Dokter dan suster pun jadi salah tingkah mendengarnya.
'Duh, kenapa jadi aku yang melting, sih?' batin dokter.
'Ya ampun, jadi makin pingin punya suami kayak Prof,' batin suster itu.
"Jadi mau diperiksa sekarang atau tunggu selesai makan?" tanya dokter. Ia tidak ingin mengganggu mereka.
"Nanti saja kalau sudah selesai makan!" jawab Zein. Ia pun tidak ingin makannya Intan terganggu.
"Sekarang aja, Mas! Dokter juga kan banyak urusan. Masa harus nunda cuma gara-gara nunggu aku makan?" timpal Intan. Seandainya ia tahu tadi mereka sudah datang, mungkin Intan akan lebih tidak enak hati.
"Oh, ya sudah kalau begitu," sahut Zein.
Hal itu membuat dokter dan Suster merasa bahwa Zein penurut. Padahal ia hanya menuruti sesuatu yang memang masuk akal. Zein pun tegas jika memang ada hal yang menurutnya kurang baik.
"Permisi!" ucap dokter. Ia memeriksa Intan dibantu oleh suster.
Sementara Intan diperiksa, Zein tetap menyuapi istrinya. Ia tak peduli meski ada orang di sana. Baginya yang terpenting Intan makan.
"Mas, haus," ucap Intan.
"Tunggu sebentar!" sahut Zein. Ia menaruh piring yang ada di tangannya, kemudian mengambilkan minuman. Lalu menyodorkannya ke Intan.
"Minum yang banyak biar gak dehidrasi ya, Sayang!" ucap Zein dengan begitu lembut.
Seketika dokter dan suster pun merasa seperti obat nyamuk. Rasanya mereka ingin segera keluar dari tempat itu.
"Alhamdulillah semuanya oke. Kalau tidak ada keluhan lagi mungkin sore ini atau besok pagi dokter Intan bisa segera pulang dari rumah sakit," ucap dokter.
"Alhamdulillah, terima kasih, Dok," jawab Intan.
"Iya, sama-sama. Kalau begitu saya permisi dulu."
Dokter dan suster itu pun bergegas meninggalkan ruangan tersebut.
Beberapa hari kemudian, Intan sudah sehat kembali. Ia pun mulai beraktifitas dan sudah mau makan seperti biasa. Namun dengan catatan, makannya harus disuapi oleh Zein.
Sehingga mau tidak mau Intan harus ikut ke mana pun suaminya itu pergi.
"Sayang, persiapan pernikahan kalian sudah 50%. Siang ini kalian harus fitting gaun. Bisa, kan?" tanya Rani melalui sambungan telepon.
Saat ini Intan sedang bekerja di bangsal VVIP. "InsyaaAllah bisa, Mah. Nanti aku coba tanya Mas Zein, semoga dia gak sibuk," jawab Intan.
"Oke, kalau begitu nanti Mamah tunggu di butiknya, ya."
"Iya, Mah. Kita ketemuan di sana aja! Kalau Mas Zein gak bisa, nanti biar aku pergi sendiri," sahut Intan.
"Jangan pergi sendiri. Kalau Zein gak bisa, biar Mamah yang jemput. Kamu kabari aja, ya!" ujar Rani.
"Iya, Mah."
Setelah pamitan, Rani pun memutus sambungan teleponnya.
"Sus, saya tinggal sebentar, boleh?" tanya Intan pada suster yang sedang berjaga. Kebetulan Intan baru saja selesai memeriksa pasien yang dirawat di sana.
"Silakan, Dok!" jawab suster.
Intan pun pergi menuju poli. Sebab ia yakin saat ini suaminya sedang praktek di sana.
Melihat kehadiran Intan di poli, para perawat pun senang. "Pagi, Dok!" sapa perawat yang pernah bekerja dengan Intan.
"Pagi, Sus. Prof ada?" tanya Intan.
"Ada, Dok. Silakan masuk!" Suster pun membukakan pintu ruangan Zein. Kebetulan di dalam sedang tidak ada pasien.
"Terima kasih ya, Sus," ucap Intan. Lalu ia masuk ke ruangan suaminya itu.
Mendengar suara istrinya, Zein langsung menoleh. Senyumannya mengembang kala melihat Intan ada di ambang pintu.
"Wah ... ada angin apa nih tiba-tiba istri datang ke sini?" ucap Zein. Ia senang melihat Intan datang ke ruangannya.
Sebab, semenjak pernikahannya diumumkan, Intan belum pernah datang ke ruangan praktek Zein.
"Emang gak boleh aku datang ke sini?" tanya Intan, sambil mendekat ke kursi suaminya.
"Ya boleh dong, Sayang. Malah aku seneng banget. Kalau bisa sering-seringlah datang ke sini! Biar aku semangat kerjanya," sahut Zein.
Intan senyum-senyum sambil melihat-lihat ruangan itu.
"Kamu kenapa, sih?" tanya Zein sambil mengerutkan keningnya.
"Gak apa-apa, aku lagi inget sesuatu aja, hehe," jawab Intan.
"Ingat apa?" tanya Zein lagi. Matanya memicing ke arah Intan karena khawatir sesuatu yang diingat oleh Intan memalukan.
Intan menggelengkan kepala. "Ada, deh," ucapnya, sambil merangkul Zein.
"Hem ... kamu pingin lihat aku marah, ya?" ancam Zein. Ia sebal karena Intan sudah membuatnya penasaran.
"Emang kamu masih mau marahin aku?" tantang Intan.
"Masih! Tapi marahnya pakai cara lain," jawab Zein sambil menaik turunkan alisnya.
"Huuu! Itu sih kesukaan kamu!"
"Udah cepetan cerita! Kamu ingat apa?" Zein sudah tidak sabar ingin segera mendengar cerita istrinya itu.
"Ya udah iya aku cerita. Aku ingat dulu aku sering banget dimarahin dan dibentak di ruangan ini. Sama kamu," ucap Intan sambil mencubit hidung Zein.
"Hem ... masa yang diinget yang itu aja?" tanya Zein, sebal. Namun ia sadar memang tidak ada kenangan manis di ruangan itu.
"Emang apa lagi yang bisa aku ingat selain itu, Mas? Emang selama aku di sini kan selalu dimarahin sama kamu."
"Ya apa, kek. Misalnya ilmu yang kamu dapat dari aku, gitu!"
"Hehehe, ya kalau ilmu sih alhamdulillah dan terima kasih. Oh iya, aku ada ingat kejadian lucu yang gak akan pernah aku lupain," ucap Intan antusias.
"Apa, tuh?" tanya Zein.
Intan tersenyum penuh misteri. Ia malu untuk mengatakannya. Hal itu pun berhasil membuat Zein penasaran setengah mati.
"Ayolah, Sayang! Kamu jangan bikin aku kesal!" pinta Zein, manja.
"Kamu inget gak kejadian yang kaki aku terkilir?" bisik Intan.
Zein langsung memicingkan matanya ke arah Intan. "Hemmm ... yang kamu nendang senjata aku?" Ia pun ingat akan hal itu.
Intan menganggukkan kepala sambil mengulum senyuman.
"Gimana rasanya, Mas?" tanya Intan sambil tersenyum.
"Ya sakit, lah! Kamu nih sembarangan banget. Makanya aku nikahin kamu biar bisa tanggung jawab sekaligus kasih hukuman ke kamu karena udah nendang senjata paling berharga aku. Untung gak kenapa-kenapa!" ucap Zein, kesal.
Ia sangat emosi jika mengingat hal itu. Sebab Zein khawatir itu akan memperngaruhi masa depannya.
"Oooh, jadi Mas sengaja nikahin aku karena itu? Terus Mas juga sengaja gak pernah ngasih aku ampun karena balas dendam?" tanya Intan, sebal.
"Salah satunya itu. Tapi lebihnya sih karena cinta," ucap Zein sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Yakin? Tapi kok aku lebih merasa dendamnya lebih banyak, ya? Soalnya kamu kalau udah begitu suka lupa diri. Mana semangat banget, pula," ujar Intan sambil menekuk wajahnya.
"Ya semangatlah. Namanya juga punya istri seksi kayak kamu. Apalagi ditambah cinta. Jadi semangatnya double," jawab Zein sambil menarik Intan ke pangkuannya.
"Mas, nanti ada orang!" ucap Intan sambil berusaha berontak.
"Gak akan ada yang berani masuk. Apalagi mereka tahu istriku ada di sini," sahut Zein sambil memeluk Intan.
"Oh iya, aku jadi ingat sesuatu. Kenapa waktu itu kamu malah ngelus sambil niupin senjata aku? Kamu sengaja, ya?" tanya Zein sambil menatap istrinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
Любовные романыIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...