💕TIGAPULUHDELAPAN💕

284 27 0
                                    

" Mira, kamu sudah selesai urusannya dengan Restu? " tanya ku.

Mira menghampiri ku " Sudah mbak. " jawab nya.

" Kalau begitu saya sudah bisa bawa pergi Mira sekarang, Restu? " kali ini aku bertanya pada asisten suami ku.

" Silakan mbak. " jawab Restu mempersilakan Mira pergi.

Aku memberikan isyarat pada Mira untuk mengikuti ku. Lalu aku keluar dari ruang kerja Restu menuju kafe yang ada di rumah sakit. Aku berjalan dengan perlahan karena kaki ku masih sakit dan bagian milik ku pun masih terasa nyeri dan ngilu. Mira yang melihatnya berinisiatif untuk meminjam kursi roda pada salah satu perawat perempuan yang sedang duduk sendiri di kursi kerja nya.

Aku diminta Mira untuk duduk di kursi milik perawat tadi yang sedang mengambilkan kuris roda untuk ku. Beruntung kita nggak lama menunggu. Perawatnya datang dan langsung meminta ku untuk pindah dan duduk di kursi roda. Lalu Mira yang mengambil alih dan kita berjalan meninggalkan perawat tadi. Aku mengucapkan terima kasih pada perawat perempuan tersebut karena sudah di bantu.

" Mbak, tadi mas Restu bilang kita di minta ke poli obgyn dulu. " kata Mira pada ku.

" Pasti suami saya yang suruh Restu untuk daftar ke poli itu? " tanya ku.

" Saya kurang tahu. Tapi tadi mas Restu bilang ke saya untuk segera membawa mbak Hanna ke poli obgyn karena sudah di tunggu oleh dokter Septian. " jawab nya.

" Padahal saya mau ajak kamu ke kafe. "

" Di tunda dulu saja ya mbak. Nanti setelah dari poli obgyn baru kita kafe nya. "

" Ya sudah. Kamu atur saja. Sekarang kamu kan asisten pribadi saya. "

Sampai di poli obgyn aku di sapa oleh dokter nya. " Selamat pagi mbak Hanna. Perkenalkan saya dokter Septian.  Saya di minta dokter Adithya untuk mengecek kondisi kesehatan mbak. "

" Pagi dokter Septian. Maaf ya jadi merepotkan. Padahal belum jam nya praktik ya dok? "

" Nggak apa-apa. Santai saja. Setelah ini saya bisa ke ruang praktik suami saya. "

" Suami dokter praktik di sini juga? " tanya ku penasaran.

" Iya. Suami saya dokter ortopedi. " jawab dokter Septian lalu tersenyum " Kita mulai sekarang ya pemeriksaan nya. "

Dengan di bantu oleh Mira aku naik ke tempat tidur yang biasa di pakai untuk pemeriksaan dokter obgyn. Lalu dokter Septian mulai memeriksa bagian kewanitaan ku. Biasanya kan dokter selalu tanya apa keluhannya tapi berbeda dengan dokter Septian. Mungkin dia sudah di beri tahu oleh mas Adithya mengenai keluhan ku. Setelah di cek area kewanitaan ku, beliau juga mengecek kondisi rahim ku dengan melakukan usg transvaginal.

Ini pertama kalinya untuk aku. Apalagi alat transduser di masukkan ke dalam area kewanitaan ku. Rasanya dingin tapi saat alat nya mau masuk ke dalam ada rasa nyeri. Jujur aku nggak paham gambar apa yang ada di layar monitor.

" Posisi rahim bagus. Bersih juga. Nggak ada masalah mbak. " Dokter Septian menjelaskan.

" Alhamdulillah." kata ku mengucapkan syukur.

Pemeriksaan selesai dan aku di bantu oleh Mira untuk kembali menuju kursi roda.

" Dok, maaf saya mau tanya boleh? "

" Boleh. "

" Kenapa bagian kewanitaan saya nyeri ya? "

" Sangat wajar bagai seorang wanita yang baru pertama kali berhubungan intim dengan pasangannya akan terasa nyeri. Biasanya akan menghilang setelah satu atau dua jam. Hanya saja untuk kasus mbak Hanna, dokter Adithya terlalu bersemangat. Padahal mbak nya baru pertama kali melakukan."

" Apa ada luka yang parah dok?

" Nggak ada. Hanya lecet saja. Saya nanti kasih resep obat salep dan penghilang rasa nyeri. Untuk dua hari kedepan jangan dulu berhubungan ya. Biar luka nya cepat sembuh. Nanti setelah dua hari baru boleh kembali melakukan hubungan intim. "

" Nanti saya bicara sama suami bagaimana ya dok? . "

" Tenang. Nanti biar saya yang bicara langsung sama dokter Adithya. "

" Makasih banyak ya dokter Septian. "

" Sama-sama mbak Hanna. "

Aku merasa lega setelah mendengar ucapan beliau. Setelah itu dokter Septian memberikan resep nya pada Mira. Aku dan Mira pamit dan keluar dari ruang praktik dokter Septian menuju apotek rumah sakit untuk menebus obatnya. Aku bersyukur tadi membawa dompet kartu jadi bayarnya tinggal gesek kartu atm saja.

Tapi ternyata saat akan membayar, bagian administrasinya menolak karena sudah di bayar oleh asisten suami ku. Mira meminta ku untuk menunggu di kafe saja.

" Mbak kita langsung ke kafe saja. Biar nanti obat nya di anterin sama salah satu staff rumah sakit. " kata Mira sambil mendorong kursi roda ku menuju Kafe.

Jaraknya memang nggak terlalu jauh. Hanya butuh waktu sepuluh menit. Sampai di Kafe aku pindah dari kursi roda ke sofa. Lalu aku meminta asisten ku untuk memesan minuman cappuccino caramel. Aku memberikan kartu atm ku pada Mira tapi di tolak oleh nya. Dia bilang Restu sudah memberikan kartu atm khusus untuk kebutuhan aku. Luar biasa memang suami ku. Gerak cepat sampai istri nya pun nggak tahu.

Sambil menunggu Mira pesan, aku memperhatikan orang di sekeliling ku. Tiba-tiba mata ku menangkap sebuah pemandangan pilu ketika seorang ibu menangis sendiri di kursi tunggu pasien. Hati ku tergerak dan langsung menghampiri ibu tersebut. Aku berjalan sangat pelan sampai rasanya kesal sendiri. Tapi mau bagaimana lagi kaki kanan ku yang terkilir belum sembuh. Ditambah bagian milikku lecet jadi kalau jalan pasti nyeri.

Aku duduk di sebelah ibu tersebut. Lalu dengan perlahan aku bertanya pada beliau. " Maaf sebelumnya. Boleh saya ikut duduk di samping ibu? " tanya ku.

Lalu ibu tersebut segera menghapus air matanya dengan pakaian nya. " Silakan mbak. Kursi nya juga kosong. " jawab ibu itu.

" Terima kasih ya bu. " kata ku.

Tapi ibu itu hanya diam. Aku bisa melihat kalau pandangan nya terlihat kosong. Lalu aku memulai kembali percakapan dengan ibu tersebut. " Ibu mau berobat atau jenguk pasien? "

" Suami saya sakit. Sudah dua hari di rawat. "

" Sakit apa? "

" Pembengkakan jantung dan harus segera di operasi. "

" Operasi bypass ya? "

Ibu itu hanya menganggukana kepalanya. Kemudian beliau menangis lagi. " Ternyata BPJS nya nggak bisa menjamin semua biaya operasi suami saya. "

Aku sangat mengerti dengan keadaan ibu tersebut. Lalu aku memeluknya dan menenangkan ibu tersebut. " Butuh berapa bu untuk tambahan biaya operasinya? "

" Dua puluh lima juta. Saya sedang mencari pinjaman uang ke saudara tapi mereka nggak ada yang bisa memberikan pinjaman dengan nominal segitu. "

" Sabar ya. Ibu sudah sarapan pagi? "

" Belum mbak. Saya nggak kepikiran untuk makan. Kasihan suami saya. "

" Kita sarapan dulu. Ibu ikut saya ke kafe itu ya. "

" Saya nggak punya uang mbak untuk sarapan di kafe itu. "

" Saya yang bayarin sarapan ibu. "

Aku kembali ke dalam kafe bersama ibu yang aku sendiri lupa menanyakan siapa namanya. Mira yang melihat ku berjalan dengan seorang ibu, langsung menghampiriku. Lalu aku bicara dengan nya dan meminta tolong untuk mencari informasi mengenai suami dari ibu tersebut. Setelah itu dia mendekati ibu nya dan bicara sambil meminta kartu BPJS suami nya dan surat rujukan dari puskesmas.

Mira menghubungi Restu dan nggak sampai setengah jam semua data dan informasi yang aku butuh kan sudah terkumpul. Aku menyuruh asisten ku untuk menemani ibu tersebut dan juga memesan kan makanan untuk beliau. Sementara aku membaca laporan dari Restu yang dia kirim kan melalui e-mail. Hasilnya memang ibu yang bernama Maisyaroh ini termasuk dalam kategori kurang mampu. Aku pernah merasakan ada di posisi ibu tersebut saat almarhum Ayah sakit. Setelah itu aku memanggil Mira untuk membayarkan sisa uang kekurangan untuk biaya operasi suami dari ibu tersebut dengan menggesekan kartu atm milik ku di loket pembayaran rumah sakit.

HANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang