Bab 3393

4.9K 57 7
                                    

Meski seluruh meridian Porter sudah hancur, ia masih punya lebih dari cukup kekuatan untuk mengangkat belati dan mengakhiri hidupnya sendiri.

Ia mengumpulkan semua kekuatannya untuk satu tusukan, dan itu sangat kuat, karena ia ingin menggunakan satu tusukan ini untuk mengakhiri hidupnya dengan cepat dan seketika.

Ia tidak mau melihat begitu banyak orang menyaksikannya meregang nyawa dalam waktu yang lama sebelum ia mati mengenaskan.

Saat ini, ia sudah begitu siap untuk mati.

Dan banyak di antara anggota Sepuluh Ribu Tentara juga memahami bahwa segalanya sudah berakhir, mereka tak bisa membalikkan waktu.

Tapi, di saat tusukan belati pendek di tangan Porter itu bergerak menembus pakaian berkabungnya, mulai melukai kulit di dadanya dan akan segera menghujam jantungnya, ujung kaki Charlie bergerak sedikit, dan seberkas energi dari ujung kakinya terbang menerjang belati itu.

Segera setelahnya, tepat di saat Porter benar-benar terus mengujamkan belati itu ke arah jantungnya, tiba-tiba belati itu hancur di depan dadanya, berubah menjadi serpihan debu dan menguap musnah bersama udara!

Pada saat ini, semua orang tercengang dan bahkan Porter sendiri tak mempercayai matanya!

Ia hanya melihat bahwa belati pendek di tangannya tiba-tiba lenyap dan ketika ia melihat ke bawah, yang tersisa hanyalah butiran halus seperti bubuk di telapak tangannya!

Otaknya mendadak buntu. Pertama, ia tak tahu kenapa belati itu bisa menjadi bubuk hanya dengan gerakan tendangan kecil dari ujung kaki Charlie. Kedua, ia tak habis pikir kenapa Charlie, di saat seperti ini, tiba-tiba menyelamatkannya. 

Tanpa sadar ia mengangkat kepalanya, menatap Charlie dengan mulut ternganga, dan tanpa sadar bertanya, "Tuan... Tuan Wade... kenapa Anda..."

Charlie menjawab masih dengan nada tak acuh, "Kemarin waktu Hunter datang ke kediaman keluarga Wade, kakekku bercerita tentang apa yang terjadi di masa lalu."

Setelah itu, Charlie menatap Porter dan berkata, "Apa kamu tahu apa yang ayahku katakan dulu ketika ia mendengar ayahmu melompat dari atap gedung untuk menjemput kematiannya?"

Porter menggelengkan kepalanya pelan dengan tatapan kosong dan bertanya dengan setengah berbisik, "Saya tidak tahu... Tuan Wade, tolong jelaskan!"

Charlie membalikkan badan untuk menghadap ke arah pusara kedua orang tuanya dan berkata dengan penuh kelembutan, "Ayahku bilang bahwa dia memang tidak membunuh Leonardo, tapi Leonardo mati karena dia."

"Meski ia menang melawan ayahmu secara jujur, tapi setelah mendengar berita kematian ayahmu, ia masih merasa bersalah. Jika ada yang namanya orang yang penuh kasih sayang, maka orang itu pasti seperti dia"

Porter merasa malu tak tertahankan dan berkata, "Ayah Anda... beliau... memang benar-benar orang yang sentimentil dan tulus... Saat aku kecil dulu... banyak orang menyebut namanya... banyak orang mengaguminya..."

"Ya!" Charlie mengangguk, lalu berkata dengan tenang, "Porter, orang lain mungkin menganggapmu sebagai anak yang sangat berbakti. Tapi, di mataku, kamu hanyalah seorang anak yang setengah berbakti. Kamu tahu kenapa?"

Porter menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Tolong beri tahu saya..."

Charlie berkata dengan wajah serius, "Bakti seorang anak, jika hanya diartikan sebagai membalaskan dendam orang tua, atau mati demi orang tua, maka itu hanya tindakan sepihak, karena kamu mengabaikan peninggalan yang lebih penting!"

"Kita memiliki sejarah berusia lima ribu tahun dan jika kamu meringkasnya dalam satu kata, maka kata itu adalah warisan!"

"Warisan, jika dibedah untuk dicermati, adalah peninggalan dan keberlanjutan. Setiap orang adalah penghubung antara masa lalu dan masa depan. Kamu tidak bisa meninggalkan semua yang kamu punya sekarang tanpa penerus."

"Orang-orang bilang bahwa kita harus mewarisi filosofi dan kebijaksanaan para leluhur kita yang mulia."

"Orang biasa mungkin tak akan bisa mencapai level pembelajaran seperti orang-orang suci itu. Tapi, setidaknya kita harus belajar dari seorang guru, dan meneruskan pengetahuan yang kita peroleh dari guru kita, orang tua kita, dan para tetua kita, kepada generasi penerus kita"

"Bahkan meski kita tidak bisa belajar dari guru, setidak-tidaknya, kita harus meneruskan garis keturunan kita, yang diwariskan oleh keluarga kita, alih-alih menghancurkannya."

Setelah itu, Charlie memandang Porter yang masih berlinang air mata, mengehela nafas sejenak dan melanjutkan, "Coba kamu pikir, darah yang mengalir di tubuhmu, bukan hanya darah keluargamu, tapi darah dua keluarga orang tuamu, darah yang telah diwariskan turun temurun selama ribuan tahun!"

"Garis darah atau garis keturunan ini telah berhasil selamat melewati perang dan becana yang tak terhitung, dan sekarang, garis darah ini akan terhenti dan hancur di tubuhmu. Apa kamu pikir orang tuamu akan memaafkanmu jika kamu pergi menyusul dan menemani mereka seperti ini?"

Mendengar ini, Porter menangis tersedu. Hatinya merasa begitu malu sampai ia tak sanggup untuk mengangkat wajahnya. 

Charlie Wade - The Amazing Son in Law (Indonesia) Bab 3301-3500Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang