"Kenapa dia lama sekali di dalam kamar mandi?" gumam Zein.
Ia sangat penasaran mengapa Intan menangis.
"Pagi-pagi udah drama aja, sih. Kayak orang abis diperkosa, pake nangis segala," ucap Zein.
Sebenarnya ia merasa bersalah karena tak tega mendengar tangisan Intan. Namun Zein malah mengatakan hal seperti itu untuk menutupi rasa bersalahnya.
Zein yang sudah mengenakan pakaian itu pun duduk di meja makan dan menikmati sarapannya sendirian. Sebab tadi ia hanya menyuapi Intan.
Setengah jam kemudian Intan keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan bath robe. Sebab tadi ia lupa membawa pakaian ke kamar mandi.
Ceklek!
Zein lega karena Intan sudah keluar dari kamar mandi. Ia pun melirik ke arahnya tanpa menoleh.
'Syukurlah dia sudah keluar,' batin Zein. Sebenarnya sejak tadi ia khawatir terjadi sesuatu terhadap Intan.
Intan pun kembali masuk ke kamar mandi untuk menggunakan pakaian. Ia tidak menoleh ke arah Zein sama sekali karena masih kesal pada suaminya itu.
Sebenarnya saat ini Intan sangat lelah. Rasanya ia hanya ingin berbaring di tempat tidur.
Namun ia sadar dirinya tidak mungkin rebahan di hadapan Zein. Sehingga Intan memilih untuk duduk di teras sambil memandangi pantai.
Setelah menggunakan pakaian, Intan keluar dari kamar mandi dan langsung berjalan ke arah teras tanpa menyapa Zein.
'Dia kenapa, sih?' batin Zein. Ia merasa tidak dianggap oleh Intan.
Zein yang sudah selesai sarapan pun beranjak dari duduknya. Kemudian ia membuntuti Intan dan ikut duduk di sofa bed yang berbentuk bundar dan memiliki sandaran itu.
"Kamu kenapa?" tanya Zein tanpa menoleh. Ia pura-pura menatap ombak.
"Bukan urusan Prof," sahut Intan. Ia terlihat kesal.
"Bagaimana mungkin bukan urusan saya? Saya kan suami kamu. Jadi saya berhak tahu apa yang terjadi pada diri kamu," ucap Zein, sedikit kesal.
Intan menoleh ke arah Zein. "Suami macam apa? Suami yang suka mengeksploitasi istrinya?" skak Intan.
Zein tercekat. "Kamu ini kenapa, sih? Bersikap seolah-olah menjadi korban. Padahal semalam kamu juga kan menikmatinya. Apa perlu saya buktikan bahwa kamu suka apa yang saya lakukan?" tanya Zein sambil menatap tajam Intan.
Ia kesal karena Intan mencibirnya seperti itu.
Intan memilih diam. Ia sedang tidak ada tenaga untuk berdebat.
"Saya lelah, mau istirahat," ucap Intan. Kemudian ia menyandarkan punggungnya dan menggunakan kaca mata. Lalu memejamkan matanya.
Zein mengepalkan tangannya. Ia paling tidak suka jika Intan sudah kurang ajar seperti itu. Ia hanya ingin Intan patuh padanya.
'Sial! Kenapa dia makin berani padaku?' batin Zein.
Ditinggal tidur seperti itu, Zein pun mati gaya. Momen bulan madu yang seharusnya romantis pun hanya ada keheningan.
Akhirnya Zein memilih tidur di samping Intan. Sebab sebenarnya ia pun masih lemas sisa semalam.
Waktu berlalu, hari semakin terik dan kondisi di teras cukup panas.
Zein terbangun karena kegerahan. "Panas sekali," gumamnya. Kemudian ia pun memilih turun dan hendak pindah ke dalam.
Namun, ketika Zein ingin melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar, ia menoleh ke arah Intan. Zein pun tak tega meninggalkan Intan sendirian dalam kondisi kepanasan. Akhirnya ia memutuskan untuk menggendong Intan dan memindahkannya ke tempat tidur.
"Merepotkan saja," gumam Zein sambil mengangkat Intan.
Namun, ketika Intan sudah berada di gendongannya, bibir istrinya itu terlihat begitu seksi. Apalagi saat pandangannya beralih ke arah dada. Ternyata benda yang semalam sempat ia mainkan itu menyembul dan membuat tubuh Zein menegang.
Zein menelan saliva. 'Kenapa dia seksi sekali? Apa dia sengaja ingin menggodaku?' batin Zein. Seketika ia merasa kehausan.
Zein pun merebahkan Intan di atas tempat tidur dengan sangat hati-hati.
Saat ia hendak beranjak, dan menarik tangannya yang ada di bawah tubuh Intan, tiba-tiba Intan berbalik ke arahnya dan memeluk Zein tanpa sadar.
'Astaga! Kenapa dia malah begini, sih?' batin Zein. Meski mengeluh, tetapi Zein malah ikut merebahkan tubuhnya di samping Intan.
Jantung Zein berdebar kala berada di posisi seperti itu. Sebab kejadian semalam membuatnya selalu menginginkan tubuh Intan.
'Sepertinya kamu memang sengaja ingin menggodaku,' gumam Zein dalam hati.
Napas Zein mulai tersenggal. Apalagi ketika Intan menelusupkan wajahnya ke leher Zein. Sontak saja celana Zein pun terasa semakin menyempit.
'Kamu benar-benar!' gumam Zein, kesal. Akhirnya ia yang tak tahan itu langsung mencumbu Intan dan melancarkan aksinya kembali.
Saat Zein sedang berusaha melepaskan pakaian Intan, tiba-tiba istrinya itu terbangun. Ia sangat terkejut melihat Zein sudah berada di atas tubuhnya.
"Prof! Mau apa?" tanya Intan, panik.
"Kamu sudah menggoda saya. Jadi sekarang kamu harus bertanggung jawab!" ucap Zein. Kemudian ia menarik pakaian Intan hingga terlepas dan langsung menyergapnya.
Siang itu pun mereka kembali bergulat dengan peluh yang bercucuran karena kondisi di luar cukup panas.
Sebelumnya Zein sudah menutup jendela serta tirainya, sehingga ia bisa leluasa mengeksplorasi bungalow tersebut.
Intan yang baru bangun itu pun hanya bisa pasrah. Ia tak bisa menolak kenikmatan yang diberikan oleh suaminya tersebut. Jika sudah seperti itu, Intan seolah terhipnotis, sehingga ia mau melakukan apa pun yang Zein minta. Termasuk berdiri memunggunginya, sedikit membungkuk dan berpegangan pada meja TV.
Siang itu Zein seolah ingin menghabisi semua 'makanan' yang ada. Ia sangat bersemangat menikmati setiap inci dari tubuh istrinya itu.
"Ampun, Prof," lirih Intan saat ia sudah hampir kehabisan tenaga.
Mendengar suara Intan, Zein pun tidak tega padanya. Akhirnya ia segera menyelesaikan permainannya itu.
"Ayo mandi!" ajak Zein saat sudah selesai.
Intan pun terkesiap. Ia malu jika harus mandi bersama dengan Zein. Ia menggelengkan kepalanya. "Prof duluan saja," ucapnya. Kemudian Intan berjalan ke arah tempat tidur.
"Waktu dzuhur sudah hampir habis. Jika mandinya gantian, nanti keburu ashar," ucap Zein sambil menarik tangan Intan dan mengajaknya masuk ke kamar mandi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dinikahi Profesor Galak (TAMAT)
RomansaIntan yang sedang melaksanakan koas di rumah sakit Harapan Keluarga begitu benci pada konsulennya-Zein yang sangat galak dan selalu memarahinya jika melakukan kesalahan, sialnya ternyata mereka telah dijodohkan dan harus menikah. "Saya harap Prof bi...