43. Tanggung Jawab Intan

53.1K 2.2K 20
                                    

Zein terperanjat saat mendengar suara Intan. Ia sangat kaget sebab saat ini posisinya sedang tidak layak untuk dilihat oleh Intan.

"Aaa!" teriak Zein sambil mundur.

Bug!

Zein pun terpeleset karena lantainya licin. Ternyata ia sedang main sabun. 'Sial! Malunya double kill,' batin Zein.

Bukannya pergi, Intan justru mendekat ke arah Zein. "Mas kenapa?" tanyanya sambil tersenyum. Ia sangat geli melihat kelakuan suaminya itu. Intan pun berusaha membantu suaminya untuk berdiri.

"Pake tanya kenapa. Kamu ngapain masuk ke sini? Udah tau saya lagi mandi," sahut Zein, ketus. Ia pun langsung berdiri. Beruntung tadi ia sempat berpegangan. Sehingga impact jatuhnya tidak terlalu kuat.

"Maaf, aku gak tau kalau Mas lagi mandi, kan ini masih siang. Kirain lagi ngapain, soalnya dari tadi gak keluar-keluar. Udah gitu pintunya gak dikunci," jelas Intan.

"Ya udah, lebih baik kamu keluar sekarang!" ucap Zein, kesal.

Bukannya keluar, Intan malah menatap suaminya. "Gak mau dibantu, Mas?" tanya Intan sambil tersenyum.

Wajah Zein merah padam. "Bantu apa?" tanyanya, gelagapan.

"Itu, kayaknya butuh pelepasan," ucap Intan, genit. Ia bahkan menatap benda yang sedang tegak itu sambil menggigit bibir bawahnya.

"Jangan sok tau kamu!" ucap Zein. Ia terlalu malu untuk mengakuinya.

"Oh, tadinya kalau Mas butuh bantuan, sebagai istri yang baik aku siap bantu. Tapi ternyata aku salah, ya? Maaf deh. Ya udah, silakan dilanjut mandinya!" sahut Intan. Kemudian ia pun langsung balik badan.

"Intan!" panggil Zein.

Intan pun menoleh ke arah Zein. Namun Zein yang sudah tidak tahan itu malah menarik Intan. "Kenapa hari ini kamu menggoda saya terus?" tanyanya. Setelah itu ia mencumbu istrinya tersebut di bawah guyuran air shower.

Intan yang memang ingin bertanggung jawab atas perbuatannya pun pasrah atas perlakuan Zein. Selama suaminya itu tidak melewati batas, ia rela memuaskan Zein dengan cara apa pun.

Ia tak tega melihat Zein belingsatan seperti tadi. Namun Intan menyesal karena baru saja ganti pakaian. Seandainya tahu akan ditarik ke shower oleh Zien, Intan mungkin masuk ke kamar mandi itu tanpa busana.

Zein mendekap erat istrinya. Lalu menekan-nekan senjatanya, sambil meremas bokong Intan. Ia sangat tidak tahan, ingin menyalurkan hasratnya itu.

"Kamu keterlaluan, Intan," bisik Zein setelah melepaskan tautannya.

Intan pun menatap Zein. Kemudian tangannya menyentuh senjata milik suaminya yang sudah mengeras itu.

Bola mata Zein hampir melompat. Baru kali ini ia melihat Intan berani melakukan itu tanpa disuruh. Sontak saja Zein kembali menarik Intan dan melumat bibirnya lagi.

Semakin lama, napas Zein menggebu. Tangannya sibuk meremas semua bumper Intan. Sementara lidahnya menjelajah bibir dan leher istrinya.

Sadar Zein semakin menggila, akhirnya Intan pun berjongkok di hadapan suaminya itu. Lalu ia berusaha memuaskan suaminya dengan cara alternatif.

Zein sangat senang karena Intan berinisiatif. Hatinya berdebar-debar melihat Intan basah kuyup sambil memberi treatment dan menatapnya.

Meski sudah sering diperlakukan seperti itu oleh Intan (atas permintaannya). Namun sensasi kali ini sangat berbeda karena sikap Intan seperti wanita nakal.

Intan memang sengaja ingin memberikan kesan terbaik agar suaminya itu semakin cinta padanya. Hal itu merupakan salah satu usaha Intan supaya Zein menurunkan egonya dan mau mengakui perasaannya secara langsung.

Bahkan, saat sadar Zein sudah hampir melakukan pelepasan, Intan sengaja membuka mulut dan menjulurkan lidahnya. Ia yakin suaminya akan senang jika diperlakukan seperti itu. Sebab, sebelumnya ia sudah membaca tips menyenangkan suami.

Zein pun menjambak Intan sambil memekik kala sudah tidak dapat menahannya lagi. Ia sangat puas, sebab Intan begitu pintar memanjakannya.

"Terima kasih," ucap Zein. 'Sayang,' lanjutnya dalam hati.

Intan pun langsung membuang sesuatu yang memenuhi mulutnya tadi. Kemudian berdiri dan melepaskan pakaiannya di hadapan Zein.

"Lebih baik Mas duluan karena aku pun harus mandi," ucap Intan. Ia tidak mungkin mandi bersama Zein dalam kondisi sedang haid.

Zein pun menuruti permintaan istrinya itu. Ia mandi sambil pikirannya berkelana.

'Sebenarnya dia ini kenapa, sih? Apa itu pengaruh hormon karena dia sedang datang bulan?' batin Zein.

Ia masih heran dengan perubahan sikap Intan yang cukup signifikan. Biasanya Intan selalu sungkan padanya. Bahkan ia pun pemalu. Namun siang ini Intan sangat berbeda. Ia begitu agresif dan seolah tidak memiliki rasa malu lagi.

Akan tetapi Zein justru menyukai Intan yang seperti itu. Seandainya tidak ingat ucapan Intan siang tadi, Zein pasti sudah menyatakan cintanya saat itu juga.

"Jangan lama-lama, nanti masuk angin!" ucap Zein saat ia sudah selesai mandi. Sebab Intan sudah cukup lama terkena air.

"Iya, Mas," sahut Intan. Ia pun senang karena hari ini berhasil mengalahkan Zein.

Zein bahkan lupa bahwa tadi Intan mengeluk kesakitan. Namun saat di kamar mandi, Intan seolah tidak merasakan apa-apa.

Kejahilan Intan itu memang sudah membuat otak Zein tidak bisa berpikir dengan baik.

Saat Intan selesai mandi, Zein pun sudah mengenakan pakaian dan sedang duduk di sofa kamar. Intan kembali tersenyum karena memiliki ide jahil lagi.

Ia mengambil pakaian dan menggunakan celana dalam di kamar mandi. Setelah itu ia kembali ke kamar untuk mengenakan pakaian di hadapan suaminya.

"Mas, mau makan apa?" tanya Intan agar suaminya itu menoleh.

Zein pun menoleh ke arahnya. Namun ia tercekat kala melihat Intan sedang mengelap tubuhnya dengan handuk. Ia malah sengaja bergaya seksi. Bahkan sengaja mengelap bagian dada sambil memijat-mijatnya.

"Mas!" panggil Intan saat Zein melamun.

"Makan kamu," sahut Zein, cepat.

"Hah? Makan aku?" tanya Intan. 'Hihihi, padahal udah dipuasin juga, masih aja tergoda,' batin Intan.

"Makan soup," jawab Zein, ketus.

"Oh, berarti aku salah dengar," ucap Intan. Kemudian ia melempar handuknya dan mengambil pakaian yang akan ia pakai.

"Makanya itu telinga dibersihin! Biar gak salah denger," ucap Zein sambil beranjak. Kemudian ia meninggalkan kamar itu karena tidak tahan dengan godaan Intan.

"Hahaha, dasar Profesor mesum. Cuma lihat istri pake baju aja gak tahan. Gaya aja sok galak! Tapi imannya lemah," gumam Intan saat Zein sudah pergi.

Beberapa saat kemudian, Intan pun keluar kamar dengan memakai daster selutut.

"Lho, Mas udah masak?" tanya Intan. Ia tak menyangka suaminya sudah memasak untuknya. Padahal ia berniat untuk memasak soup sesuai dengan jawaban Zein tadi.

"Saya kan udah bilang, hari ini makan soup. Tadi kan kamu lagi sakit, makanya saya yang masak," sahut Zein sambil memindahkan panci soup ke meja makan. Tadi ia sudah menghangatkan kembali soup yang telah di-plating untuk Intan.

"Wah, makasih ya, Mas. Gak nyangka, selain tampan, pinter ngobatin orang, ternyata pinter masak juga," puji Intan. Ia tahu suaminya itu senang dipuji.

Hati Zein berdebar-debar kala dipuji seperti itu oleh istrinya sendiri. Namun ia teringat akan sesuatu. "Oh iya, bukannya tadi kamu lagi sakit, ya? Kok bisa jalan?" tanya Zein.

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang