86. Menyebalkan

39.7K 2.1K 52
                                    

"Oh iya. Baik, Prof," jawab para suster. Mereka sedikit gugup karena sedang terkesima dengan sikap Zein.

Zein pun langsung berlalu meninggalkan tempat itu.

"Ya Tuhan, di mana ya nyari suami yangkayak gitu? Perhatiannya itu, lho. So sweet banget," ucap salah seorang suster.

"Kalau pun ada, dia belum tentu mau sama kamu," ledek yang lain.

"Iih, kamu mah ngerusak mimpi orang lain aja, deh!"

"Hehehe, lagian Prof itu terlalu perfect. Mimpinya jangan ketinggian."

Sementara itu Zein pun bergegas menyelesaikan pekerjaannya. Padahal harusnya hari ini ia ada janji dengan asistennya di kantor ikatan dokter untuk membahas rencana peluncuran buku barunya. Namun Zein terpaksa mengurungkan niatnya itu. Sebab ia tidak ingin meninggalkan Intan terlalu lama.

Selesai peraktek, Zein pun bergegas pergi ke ruangan Intan kembali. Ia bahkan langsung pergi tanpa mengatakan apa pun pada suster.

"Hem ... yang istrinya lagi sakit, tegang banget mukanya," gumam suster.

"Sore, Prof!" sapa salah satu dokter yang berpapasan dengan Zein.

"Sore," sahut Zein, singkat. Ia bahkan tidak menoleh.

Semua orang yang melihat Zein akan melintas pun langsung menyingkir. Sebab mereka yakin Zein akan marah jika ada yang menghalangi jalannya.

Ceklek!

Zein masuk ke kamar istrinya. "Sayang, kamu udah makan, belum?" tanyanya.

Rani dan Intan langsung menoleh. "Udah, Mas. Kamu udah selesai prakteknya?" Intan balik bertanya.

"Udah, Sayang. Tadi makan apa?" tanya Zein lagi. Ia duduk di samping Intan.

"Makan bubur, Zein. Kalau lagi lemas begitu jangan makan yang kasar dulu. Takut lambungnya gak kuat," ujar Rani. Padahal anaknya itu dokter. Namun Rani menjelaskan seolah Zein tidak paham.

"Syukurlah. Aku cuma khawatir kamu belum mau makan," ucap Zein.

"Enggak kok, Mas. Aku juga gak mau pingsan lagi. Bagaimana pun aku gak boleh egois. Ada janin yang harus aku perhatikan kesehatannya," jawab Intan.

"Alhamdulillah, aku senang dengarnya," jawab Zein sambil mengusap kepala Intan.

"Kalau begitu Mamah pulang dulu, ya. Nanti malam insyaaAllah Mamah balik lagi ke sini," ucap Rani.

"Gak usah repot-repot, Mah. Biar aku aja yang jagain Intan. Mamah pasti capek kan kalau harus bolak-balik ke sini?" ucap Zein.

"Enggak capek, sih. Emang kamu bisa nemenin Intan sendirian di sini?" tanya Rani. Ia tidak yakin Zein mampu menjaga istrinya sendirian. Sebab ia tahu betul kebanyakan lelaki akan tidur pulas di malam hari dan sulit dibangunkan.

"Bisalah, Mah. Masa ngejagain istri sendiri gak bisa?" sahut Zein, yakin.

"Kamu kan belum bawa baju ganti," ucap Rani.

"Di ruang kerjaku ada, kok. Mamah tenang aja!" ucap Zein. Jangankan bajunya, baju Intan saja ada di sana. Sehingga Zein tidak memusingkan hal itu lagi.

"Ooh, ya udah deh kalau begitu. Tapi nanti kalau ada apa-apa, tolong hubungi Mamah, ya!" pinta Rani.

"Siap, Mah!" sahut Zein.

Akhirnya Rani pun pamit dan meninggalka ruangan itu.

Setelah Rani pergi, Zein tersenyum sambil melirik ke arah Intan.

"Apa senyum-senyum?" tanya Intan dengan tatapan curiga.

"Suaminya senyum kok malah diketusin begitu, sih?" Zein balik bertanya.

Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang