Zein terkesiap saat mendengar pernyataan pasien itu. Jika tidak ingat bahwa itu adalah pasien rumah sakitnya, mungkin Zein akan langsung menghajarnya.
"Terima kasih atas tawarannya. Tapi kebetulan siang ini kami ada keperluan," ucap Zein sambil menggandeng tangan Intan.
Pria itu melihat tangan mereka yang saling bergandengan. Kemudian ia menoleh ke arah Zein. "Ya, Intan istri saya. InsyaaAllah dalam waktu dekat kami akan mengadakan resepsi pernikahan. Jadi hari ini kami harus pergi untuk fitting gaun pengantin," jelas Zein.
Ia tidak pernah mau basa basi jika ada orang yang berusaha mendekati Intan. Beruntung kali ini ia hanya bicara seperti itu. Tidak seperti Bian yang harus menerima nasib dipamerkan sesuatu yang vulgar oleh Zein.
"Oh, dokter Intan sudah menikah. Maaf kalau begitu," ucap pasien itu, gugup. Ia kecewa karena ternyata Intan sudah menikah.
"Mari!" ucap Zein. Ia tak peduli meski pasien itu masih tercenung karena shock.
Intan membuntuti suaminya. Sesekali ia melirik ke arah Zein. Sebenarnya sejak tadi ia khawatir Zein akan mengamuk.
'Kayaknya dia emang kesel, deh,' batin Intan. Ia melihat rahang Zein mengeras. Bahkan genggaman tangannya begitu erat. Seolah takut Intan kabur darinya.
Tiba di mobil, Zein membukakan pintu untuk Intan seperti biasa. Setelah itu ia pun masuk ke mobil.
"Mas kenapa?" tanya Intan saat sudah berada di jalan.
"Masih tanya kenapa?" Zein balik bertanya.
"Lho, aku kan bukan dukun yang bisa nebak apa isi kepala kamu. Makanya aku tanya baik-baik," ucap Intan, kesal.
Ia tidak suka dengan jawaban Zein yang ketus seperti itu. Padahal apa susahnya menjelaskan apa yang sedang ia rasakan. Namun mungkin ini pengaruh mood mereka yang sama-sama sedang tidak stabil karena kehamilan Intan.
Zein mengembuskan napas, kasar. "Kenapa kamu gak pernah cerita ada pasien yang berusaha mendekati kamu?" tanya Zein.
"Hah? Mana aku tau dia deketin aku, Mas. Ini juga baru pertama dia berani nyamperin aku begitu," sahut Intan. Ia tidak menyangka suaminya akan berpikiran seperti itu.
"Aku lihat pasien itu sudah sehat. Apa iya dia baru deketin kamu tadi?" tanya Zein sambil melirik sekilas ke arah Intan.
Intan mengerutkan keningnya. "Maksudnya apa? Kamu gak percaya sama aku?" tanya Intan.
"Bukan gak percaya. Aku hanya ingin memastikan," sahut Zein.
Intan memalingkan wajahnya. "Sama aja. Kalau emang gak percaya. Buat apa aku jelasin. Percuma mau jelasin kayak apa pun kamu gak akan percaya," gumam Intan, kesal.
"Kalau emang kamu gak salah. Harusnya kamu gak usah marah. Apa salahnya jelasin secara baik-baik?" tuduh Zein. Ia kesal karena Intan malah seperti itu.
Intan ternganga. "Oh, jadi sekarang kamu nuduh aku terang-terangan? Aneh kamu, ya. Orang lain yang ganggu aku tapi aku yang disalahin. Selalu seperti itu. Kapan sih kamu dewasanya?" tanya Intan.
Ia sangat kesal karena Zein mengulangi kesalahan yang lalu. Ia masih ingat betul bagaiman Zein meminta Intan untuk memastikan agar Bian tidak mendekatinya lagi.
"Di sini aku yang lagi cemburu. Tapi kenapa justru kamu yang marah? Apa bagusnya pria itu sampai kamu membelanya?" tanya Zein.
"MAS! Siapa yang bela siapa? Kamu jangan keterlaluan, ya! Dari tadi omongan kamu itu ngelantur. Cemburu boleh, tapi jangan cemburu buta sampai semua orang kamu salahkan. Capek aku ngadepin sikap kamu yang kekanakan kayak gitu," ucap Intan dengan sedikit menyentak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
RomanceIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...