💕 EMPATBELAS 💕

391 33 0
                                    

" Kita pulang sekarang. " kata mas Adithya sambil membetulkan kemeja putihnya yang sedikit kusut.

" Pasien kamu yang tadi di operasi bagaimana? " tanya ku.

" Nanti sekalian kita turun ke bawah, aku cek lagi kondisi nya. " jawab nya.

" Ok. " kata ku.

Kami keluar dari dari ruang kerja mas Adithya menuju lift. Pintu lift terbuka dan kami masuk ke dalam. Suami ku menekan tombol angka dua sebelum pintu lift tertutup. Sampai di lantai dua, dia masuk kedalam ruang ICU sementara aku menunggu nya di luar. Lima belas menit kemudian, dia keluar dan mengajak ku untuk turun ke lantai dasar dengan menggunakan lift.

Kali ini cukup lama menunggu lift nya. Mas Adithya memegang tangan kiri ku lalu tersenyum. " Aku seneng banget hari ini kamu temani aku disini. "

" Tapi nggak bisa setiap hari ya, mas. "

" Kenapa? "

" Aku juga punya pekerjaan yang harus di selesaikan. "

Baru saja suami ku mau bicara, pintu lift terbuka dan kami pun masuk kedalam. Kali ini aku yang menekan tombol huruf LG. Setelah pintu lift tertutup, kami kembali melanjutkan pembicaraan. " Mamah setelah menikah fokus ke papah. Beliau selalu mengantarkan makan siang ke rumah sakit. "

" Aku bukan mamah mu, mas. Bukankah di awal berhubungan kita sepakat kalau suatu hari kita menikah, mas tetap mengizinkan aku kerja. "

Mas Adithya menghela napas panjang. " Kalau boleh jujur, mas lebih suka kamu jadi ibu rumah tangga. "

Sampai di LG, kami keluar dari lift menuju lobby luar rumah sakit. Ternyata mobil mas Adithya sudah terparkir di depan dan aku masuk terlebih dahulu ke dalam mobilnya. Baru saja suami ku masuk ke dalam, tiba-tiba jendeka kaca mobil milik suami ku di ketuk dan aku melihat seorang perawat wanita dengan perawakan kurus, usinya mungkin masih tiga puluhan, kulitnya kuning langsat, memakai kacamata dan berhijab, memanggil nama suami ku.

Mas Adithya keluar dari mobil dan aku melihat mereka sedang bicara serius. Nggak lama kemudian, suami ku masuk kedalam dan menjelaskan apa yang tadi dia bicarakan dengan perawat yang bernama Meta. Perasaan ku nggak enak dan itu terbukti kalau kita nggak jadi pulang ke apartemen karena ada pasien yang harus segera dapat tindakan medis dari suami ku.

" Sayang, maaf ya. Kita nggak jadi pulang. Ada pasien darurat butuh penanganan dari mas. " kata mas Adithya sambil mengenggam tangan ku.

Beginilah jadi istri dokter. Harus siap siaga suaminya kalau ada panggilan dari rumah sakit dan istrinya harus merelakannya. " Iya. Nggak apa-apa mas. "

" Kita masuk lagi ke dalam. Mas sudah menyiapkan kamar untuk kita istirahat nanti. "

" Aku pulang saja ya. Ini sudah malam. Lagian aku nggak nyaman kalau tidur di kamar pasien "

" Mas pengen di temani kamu. Bukan kamar pasien. Ini kamar yang memang disiapkan oleh papah kalau mas lembur dan harus nginap di rumah sakit. "

" Manja nya keluar. Ya sudah. " kata ku dengan malas.

Aku dan mas Adithya keluar dari mobil. Di genggam nya tangan ku oleh suami ku saat kembali ke dalam rumah sakit. Beberapa perawat dan dokter yang melihat kami sempat menyapa dan tersenyum. Sampai di depan lift kami harus menunggu beberapa saat hingga akhirnya lift tiba dan terbuka pintunya. Mas Adithya menekan tombol angka lima.

Sampai di lantai lima, ternyata asisten nya mas Adithya yang bernama Restu sudah menunggu. " Kamarnya sudah siap? " tanya suamiku.

" Sudah. Saya tadi sudah minta ibu Marta langsung yang membersihkan kamar bapak. " jawab Restu.

Sambil berjalan menuju ruangan yang aku sendiri nggak tahu dimana, mas Adithya dan Rafi terlibat pembicaraan cukup serius dan aku malas untuk tahu dan ikut campur urusan mereka. Kami jalan melewati kamar rawat inap VIP dan VVIP dan akhirnya tibalah sudah kami di depan pintu kamar yang nggak ada nama dan nomor di pintunya.

Restu mengambil kunci kamar dari balik saku celana bahannya. Kemudian dia buka pintunya dan kami masuk ke dalam. Aku cukup terkagum dengan kamar tidur nya. Rapih, bersih, harum dan desain ruangannya simple tapi terlihat elegan. Memang nggak terlalu besar ruangannya tapi untuk istirahat terlihat nyaman.

Ilustrasi kamar Adithya di rumah sakit

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ilustrasi kamar Adithya di rumah sakit

" Kamu suka? "

" Lumayan. Tapi terlihat maskulin sekali. "

" Iya. Nanti bisa kamu rubah ruangan ini. "

" Bener ya, boleh aku rubah kamar ini? aku ganti cat nya warna pink boleh? Terus seprai dan bed covernya aku ganti warna pink yang ada motif bunga-bunga. "

Mas Adithya langsung tepuk jidatnya. " Nggak begitu juga, yang. Masa jadi warna pink dan ada bunga-bunga lagi. Yang normal saja ya. "

Aku tertawa terbahak-bahak saat melihat ekspresi suamiku. Sementara sang asisten hanya tersenyum melihat kami berdua. Aku menghampiri suami ku dan mencium kening dan pipinya. " Aku cuma bercanda, yang. Kamu serius banget sih. "

" Aku sudah stress membayangkan kamar ini berubah cat dan seprai nya jadi warna pink. "

Aku mengajak suamiku untuk duduk di atas tempat tidur. " Mas Restu, bisa kasih waktu untuk saya bicara sama bapak. "

" Sayang, kok kamu panggil asisten ku dengan kata mas. Aku nggak suka kalau dia itu...."

Aku langsung membekap mulut suamiku dan memberi isyarat dengan kedua mata ku pada Restu, untuk segera keluar dari kamar. Setelah asisten suami ku keluar, baru lah aku melepas bekapan mulutnya dan meminta maaf. Memang suami ku ini kalau sudah cemburu suka lepas kontrol. Jadi aku harus banyak sabar dan memberi pengertian padanya.

" Aku paling nggak suka kalau mas cemburu seperti ini. " kata ku " Aku kan cuma bercanda. "

" Ya tapi kan nggak begitu juga bercandanya. Apa itu kamu panggil dia dengan kata mas. Restu itu di bawah kamu umurnya." protes mas Adithya setelah itu membuang muka.

Aku langsung memeluknya. Aku elus punggungnya agar berkurang emosi marahnya. Butuh beberapa menit untuk buat suamiku tenang. Setelah dia sudah mulai tenang, lalu aku melepas pelukannya. Aku menyentuh kedua tangannya sambil menatap matanya. " Sudah tenang? Kalau belum aku kasih mas kesempatan untuk menenangkan diri."

Mas Adithya nggak menjawabnya. Lalu aku memeluknya kembali sambil mengelus tengkuk nya naik turun. " Sekarang tarik nafas lalu keluarkan. Ulangi hingga tiga kali. " perintah ku dan dia melakukanya.

Setelah itu aku bicara di dekat telinga kanan nya dengan suara pelan. " Sayang, coba mulai saat ini kontrol rasa cemburu kamu. Itu nggak baik untuk kesehatan mental kamu. Aku sudah menjadi milik mu. Hanya kamu yang ada di hati ku. Trust me. " 

HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang