"Euh, enggak, Prof. Maaf," jawab Intan, gugup.
'Gimana aku mau semangat kalau dia marah-marah terus kayak gitu? Ya ampun, sampai sekarang aku masih gak nyangka orang kayak dia bakalan jadi suamiku. Semoga perjodohannya dibatalkan,' batin Intan.
"Kamu itu masih muda. Tolong lebih semangat lagi dalam bertugas!" pinta Zein. Kemudian ia kembali fokus ke pekerjaannya.
"Baik, Prof," jawab Intan.
Setelah itu poli pun dimulai. Intan memerhatikan Zein serta keluhan pasien sesuai arahan dari konsulennya itu. Ia juga menjadi asisten Zein selama proses praktek berlangsung.
Hingga datang seorang pasien paruh baya, ditemani oleh cucunya yang begitu cantik.
"Selamat pagi, Nyonya," sapa Zein.
"Pagi, Dok," jawab pasien dan cucunya.
Saat pasien tersebut sedang diperiksa oleh Zein, nenek itu bertanya padanya.
"Apa dokter sudah punya istri?" tanya pasien. Ia tertarik pada Zein dan ingin menjodohkan dengan cucunya.
Intan langsung memalingkan wajah. Pertanyaan itu membuatnya semakin teringat akan perjodohan mereka.
Sebelum menjawab pertanyaan nenek itu, Zein menoleh ke arah Intan yang ternyata sedang memalingkan wajah. "Saya masih single," jawab Zein.
Intan melirik sekilas.
"Tapi saya sudah punya calon istri," lanjutnya.
Deg!
Hati Intan berdesir kala Zein mengatakan hal itu. Entah mengapa ia merasa ucapan Zein sangat romantis. 'Hiih, ini pasti cuma kebetulan. Ngapain juga ge'er sama ucapan Profesor galak kayak dia?' batin Intan.
"Wah ... sayang sekali. Padahal kalau belum punya calon, tadinya nenek mau menjodohkan dokter dengan cucu nenek, hehehe," ucap pasien tersebut. Ia adalah pasien yang sedang kontrol setelah rawat inap seminggu yang lalu.
Zein hanya menjawabnya dengan senyuman.
'Bagus deh kalau emang dijodohin. Aku ikhlas dan senang hati,' batin Intan.
"Oke sudah selesai. Perkembangannya jauh lebih baik. Mungkin ini kontrol terakhir Nyonya. Selanjutnya tidak perlu kontrol lagi jika tidak ada keluhan," jelas Zein.
"Padahal nenek masih pingin datang ke sini. Siapa tahu dokter dan cucu nenek bisa kenal lebih dekat," ucapnya, pantang menyerah.
"Nenek! Maaf ya, Dok. Nenek saya memang suka begitu," ucap Sang cucu.
"Iya, tidak masalah," jawab Zein sambil tersenyum.
Intan ternganga sambil senyum. Ia tidak menyangka Zein bisa begitu ramah pada wanita lain. Sangat jauh berbeda dengannya.
'Apa aku semenyebalkan itu sampai dia memperlakukanku beda dari yang lain?' batin Intan. Entah mengapa ia sangat kesal melihat Zein tersenyum pada wanita itu.
Setelah pasien pamit, Zein melihat wajah Intan ditekuk. "Kamu kenapa? Cemburu?" tebak Zein.
Intan terbelalak. Ia tidak habis pikir mengapa Zein bisa mengatakan hal seperti itu.
"Maaf, Prof. Saya tidak berhak untuk cemburu. Lagi pula saat ini kita sedang praktek. Bukan sedang berkencan," jawab Intan, datar.
"Ooh ... sebenarnya wajar saja jika kamu cemburu. Saya kan calon suami kamu. Semua calin istri pasti akan cemburu jika melihat suaminya digoda oleh wanita lain," ucap Zein dengan penuh percaya diri. Kemudian ia kembali melanjutkan pekerjaannya.
'Hah? Dia sadar kalau aku calon istrinya? Terus kenapa dia masih bersikap menyebalkan seperti itu? Sakit jiwa kali ya? Atau dia memiliki kepribadian ganda?' Intan mendumal di dalam hati.
Beberapa jam kemudian mereka sudah selesai poli. Intan pun bergegas pamit karena ia sangat lelah dan ingin segera meregangkan ototnya.
"Kalau begitu saya permisi dulu ya, Prof," ucap Intan. Kemudian ia langsung menuju pintu ruangan praktek Zein.
"Oke, silakan," jawab Zein. Ia tidak mungkin mengekang Intan agar terus bersamanya. Akhirnya kali ini Zein membiarkan Intan pergi.
"Huuh! Akhirnya aku bebassss!" ucap Intan sambil merentangkan kedua tangan saat berjalan menuju ruangannya.
"Eits!" ucap Bian yang kebetulan sedang berjalan di depan Intan.
"Ups! Sorry," jawab Intan. Ia malu karena hampir tidak sengaja menepak wajah Bian dengan tangannya yang sedang direntangkan itu.
"Kayaknya lagi happy banget, nih?" tanya Bian.
Intan hanya tersenyum. "Hidup itu memang harus selalu happy, jangan dibikin pusing," jawabnya sambil berjalan. Kemudian ia berlalu meninggalkan Bian begitu saja.
"Hehehe, lucu juga dia. Padahal dari kemarin-kemarin dia yang selalu terlihat pusing," gumam Bian. Ia pun berlalu karena tahu Intan tidak suka diganggu.
Tiba di ruangannya, Intan langsung menjatuhkan badan di sofa panjang.
"Alhamdulillah ... akhirnya aku merdeka," ucapnya sambil meluruskan kaki.
"Wah, kayaknya ada yang habis kerja rodi, nih?" ledek Fany, sahabat Intan.
Intan langsung menoleh ke arah Fany. "Kayak yang gak tau aja lo, Fan! Kerja sama dia mah bahkan lebih parah dari kerja rodi. Bayangin aja, gue dari pagi baru bisa istirahat sekarang," jawab Intan bersemangat.
"Oya?" tanya Fany dengan nada meledek. Kemudian ia duduk di dekat kaki Intan.
"Iyalah. Lo kenapa kayak gak percaya gitu, sih?" keluh Intan.
"Bukan gak percaya, sih. Tapi tadi pagi gue lihat kayaknya ada yang makan bareng di kantin. Jadi agak bertolak belakang aja kalau sekarang lo maki-maki dia," ledek Fani.
Intan yang sedang rebahan itu pun langsung duduk.
"Lo lihat gue makan di kantin tadi pagi?" tanyanya.
Fany menjawabnya dengan senyuman. "Gak nyangka, ya? Katanya galak. Gak punya perasaan. Tapi bisa sarapan berdua. Duh ... romantisnya," goda Fany.
"Hiiih, apaan sih lo, Fan. Tadi kebetulan aja dia mau ngopi. Lagian kalau emang lihat, kenapa lo gak nyamperin gue?" keluh Intan.
"Yaa ... gue kan gak mau ganggu momen romantis kalian," ledek Fany.
"Hah? Romantis apaan? Lo tau gak? Gue itu disuruh ngabisin makanan dalam waktu lima menit. Coba lo bayangin, gimana gue makan secepat itu!" ucap Intan, kesal.
"Bentar, gue bayangin dulu," sahut Fany sabil pura-pura berpikir.
"Cih! Lo ngeledek gue, kan?" Intan kesal karena Fany tidak percaya padanya.
"Hehehe, abis gimana ya, Tan. Tadi gue lihat tatapan Prof itu kayak beda gitu lho. Dia natap lo pas lagi makan tuh kayak pake perasaan yang dalem," ucap Fany sambil memejamkan mata dan menyentuh dadanya.
"Duh, lo mah kebanyakan ngayal! Mana ada kayak gitu. Yang ada dia tuh ngancem gue buat buru-buru makan!" jawab Intan, kesal.
"Udah, lo tuh jangan benci-benci banget sama dia. Kan udah gue bilang, nanti kalau terlalu benci, lo bisa berbalik jadi cinta," goda Fany.
"Tau ah. Ngomong sama lo malah bikin gue kesel!" ucap Intan sambil beranjak. Kemudian ia meninggalkan tempat itu.
"Eh mau ke mana, Tan? Kan gue belum selesai ngomong," ucap Fany.
"Nyari tempat sepi. Mau istirahat. Di sini berisik!" jawab Intan sambil berlalu dan menutup pintu ruangan tersebut dari luar.
Intan berjalan menuju rooftop yang ada di rumah sakit tersbut. Saat ini ia hanya butuh ketenangan agar pikirannya kembali fresh.
Intan berjalan sambil memijat tengkuknya yang terasa pegal. "Huuh, padahal belum setengah hari, tapi badan udah capek kayak gini," gumam Intan.
"Makanya kalau belum pulih jangan kerja dulu!" ucap Zein yang ternyata sedang berjalan di belakang Intan.
![](https://img.wattpad.com/cover/284992173-288-k209741.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
RomanceIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...