Menodai Ruangan

65.2K 2.4K 28
                                    


Intan terkesiap saat Zein menariknya ke pangkuan. Ia tak menyangka ternyata Zein memanggilnya hanya untuk hal itu.

"Prof!" Intan protes sambil mendorong tubuh Zein saat pria itu melahap bibirnya.

"Kenapa, sih?" Zein kesal karena Intan protes.

"Ini kan rumah sakit, nanti kalau ada yang masuk gimana?" tanya Intan. Ia khawatir akan ada orang yang masuk ke ruangan itu.

"Tidak akan ada yang berani masuk ke sini tanpa seizin saya," ucap Zein.

"Tapi tetap saja, bagaimana jika nanti ada yang mengetuk pintu?" tanya Intan lagi.

Akhirnya Zein mendorong Intan agar turun dari pangkuannya. Kemudian ia berjalan menuju pintu dan membukanya. Lalu menggantung tag "Don't Distrub" yang artinya ia tidak ingin diganggu.

Brug!

Zein menutup pintu itu.

Tek!

Ia pun langsung menguncinya. "Beres, kan?" ucapnya sambil berjalan mendekat ke arah Intan. Ia pun membuka jas putih yang dikenakan, lalu melemparnya ke kursi yang tadi ia duduki.

Sementara itu Intan mematung kaku karena bingung hendak melakukan apa. Apalagi ketika Zein semakin mendekat ke arahnya. Ia refleks mundur hingga terjebak oleh meja yang ada di belakangnya.

"Oh, jadi kamu mau main di sini?" tanya Zein sambil tersenyum.

Intan menggelengkan kepalanya. "Enggak, bukan begitu, Prof," ucapnya, gugup.

Meski mereka sudah beberapa kali melakukan hubungan suami istri, tetapi Intan merasa hal itu sangat tidak lazim jika dilakukan di kantor. Bagaimana jika nanti ada orang yang mengetahuinya. Intan sangat hawatir akan hal itu.

Namun Zein seolah tidak peduli. Ia malah mengangkat Intan dan mendudukannya di atas meja. "Ide kamu oke juga," ucap Zein sambil menaruh kedua tangannya di samping paha Intan. Sehingga saat ini ia mengukung istrinya yang sedang duduk di atas meja itu.

"Prof, jika Anda memang menginginkannya, kita bisa melakukannya di rumah. Bukan di rumah sakit seperti ini," ucap Intan.

Zein menggelengkan kepala. "Kamu tau kan kalau saya ini sibuk? Saya hanya memiliki waktu dua jam dan akan saya manfaatkan untuk ini. Lagi pula, nanti kamu akan tahu sendiri bagaimana sensasinya bermain di tempat kerja," ucap Zein sambil mengusap pipi Intan. Setelah itu tangannya menjalar ke tengkuk dan langsung melumat bibir istrinya kembali.

Siang itu Zein pun melakukan pergulatan panas dengan istrinya di ruangan kerjanya. Kebetulan koridor yang ada di depan ruangannya cukup sepi, sehingga Zein yakin tidak akan ada orang yang lewat sana kecuali papahnya.

"Good job. Kamu semakin pintar," ucap Zein sambil mengusap kepala Intan saat mereka sudah selesai melakukan pergulatan tersebut.

Intan yang masih merasa lemas itu tidak menjawabnya. Ia hanya terduduk pasrah sambil mengatur napas. Intan pun mengambil bantal sofa untuk menutupi bagian tubuhnya yang terekspose.

Zein beranjak dari duduknya, kemudian ia berjalan ke meja meeting yang berada tidak jauh dari tempatnya duduk. Setelah itu ia memunguti pakaian mereka satu per satu. Lalu kembali ke arah Intan dan memberikan pakaian istrinya itu.

"Untung saya ada kemeja cadangan. Jika tidak, saya harus memakai kemeja yang sudah kamu basahi sampai nanti sore," gumam Zein sambil memberikan pakaian Intan.

"Maaf," lirih Intan sambil menerima pakaiannya. Ia pun menunduk karena malu.

Zein tersenyum. "Kamu tuh lucu. Gak mau, gak mau, tapi giliran udah keenakan malah lincah banget," ucap Zein sambil berlalu ke kamar mandi yang ada di ruangannya itu.

Intan terkesiap. Saat Zein menutup pintu, ia pun melemparkan bantal ke arah suaminya itu.

"Hiih! Ngeseeliiinn!" ucap Intan sambil mengeram.

Saat ia sedang kesal seperti itu, tiba-tiba pintu ruangan Zein diketuk.

Tuk, tuk, tuk!

Intan langsung terbelalak. Meski ruangan itu telah dikunci oleh suaminya, tetapi ia panik karena saat ini dirinya masih belum mengenakan pakaian.

Akhirnya Intan terpaksa mengenakan pakaian tanpa membersihkan tubuhnya lebih dulu. Beruntung Zein selalu membersihkan sisa permainannya yang ada di tubuh Intan menggunakan tisu ketika mereka selesai bertempur.

'Katanya gak akan ada yang ganggu. Tapi kenapa sekarang ada yang ngetuk pintu, sih?' gumam Intan dalam hati. Ia yang masih lemas itu sampai gemetar ketika mengenakan pakaian.

"Zein, buka pintunya!" Ternyata orang yang berani mengetuk pintu Zein adalah Muh. Pantas saja ia tak peduli meski Zein telah menggantung tag "Don't Distrub".

"Hah, Papah?" gumam Intan. Ia pun semakin panik. Intan malu jika mertuanya itu mengetahui bahwa mereka baru saja 'menodai' kantor itu.

Intan berjalan ke arah kamar mandi dan mengetuk pintunya.

Tuk, tuk, tuk!

Mendengar ketukan Intan, Zein menghentikan aliran shower lebih dulu. "Apa? Kamu mau mandi bareng?" tanya Zein.

"Bukan, Prof. Ada Papah di luar," sahut Intan.

"Oh, buka aja pintunya. Kamu bisa kan buka pintu sendiri? Masa saya yang sedang mandi harus membuka pintunya?" sahut Zein. Ia mulai menyebalkan lagi.

Padahal maksud Intan bukan seperti itu. Ia hanya hawatir jika dirinya membuka pintu tanpa izin, Zein akan marah.

"Baik, Prof!" jawab Intan sambil menggeretakkan giginya. Ia pun bergaya seolah ingin menghajar pintu kamar mandi tersebut.

"Kalau udah lewat enaknya, mulai kumat lagi deh iblisnya," gumam Intan, kesal. Kemudian ia mengambil bantal dan berjalan ke arah pintu yang diketuk oleh Muh tadi.

Bantal itu Intan taruh kembali di sofa. Kemudian ia membuka pintunya.

"Eh, Papah," ucap Intan, gugup. Ia pura-pura terkejut melihat ada mertuanya di sana.

"Oooh, ternyata ada kamu. Pantesan ...," ucap Muh sambil tersenyum. Sebenarnya tadi ia bingung dan hawatir mengapa Zein memasang tag itu. Namun kini Muh dapat menebaknya. Apalagi ia melihat wajah Intan masih sedikit kusut dan napasnya agak tak beraturan.

Intan semakin salah tingkah. Ia malu karena sadar bahwa Muh mengetahui apa yang telah mereka lakukan di ruangan itu.

"Euh, maaf, Pah. Tapi tadi ...." Intan tidak sempat menjelaskan ucapannya karena dipotong oleh Muh.

"Udah gak apa-apa. Papah ngerti, kok. Namanya juga pengantin baru," sahut Muh.

Intan menelan saliva. Wajahnya merona kala Muh mengatakan hal itu.

"Ada apa, Pah?" tanya Zein santai. Ia bahkan keluar dari kamar mandi hanya dengan mengenakan bath robe dan sambil menggosok rambutnya yang masih basah itu dengan handuk kecil. Ia sengaja ingin pamer ke papahnya bahwa dirinya sudah berhasil menaklukan Intan yang sempat menolak dijodohkan itu.

Intan pun terbelalak. 'Dia nih punya malu gak, sih? Bisa-bisanya nemuin Papah cuma pake kayak gitu?' batin Intan, kesal.

***

Seperti biasa, yang mau detil part hawt-nya ada di KaryaKarsa, ya.

Kenapa gak di sini? Karena nulis di sini, aku gak dapet apa pun sama sekali. Makanya aku up di KK biar dapet cuan. Lumayan buat bayar wifi, hehe.

Gak apa-apa dibilang matre juga, karena nulis itu butuh tenaga buat mikir dan duduk lama di depan laptop, serta waktu yang tersita. Jadi harus ada sesuatu yang bisa bikin semangat. Aku juga gak maksa kalian buat buka yang di karyakarsa, kok. Buat yang mau aja, oceee. So, gak perlu ada protes ini itu, ya. Kita saling mengerti aja (hug).

Selain itu di sini juga banyak anak remaja, gak enak kalau kebaca sama yang di bawah umur.

Happy reading!

See u,

JM.

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang