keluh Intan.

"Udah, gak usah tapi-tapian!" sahut Zein, gemas.

"Itu pintu kamarnya gak ditutup?" tanya Intan lagi.

Zein pun menoleh ke arah pintu dan ternyata ia lupa menutup pintu kamar mereka. "Ck! Kamu kenapa gak bilang dari tadi, sih? Makanya gak usah kebanyakan protes. Bikin orang lupa aja." Zein malah menyalahkan Intan. Kemudian ia melepaskan tangan Intan dan berjalan ke arah pintu.

Intan pun langsung melakukan gerakan menendang angin karena terlalu kesal pada suaminya itu. 'Hiihh! Bisa-bisanya dia malah nyalahin aku. Udah bagus aku kasih tau,' batin Intan.

Tak lama kemudian Zein pun sudah kembali dan menggandeng tangan Intan lagi.

Intan langsung mengerutkan keningnya. "Apa harus seperti ini?" tanyanya.

"Apa?" Zein balik bertanya.

Intan pun mengangkat tangan mereka yang saling bertautan.

"Ya harus. Kalau tidak dipegangi, nanti kamu kabur," sahut Zein, kemudian ia kembali menghadap ke depan.

"Emangnya aku apaan pake kabur segala?" gumam Intan, pelan.

"Kamu itu istri yang suka membantah," sahut Zein. Ternyata ia mendengar gumaman Intan.

Intan pun langsung menutup mulutnya. 'Perasaan aku ngomong udah pelan. Ternyata pendengaran dia baik juga,' batinnya.

Zein mengajak Intan berjalan di tepi pantai, menikmati semilir angin yang mengembus dan ombak yang membasahi kaki mereka.

"Kamu suka ke pantai?" tanya Zein.

"Biasa aja," sahut Intan, singkat.

Zein menoleh ke arah Intan. "Kamu kenapa, sih? Dari tadi jutek terus ngomongnya. Padahal saya berusaha untuk bersikap baik sama kamu," tanya Zein, heran. Ia tidak sadar akan kesalahannya.

Intan tidak menyangka bahwa pria itu bersikap seolah tak berdosa. "Enggak, kok. Mungkin itu perasaan Prof aja," jawab Intan sambil menahan kesal. Ekpresi kekesalan pun tak dapat ia tutupi dari wajahnya.

"Oya? Tapi kok mukanya kayak kesel gitu?" tanya Zein.

Intan langsung menggelengkan kepala dan memalingkan wajahnya. "Terserah Anda mau bilang apa," ucapnya sambil menahan hidung yang kembang kempis karena kesal.

"Oke, kalau begitu saya mau minta sesuatu," ucap Zein.

"Kalau saya gak mau, gimana?" tanya Intan.

"Harus mau," sahut Zein.

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang