Dibuat Rumit

41.7K 2.1K 42
                                    

Deg!

Intan terperanjat saat melihat Zein muncul. Hantinya berdesir, bahagia karena ternyata Zein tidak meninggalkan rumah.

'Eh, kirain pergi,' batin Intan.

"Ditanya kok gak jawab," ucap Zein sambil berlalu menuju lemari. Ia mengambil pakaian santai karena ingin stay di rumah.

"Ini baru mau tidur, Prof," sahut Intan.

Zein yang sedang mengambil pakaian pun menghentikan gerakannya. Kemudian ia menoleh ke arah Intan dan menaruh satu tangannya di pinggang. Satu lagi berpegangan pada lemari.

"Sampai kapan kamu mau manggil saya dengan sebutan seperti itu? Ini rumah, kamu istri saya dan saya bukan konsulenmu lagi. Apa kamu pikir panggilan seperti itu wajar untuk suami?" tanya Zein. Sebenarnya sudah sejak lama ia risih dengan panggilan seperti itu. Namun baru kali ini ia protes.

"Terus saya harus manggil apa?" tanya, Intan. Ia bingung panggilan apa yang pantas untuk suaminya itu.

"Ya terserah. Sayang kek, atau apa gitu," ucap Zein sambil balik badan dan menahan senyuman. Rasanya ia akan sangat bahagia jika Intan memanggilnya dengan sebutan sayang.

Intan hampir saja terkekeh. Ia merasa usulan Zein itu sangat konyol. "Sayang? Ya kali aku manggil dia sayang. Mana mungkin? Meski dia udah bikin hati aku berdebar-debar, tapi tetep aja omongannya nyelekit. Gak pantes banget dipanggil sayang," gumam Intan, pelan.

Intan tidak habis pikir mengapa Zein mengusulkan panggilan tersebut.

"Ya sudah, kalau begitu saya panggil 'Mas' aja, ya?" tanya Intan.

"Oke, itu lebih baik dari pada sebelumnya," jawab Zein. Kemudian ia berganti pakaian di hadapan Intan.

Saat Zein melepaskan pakaiannya, Intan memalingkan wajah.

"Kenapa? Kamu tergoda kalau melihat tubuh saya?" tanya Zein sambil memakai baju.

"Bukan begitu, Prof. Eh, Mas. Saya cuma gak nyaman aja," jawab Intan.

"Gak nyaman kenapa? Kan kamu udah sering lihat saya telanjang," tanya Zein lagi. Ia sengaja mengucapkan kalimat yang vulgar untuk menggoda istrinya itu.

Zein melemparkan pakaian kotornya ke keranjang. Setelah itu ia menghampiri Intan.

"Itu kan sikonnya beda," sahut Intan, kesal.

"Beda kenapa? Bukankah sama saja? Lihatnya kan sama-sama pakai mata. Kecuali yang satu lihatnya pakai gairah, lalu satu lagi pakai perasaan, baru beda," ucap Zein sambil duduk di samping Intan.

"Prof mau apa?" tanya Intan. Ia sengaja mengalihkan pembicaraan karena ucapan Zein semakin menyebalkan.

"Mau meriksa kamu lagi," jawab Zein.

Intan mengerutkan keningnya. "Lho, kan tadi udah?" tanyanya.

"Saya ingin memastikan sesuatu. Sebab ada yang saya curigai," ucap Zein.

Intan pun panik. "Apa?" tanyanya. Ia khawatir Zein mengetahui alasan jantungnya berdebar.

"Kenapa panik? Apa kamu menyembunyikan sesuatu dari saya?" tanya Zein sambil tersenyum.

Intan menggeleng cepat. "Enggak," sahutnya sambil memalingkan wajah.

"Oke, kita buktikan sekarang!" ucap Zein. Ia kembali memasang stetoskop di telinganya. Kemudian memeriksa detak jantung Intan lagi.

"Intan!" panggil Zein saat ia sudah mengarahkan kepala stetoskop itu ke dada Intan.

Intan pun menoleh. Lalu Zein langsung menatapnya dengan tatapan tajam.

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang